🍁Chapter 2. Sekolah Yang Menyebalkan

10K 497 12
                                    

"Sulit untuk mengatakan bahwa aku baik-baik saja, karena nyatanya aku terluka. Terluka di bagian yang sulit disembuhkan."

*****

Pagi hari di SMA Buana, suasana riuh ricuh telah terdengar disetiap penjuru sekolah. Hal itu disebabkan hanya karena satu topik, Siswa pindahan yang merupakan anak dari seorang pengusaha terkenal. Setiap penghuni sekolah telah rela datang lebih awal hanya untuk melihat Siswa pindahan itu.

Disisi lain, sebuah mobil Toyota Alphard berhenti tepat di depan Cafe F'Dee yang berada tidak jauh dari kawasan SMA Buana. Pintu mobil terbuka, menampilkan seorang cewek yang turun dari mobil dengan memakai seragam SMA Buana, sebuah kacamata bulat dengan bingkai cukup besar tersampir diwajahnya, rambutnya yang dikepang dua tersampir disisi kiri dan kanan bahunya.

Memperbaiki letak kacamatanya, Riana mulai beranjak dari tempatnya menuju SMA Buana. Sekolah yang akan ia tempati menimbah ilmu untuk sementara.

Langkah kaki Riana terhenti tepat didepan gerbang, menatap hiruk piruk didalam sana. Riana mengerutkan dahinya samar, sedikit terganggu dengan kebisingan yang dapat terdengar dari tempatnya berdiri. Ah, terlalu mengganggu. Fikirnya.

TINNN!!!

Suara klakson mobi berhasil membuat Riana tersentak kaget, membalik tubuhnya tatapan Riana jatuh pada sebuah mobil convertible berwarna putih yang hampir saja menabraknya.

"Woi Cupu! Ngapain lo masih berdiri disitu?! Mau gue tabrak?!"

Tatapan Riana beralih menatap seorang cewek yang membentaknya, ia mengerutkan dahinya samar melihat dandanan berlebihan cewek itu.

"Lo budek yah?! Minggir!" Bentakan yang disusul dengam suara nyaring klakson membuat Riana kembali tersadar. Riana mundur kesamping, memberi jalan untuk mobil yang dihuni empat cewek itu.

"Dasar bego!" Seru cewek yang mengemudi saat melewati Riana.

Lagi dan lagi Riana mengerutkan dahinya tidak suka, hari pertama saja tempat ini sudah memberi kesan buruk untuknya. Tidak tahu bagaimana kedepannya.

******

"Sekolah apa yang kau pilihkan untuk ku Kelly!" Gerutu Rania sesaat setelah orang diseberang sana mengangkat telefonnya. Rania mengeluarkan tissue dari dalam tasnya, menyeka noda minuman yang mengotori pakaiaannya.

"SMA Buana adalah salah satu sekolah terbaik di Jakarta, Apakah ada masalah Miss?"

Masalah? tentu saja ada masalah. Cewek itu kembali teringat kejadian beberapa saat yang lalu dimana ia tak sengaja menabrak seorang cewek hingga membuat minuman cewek itu berakhir diseragamnya. Bukan seragamnya yang Riana permasalahkan, tetapi bentakan dan hinaan-hinaan cewek itu yang membuat Riana kesal. Lagi pula, cewek itu yang salah karena berjalan sembari bermain ponsel tanpa melihat kesekitarnya.

"Tempat ini benar-benar menyebalkan!" Gerutu Riana kesal sembari membuang tissue bekasnya kedalam tempat sampah, ia mendesah melihat noda biru yang tak hilang dari seragamnya. "Jika lain kali kau melakukan kesalah seperti ini, lebih baik kau menyerahkam surat pengunduran dirimu pada Grandpa!" Rania memutus sambungan, dan meletakkan benda persegi secara sembarangan.

Mendesah berat, Riana mengeluarkan hoodie berwarna soft pink dari dalam tasnya. Ia berjalan ke arah salah satu bilik toilet, mengganti seragamnya menjadi hoodie. Riana tak nyaman jika harus memakai baju bernoda itu selama berjam-jam.

Setelah mengganti seragamnya, Riana kembali menatap pantulan dirinya didalam cermin. Ia mengangguk puas, sembari memperbaiko letak kacamata dan kepangannya. Setidaknya begini lebih baik.

Riana membereskan barang-barangnya, kemudian berjalan keluar dari dalam toilet yang sengaja ia kunci dari dalam. Cewek itu menatap ke sekitar koridor yang sudah sepi, tanpa ada satupun jejak siswa-siswi disekitar.

Mempercepat langkahnya, Riana berlari kecil menuju ruang kepala sekolah yang tak jauh dari toilet. Langkah Riana terhenti di depan pintu bercat coklat yang ia yakini sebagai ruang kepala sekolah.

Rania mengetuk pintu sebanyak tiga kali kemudian membukanya. "Permisi Pak Andrew...." Sapa Riana pada seorang pria paruh baya yang terlihat sedang sibuk dengan kertas-kertas dihadapannya.

"Silahkan masuk Nak." Pak Andrew tersenyum sembari melepaskan kacamatanya.

Mengangguk, Riana masuk mengambil tempat tepat dihadapan kepala sekolah. Ia duduk disana tanpa berniat mengeluarkan sepatah katapun.

"Apakah ada masalah Nak?" Tanya Pak Andrew dengan nada ramah.

"Saya adalah Siswi pindahan." Tatapan Riana tertuju pada sebuah Map yang menampilkan data-data dirinya. "Ini adalah data-data diri saya."

Pak Andrew mengikuti tatapan Riana dan seketika terkejut, ia menatap wajah Rania dan berkas-berkas di hadapannya secara bergantian. Terutama pada foto yang terpampang pada data-data diri Rania. "Apakah Amda adalah Iriana Allisia Jonson?" Tanya Pak Andrew ragu.

"Tentu. Karena masalah itulah yang juga ingin saya diskusikan dengan Anda." Riana menatap tepat di mata Pak Andrew, menunjukkan keseriusannya.

Terkejut sejenak, Pak Andrew Refleks memperbaiki posisi duduknya karena tahu Siswi perempuan dihadapannya bukanlah orang biasa, jangan sampai ia menyinggungnya secara tidak sengaja. "Apa yang ingin anda diskusikan dengan saya Miss Jonson?"

Riana meletakkan tasnya di atas meja, kemudian mengambil sebuah Map dari dalam tasnya. "Silahkan Anda melihatnya terlebih dahulu" Riana menyerahkan berkas itu kepada Pak Andrew, tatapannya tak pernah berpindah dari wajah pria paruh baya itu.

"Ini?" Pak Andrew menatap tak yakin pada Riana setelah membaca isi Map dihadapannya.

"Benar, saya ingin meminta bantuan anda untuk menyembunyikan identitas saya selama periode setahun."

Meletakkan Map diatas meja, Pak Andrew menatap tak mengerti pada Siswi dihadapannya "Tetapi mengapa? Maaf sekali, Saya tidak bisa memalsukan data-data tanpa alasan yang jelas dan logis. Belum lagi, jika hal ini diketahui oleh pihak yayasan pasti akan mengundang masalah bukan hanya pada Anda tetapi juga pada saya pribadi."

Riana tahu bahwa Pak Andrew bukanlah tipe orang munafik dan picik, karena itu ia sudah mempersiapkan segalanya. "Tenang saja, Anda hanya perlu menggunakan berkas ini. Untuk hal lainnya anda tidak perlu mengkhawatirkannya. Pihak saya yang akan mengurusnya." Riana menjawab meyakinkan.

Pak Andrew terdiam, termenung sejenak menatap wajah serius Riana. Pria paruh baya itu menghembuskan nafas pasrah " Baiklah, saya akan percaya pada anda." Pak Andrew berdiri "Sekarang mari saya antarkan ke kelas Anda."

Riana mengangguk sopan, ia kemudian berdiri mengikuti Pak Amdrew menuju kelas yang akan ia tempati untuk sementara.

Tbc.

Fake Nerd#Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang