🍁Chapter 15. Provokasi

6.4K 328 8
                                    

"Kau tak akan melepaskanku? Lalu, bagaimana menurutmu  dengan menjadi pacarku?"

_Reonaldo Dirgaham_

🍁🍁🍁🍁

Di dalam salah satu kamar VIP, Riana duduk dengan raut wajah datar. Namun tatapan yaang biasanya tanpa riak kini mengandung amarah yang tak tertahankan yang kapan saja akan meledak.

Sesuai janji, Riana menuruti permintaan Grandpanya dan datang tepat pukul 7 malam di restoran. Namun, bahkan hingga jarum jam menunjukkan pukul 22. 17 malam pihak lain tak kunjung datang. Sudah tiga jam lebih dia menunggu seperti orang bodoh dan itu sudah cukup untuk menyulut amarahnya. Apakah pihak lain berniat memainkannya?. Membuatnya terlihat seperti lelucon?.

Mengambil tasnya, Riana mengeluarkan ponsel dan menghubungi Kelly. Di dering kelima, suara Kelly terdengar menyapanya.

"Apakah kau yakin mereka berjanji untuk makan malam hari ini?" Riana berkata menahan amarah. Yang paling dibencinya adalah orang yang tak menepati janji, membuatnya terlihat seperti orang bodoh. Seperti saat ini.

"Mereka tidak datang Miss?"

"Tentu saja! Saya sudah menunggu seperti orang bodoh selama tiga jam dan orang itu belum muncul juga! Apakah mereka berniat bermain-main dengan saya!" Bentak Riana, tak tahan lagi.

"Bagaimana bisa? Tolong tunggu sebentat Miss, saya akan menghubungi pihak mereka."

"Bagus. Jika mereka tidak dapat memberikan alasan yang memuaskan, batalkan saja kontraknya! Biar saya yang menjelaskan pada Grandpa!" Riana mematikan sambungan telefon dan melenggang pergi. Tak ingin menunggu lebih lama lagi seperti halnya orang bodoh.

******

"Jadi, maksud lo mereka gak dateng?" Chelsea tercengang mendengar cerita Riana "Lo nunggu selama tiga jam?! Tiga jam?!" Chelsea memekik kemudian mengumpat pelan.

"Pantes aja mukanya kayak pengen makan orang..." Chelsea terkekeh canggung saat Riana mendelik menatapnya tajam.

Mendengus kesal, Riana beranjak dari kelas yang agak berisik karena saat ini guru sedang mengadakan rapat, alhasil kelas itu layaknya bagaikan pasar. Terlalu bising. Apalagi saat ini Riana masih kesal akan kejadian tadi malam, dia sedang tak mau diganggu. Jika tidak, Riana tak dapat memastikan kekacauan yang akan dia hasilkan karena amarahnya.

Namun, bahkan jika Riana tak ingin membuat kekacaun. Ada saja orang yang datang dan mencari masalah dengannya. Seperti saat ini, Cindy dan Vani menjegal kakinya saat ia berbelelok di koridor menuju perpustakaan hingga membuatnya jatuh tersungkur.

Menutup mata, Riana menggertakkan giginya, tangannya terkepal dan dadanya naik turun menahan emosi. Sungguh, dia benar-benar tak ingin membuat masalah. Namun, orang-orang bodoh ini datang duluan mengetuk pintunya. Dia tak mungkin membiarkan mereka pergi begitu saja tanpa memberikan balasan yang setimpalkan?

"Oppss! Lo kenapa berlutut di depan gue?" Suara ejekan Cindy terdengar dari atas kelapanya. "Mmm, gimana kalau sekalian aja lo nyium sepatu gue? Nih, cium nih...." Cindy menjulurkan kakinya ke hadapan Riana, sembari memberenggut jijik.

Dengan minuman ditangannya, Vani maju mengedipkan matanya pada Cindy "Lo kok jahat si Cin? Kasian tau- Upps! Sorry gue gak sengaja...."

Riana dapat merasakan cairan kental dan dingin dari atas kepalanya, tindakan perempuan itu berhasil meruntuhkan pertahanan diri terakhir dari Riana. Menyentuh kepalanya, Riana berdiri, menatap tajam pada Vani dengan raut wajah dingin penuh ancaman.

Fake Nerd#Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang