22. Diam-Diam

2.5K 168 0
                                    

Gadis berambut sebahu itu sedang duduk di balkon depan kelasnya. Matanya sedang fokus membaca grup chat OSIS. Ya, hari ini ia harus kembali rapat untuk perayaan Hari Kartini nanti. Matanya beralih ke seseorang yang sedang melambai-lambaikan tangannya ke arah Alesya. Alesya jadi tersenyum dan menghampiri.

"Kangen," ucap Alesya sambil memeluk Audrey. Keduanya sudah jarang sekali untuk bertemu, walaupun rumah mereka satu komplek namun jarang sekali untuk bisa bercerita lamaan.

"Sama. Belom balik, Al?" tanya Audrey melepaskan pelukannya dan mengajak Alesya duduk dibalkon depan kelasnya.

"Ada rapat OSIS, lima belas menit lagi baru ke RO," jawab Alesya santai.

"OH IYA!" tukas Audrey membuat Alesya mengernyit.

"Kenapa?" balas Alesya bingung.

"Lo harus tau ini, dan lo harus bersyukur karena ini soal menyangkut paut sama masa depan lo dan rumah tangga lo!" kata Audrey dramatis.

Alesya tertawa kecil, "Paan si? Kayak soal ujian nasional lo, sok serius," ujar Alesya masih tersenyum geli.

Wajah Audrey benar-benar tak bisa dikontrol seriusnya, bak polisi yang sedang mengungkap kebenaran.

"Ck, lo mah becanda mulu padahal gue serius," gerutu Audrey jadi merasa tidak dianggap serius.

"Lah gue emang gini," jawab Alesya jadi mengubah posisi duduknya menjadi lebih serius untuk mendengarkan.

"Soal Wahyu. Dia sekarang dah jadian sama adek kelas," sergah Audrey. Alesya tak paham maksud pernyataannya.

"Terus?" tanya Alesya bingung.

"Ya bagus dong, Al. Dia kan anaknya gila gitu, lo belom tau sih tiap cewek yang jadi korbannya dia itu sebenernya menderita selalu di ikutin kemana-mana, ih gelay gue euu," katanya sambil bergedik pelan.

"Si Jane kan korbannya dia. Sukur-sukur si Angpao ngasut dia dan ngasih id line anak kelas sepuluh, si Angpao promosiin anak kelas sepuluh, namanya bocah begitu, langsung di lobi, ceweknya mau-mau aja lagi," kata Audrey seru di iringi tawa ngakak.

Alesya mematung. Tunggu, tadi apa katanya?

Angpao ngasut dia dan ngasih id line anak kelas sepuluh.

"Angpao?" gumam Alesya menanyakan.

Gadis itu mengangguk heboh, "Dia yang ngejauhin virus Wahyu dari lo."

Kemudian, panjang umurnya. Pemuda itu sudah ada didepan pintu kelas sambil tulak pinggang.

"Ngga balik, Al?" tanya Rizky ramah. Alesya menoleh dan menggeleng santai.

"Ada rapat OSIS," jawabnya tenang.

"Baliknya sama gue aja," ajak pemuda itu membuat alis Alesya terangkat.

"Lah, lo dari rumah balik kesini lagi, gitu?" tanya Alesya bingung. Pemuda itu tertawa kecil.

"Nggak, gue ada tugas kelompok dirumahnya Aldi, disamping sekolah. Nanti ke depan aja," ujarnya tenang. Alesya mengangguk.

Namun pemuda itu dipanggil oleh temannya dari dalam kelas yang kemudian jadi menghampiri.

Alesya membuang napasnya. Ia hanya tersenyum dalam hati mengingat kejaimannya itu perlahan sudah memudar dan melahirkan sifat apa adanya yang non-jaim.

Mungkin sejak hari itu saat dirinya dapat berbincang dan bertatap muka lamaan, sehingga semua mengalir apa adanya. Seperti yang Alesya pernah bilang.

Audrey yang mendengar percakapan barusan jadi menduga-duga di benaknya. Ia jadi menghubung-hubungkan kelakuan Riski dan teman-temannya di kelas perihal barusan. Soal Riski memberi saran kepada Wahyu untuk mendekati adik kelas saja daripada Alesya. Logikanya, secara halus Riski juga menjauhkan Alesya dari Wahyu. Mata Audrey jadi berbinar, menebak-nebak apa yang sedang berkecamuk dipikirannya.




"WOI APA JANGAN-JANGAN???" tukas Audrey membuat dahi Alesya mengernyit.

"Apa? Kenapa?" tanya Alesya tak paham.

"GUE TAU SESUATU, LO HARUS CERITA!!!" tebaknya membuat Alesya mengatupkan bibirnya.













ALESYA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang