Tentu setiap orang punya keinginan, dan sebagian lainnya mencanangkannya menjadi cita-cita dan mimpi.
Anda ingin menjadi apa kelak? Dokter? Ahli pertanian? Psikolog? Ahli pertahanan? Ahli teknologi? Ilmuwan Muslim? Filsuf Muslim? Penulis? Praktisi Media? Pengusaha?
Cita-cita diatas sah-sah saja, dan cita-cita, yang kebanyakan bersifat profesi itu, boleh jadi dapat dikategorikan benar.
Cita-cita yang benar sejatinya adalah cita-cita yang ia tidak menciderai kepercayaan pencipta kita atas syariatNya.
Cita-cita yang ia berangkatkan dari akar niat mengabdi padaNya.
Cita-cita benar lahir dari derivasi konsep keimanan yang benar.Namun, apakah cita-cita kita cukup besar?
Berbicara besar, mau tidak mau kita berbicara skala.
Berbicara tolak ukur ukuran.Cita-cita besar sejatinya adalah cita-cita yang jauh terbang melintas kepentingan perut sendiri.
Cita-cita yang muaranya kepada Zat yang Maha Besar.
Cita-cita yang bersifat makro dan tidak hanya berhenti pada profesi semata.
Cita-cita yang membentang melintasi sekat-sekat imajiner kewilayahan. Melintas batas-batas geografis.
Cita-cita besar adalah cita-cita untuk merangkul ummat menuju cahaya Islam, terlepas apapun background pendidikan dan profesinya.
Cita-cita besar adalah cita-cita untuk menyatukan kaum muslimin dalam bingkai persatuan yang indah dan kuat.
Cita-cita yang punya tujuan besar, yaitu kebangkitan Islam.
Cita-cita yang lahir dari kesadaran potensi diri sebagai ummat terbaik.
Cita-cita besar yaitu cita-cita keummatan.Dan sekali lagi, cita-cita besar bukanlah cita-cita yang sempit.
Yang hari ini kita digiring sedemikian rupa bermental kerdil dengan cita-cita yang kerdil pula.
Kerdil karena ia bicara sekedar bagaimana bisa makan dan tidur dengan nyaman kelak.
Cita-cita yang kerdil saat ia masih belum beranjak dari permasalahan pribadi.
Kerdil karena orientating adalah sesuatu yang akan hilang.Lihatlah pemimpin-pemimpin besar, tentu mereka punya permasalahan pribadi namun ia punya mental tangguh dan tidak bermental lembek.
Ia tidak hanya berhenti pada pikiran diri, aku, tapi berpikir pada kita, dan mereka.Imam Ghazali berkata, "Anda kerdil, jika anda hanya memikirkan diri sendiri".
Umar bin Khattab juga berkata, "janganlah engkau sekali-kali berobsesi rendah. Sesungguhnya saya belum pernah melihat orang yang paling kerdil dari orang-orang yang berobsesi rendah".Cita-cita besar dan benar, adalah sebuah kombinasi yang mematikan jika dimiliki kaum muslimin.
Mematikan karena ia adalah bahan bakar kebangkitan ummat.
Cita-cita besar dan benar akan menghidupkan nyala semangat untuk mempersembahkan perjuangan terbaik, usaha terbaik, dan doa yang terbaik.Seorang penulis muslim, Adriano Rusfi, pernah berkata, "Para penghuni surga adalah mereka yang bercita-cita besar. Tidak hanya itu, kebanyakan mereka adalah orang-orang yang punya daya imajinasi dan berpikir abstrak yang tinggi. Sementara, para penghuni neraka kebanyakan adalah orang-orang yang empiris dan pragmatis."
Mengapa demikian? Sebab, ia menjelaskan bahwa pahala, surga, dan neraka adalah sesuatu yang abstrak dan kasat mata, beyond the eyes can see. Dan orang-orang empiris akan susah sekali percaya. Bukankah, banyak yang mengolok-olok keberadaan Allah karena Ia tidak terlihat. Namun, sejatinya orang-orang yang percaya lah, orang-orang yang bercita-cita bertemu dengan rabNya dengan Amal terbaik nya lah yang akan selamat.Sungguh jika jiwa orang itu besar, maka akan disampaikannya perkara-perkara yang besar. Bukankah termaktub secara tersirat dalam ayat terakhir Surat Al-Baqarah, "laa yukallifullahu nafsan illa wus'ahaa?"
Wallahualam bishhowab
KAMU SEDANG MEMBACA
Ngemil Makna
Non-Fiction[Rank #1-Makna] For the meaning of life differs from man to man, from day to day and from hour to hour. What matters, therefore, is not the meaning of life in general but rather the specific meaning of a person's life at a given moment. (Viktor E...