6 ~ Orang Nanya Kedudukan Tuhan ke Saya

74 8 0
                                    

"Kedudukan Tuhan bagi hambaNya, berdasarkan Al-quran itu gimana ya, Mbak?" Sore itu. Pertanyaan itu sanggup membuat saya menghentikan aktivitas saya demi memastikan kembali pertanyaan ajaib dari teman saya.

"Maksudnya?" saya tanya lagi. Benar-benar ingin memastikan kembali apa yang dia tanyakan. "Kedudukan itu contohnya apa?" tambah saya.

"Hmmm mungkin posisi?" dia menjawab sama ragunya. Saya mengamat-amati yang bertanya. Ada apakah ini.

"Kenapa kamu bertanya ini?" Saya. Sebagai seorang saya dan sangat saya, saya lebih senang menanyakan asal muasal sebuah pertanyaan yang dilontarkan seseorang. Yang sebenernya dalam pengamatan saya banyak orang Jawa yang senang menggunakan pertanyaan berlapis. Pertanyaan berlapis itu seperti masih ada pertanyaan lain yang lebih dalam yang menjadi alasan pertanyaan permukaannya.

Dia terdiam melihat saya takut-takut. Saya ikut menatapnya memberi tanda bahwa its okay untuk cerita.

"Sebenarnya ini, justru ini bagian dari pencarianku," ia menunduk, memainkan hapenya, lalu mengambil napas dalam, "Sebenarnya aku baru mulai merasa mencari akhir-akhir ini," katanya dengan desah kuat.

Saya terdiam, tak ingin menginterupsi, saya lebih senang memberi tempat bagi emosi, daripada menekan emosi.

"Aku...aku... takut jadi orang munafik." Katanya ragu-ragu. "Aku solat tapi solat ku gitu...," katanya lagi dengan lebih lirih. Napasnya semakin berat, lebih sering mendesah, saya lihat ada dua titik air di sudut matanya. Oh, ya Allah.

"Aku males banget ngaji karena aku ngga ngerti. Aku merasa bahwa aku bukan membaca Al-quran, aku cuma melafalkan Al-quran dan aku merasa Al-quran nggak bisa jadi petunjuk buat aku karena aku nggak paham," lanjutnya.

Tidak hanya disitu, meski ia sudah sesenggukan ia tetap melanjutkan ceritanya, "Semakin aku baca arti di Al-quran aku semakin pusing. Aku benar-benar ngerasa nggak punya ilmu apa apa."

Saya mendengarkan dengan seksama. "Bener-bener, ngerasa takut sama diri aku sendiri." Tambahnya lagi dengan bahu yang semakin terguncang, dengan air mata yang tak lagi sanggup diseka oleh tisu.

"A..aku takut menjadi orang yang munafik dan ngga bisa menjemput hidayah Allah. Aku takut aku nggak bisa memaksimalkan apa yang Allah udah kasih buat aku.. Aku takut menjadi hambaNya yang rugi..." Dan pecah semualah apa yang dia pendam selama ini. Saya melihat matanya sembari menguatkan dan memberi ia waktu untuk mengeluarkan semua hal yang ada di hatinya.

Pada saat itu, saya tahu perasaannya.

Begitu tenang, saya mengenggam tangannya.

"Pertama, aku ucapkan selamat karena sudah berani bicara. Karena, sudah berani mengungapkap hal-hal yang bagi sebagian orang tabu." Ujar saya seraya tersenyum.

"Selamat karena sudah sampai tahap ini dalam usia yang masih muda. Tahap yang kadang baru disadari orang pada masa tuanya. Tahap yang kadang malah tidak sempat dilalui saat ajal sudah menjemput. Tahap yang nggak semua orang mau bersusah-susah menghadapinya, tahap yang harusnya dilalui semua orang dengan sungguh-sungguh, yaitu tahap pencarian esensi kehidupan ini."

"Selamat karena mau menguatkan hati, yaitu pada tahap yang nggak semua orang mau mengakui dengan jujur sedang berada pada tahap paling menakutkan dalam hidupnya. Karena jika berada pada tahap ini, siapapun yang melalui dengan tahap berpikir harusnya melalui goncangan yang Tahap yang akan menyedot semua energi. Tahap yang akan memakan habis ketenangan-ketenangan dalam jiwa. Selamat!"

"Tahap yang berat, yang tidak semua orang mau melaluinya, mencari solusi, menghadapi kerikil jalan mencari, menaklukkan ego, menaklukkan kesombongan, menaklukkan kemalasan, menaklukkan segalanya demi mendapat jawaban."

"Tahap yang bahkan nggak banyak dilalui oleh muslim lainnya, kamu beruntung. Barakallah sahabatku, kamu sudah sampai tahap pencarian jati diri yang akan mengubah segalanya setelah ini"

"Tugas kita bersama, adalah sabar dalam mencari dan tak pernah berputus asa dari rahmat Allah. Terus mencari. Terus saja. Terus. Mungkin ada pertanyaan-pertanyaan dalam hidup kita yang belum terjawab dengan tepat. Sehingga kita ragu dari rahmatNya. Mungkin hanya butuh orang lain untuk menyampaikan jawaban yang sama namun dengan cara yang berbeda, sehingga kita bisa percaya."

"Mari, jangan menyerah. Yang dihitung adalah usaha. Allah nggak pernah sia-siakan ikhtiar hambaNya."

***

Yang pernah mengalami dan sedang mencari hakikat hidup dan diri.

Teruslah mencari.

Perih, lelah, mengambil daya hidup kita? Iya. Saya pernah merasakannya.

Proses ini memang akan mengambil segala kekuatan kaki kita, karena merasa tak memiliki rumah kembali.

Atau akan merenggut kebahagiaan kita, walau kita tertawa, rasanya tetap tidak baik2 saja.

Teruslah mencari

Walau kecewa berkali-kali

Mungkin memang belum saatnya berlabuh.

Artinya kita masih harus berlayar di lautan hingga mantap pulau di tujuan.

Teruslah berdoa.

Sungguh, teruslah berdoa.

Seremeh apapun progressnya, teruslah berdoa.

Terus saja.

Terus.

***

Kenali dan Sadari

Pencarian jati diri itu sebaiknya nggak hanya dialami tapi disadari bahwa kita akan berada pada fase ini saat menginjak masa yang disebut remaja. Meskipun, fase ini tidak selalu bermula dan berakhir pada fase remaja, bisa jadi bermula lebih awal atau berakhir sudah melewati batas remaja. It's normal anyway.

Selama krisis ini kita (remaja) akan mengalami fase moratorium. Kata Erikson, bapak teori krisis diri, Moratorum merupakan sebuah tahapan di mana rkita akan mencoba mencocokkan dan mengelaborasi moralitas dan etika yang didapatkan selama kita tumbuh dari kecil hingga masa dewasa. Moratorium ini merupakan masa eksplorasi peran-peran baru yang diinginkan dalam pembentukan identitas kita. Nggak heran kalau kita menentang keajegan, mempertanyakan segala sesuatu dalam hidup kita, dan mencoba hal-hal baru. Dalam proses ini, kita akan mulai mempertanyakan nilai-nilai sentral dalam kehidupan kita, misalnya preferensi diri versus preferensi keluarga, preferensi seksual, pandangan keagamaan, ideologi dan termasuk identitas etnis.

See. It is one of the roads whe should pass.


Feist and Feist, 2010

Erikson, 1963

Santrock, 2012

Ngemil MaknaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang