21. Salah Paham

2.7K 178 0
                                    

Langit sudah sedari tadi gelap-gelap cerah, tak menentu arah jelasnya. Alesya panik takut kehujanan di jalan, seusai rapat OSIS untuk Hari Kartini bulan April nanti sudah tidak ada orang yang bisa ia tebengi. Mau tak mau jalan setengah jam menuju rumahnya. Handphonenya mati untuk menghubungi kakaknya.

"Please, jangan hujan dulu," pintanya dengan suara kecil.

Namun tiba-tiba seorang pemuda yang mengendarai motor lawan arah darinya menghampiri, membuat Alesya yang ia kira hampir tertabrak jadi agak menepi. Alis gadis itu mengernyit. Seorang pemuda membuka kaca helm bogonya.

"Lah, Al?" kata pemuda itu kebingungan.

"Elo?" balas Alesya sama juga kebingungannya.

"Kok lo baru balik?" tanya pemuda itu yang sempat dirindukan Alesya akan moment-momentnya yang tak terduga. Seperti sekarang ini.

"Abis rapat OSIS buat kartinian," jawab Alesya kikuk sendiri. "Lah lo ngapain? Bukannya jam pulang udah sejam yang lalu, ya?" lanjutnya bertanya.

"Abis beli mie ayam depan sekolah, disuruh nyokap," jawab Riski santai. Hingga akhirnya pemuda itu to the point tentang obrolan singkatnya.

"Mau hujan anjir, udah lo bareng gue aja daripada kehujanan," suruh Riski yang membuat Alesya tak punya pilihan lain. Gadis berambut sebahu itu mengiyakan dan segera naik.

Di tengah perjalanan hujan tiba-tiba turun dan menderas begitu saja. Riski sudah panik duluan mengingat mi ayam pesanan mamanya ikut kehujanan.

"LAH KOK INI KE SINI? INI KEMANA, KI? INI BUKAN JALAN RUMAH GUE!" teriak Alesya sudah panik karena memang bukan jalan menuju rumahnya juga hujan yang menderas.

"HA? NGGAK KEDENGERAN! NANTI AJA NGOMONGNYA," jawabnya ikut berteriak. Karena hujan dan angin menjadi satu membuat intonasi Alesya menjadi tak terdengar jelas.

Sesampai di rumah yang Alesya masih tidak tahu ini rumah siapa. Gadis itu masih tebengong-bengong berdiri didepan rumah tersebut yang sudah aman dari rintikan hujan.

"Masuk, Al," pinta pemuda itu yang kemudian kembali melihat Alesya masih berdiam diri.

"Yaelah, di rumah ada mama gue," suruh Riski yang membuat mata gadis itu melebar.

"Kok ke rumah lo?" tanya Alesya mulai mengekori Riski masuk ke dalam. Pemuda itu tak menjawab pertanyaannya. Tiba-tiba sosok wanita berumur tiga puluhan datang dan terkejut melihat gadis ini basah kuyup.

"Ya ampun keujanan, ya? Sini masuk-masuk. Ya ampun, Ki, kasian anak orang keujanan gini," kata wanita tersebut sambil membawakan dua buah handuk untuk Riski dan Alesya. Yang Alesya yakin adalah mamanya.

Alesya menerima handuk tersebut. Riski sedang di dalam untuk mengganti bajunya, menyisakan Alesya dan mamanya di ruang tamu.

"Makasih, Tante," kata Alesya sopan.

"Tadi dia lagi jalan sendirian abis ada rapat OSIS, aku ajak sekalian aja. Eh tiba-tiba ujan, aku panik sama mie ayam mama, makanya aku lupa belok ke jalan rumah dia," jelas Riski sambil jalan menghampiri sofa yang sudah diisi Alesya dan mamanya.

Alesya yang mendengar penjelasan Riski jadi membuang napas dan menggelembungkan pipinya, agak kecewa tidak sampai ke rumahnya.

"Kamu ganti baju ya sayang, biar nggak masuk angin. Bentar, Tante cariin baju Riski," ucap wanita itu khawatir, ia sangat perduli kepada Alesya. Ia jadi terenyuh.

"Yang tadi mama, care banget kalo udah ketemu sama anak perempuan. Ya karena emang gue anak tunggal, tapi dia mau punya anak perempuan, gitu deh, perduli banget, kan?" jelas Riski membuat Alesya mengangguk-angguk paham.

Tak lama, wanita yang disapa Tante Ren itu datang membawakan baju beserta celana yang Alesya bisa tebak punya Riski.

"Kamu ganti aja pakai ini, buat sementara aja, daripada kamu masuk angin," ucapnya seraya menyerahkan baju tersebut yang lebih tepatnya hoodie berwarna krem beserta training hitam. Alesya menerima dengan sopan, dan segera mencari ruangan untuk mengganti baju.

"Kamu ganti di kamarnya Riski aja, Tante mau ke belakang, mie ayamnya udah dingin," sergah wanita itu dan langsung pergi ke belakang.

Riski lagi asik memainkan handphonenya yang sedang membalas chat anak-anak futsal. Tak lama Alesya kembali dengan hoodie yang agak kebesaran juga celana training yang agak digulungnya.

"Kok kayak orang-orangan sawah dah," celetuk Riski yang melihatnya menggunakan baju kebesaran membuat Alesya hampir mengumpat. Alesya duduk di sofa tersebut, merasa tidak enak seperti merepotkan Riski dan mamanya.

Mamanya datang kembali, membawa dua cangkir minuman, satunya kopi dan satunya jahe hangat.

"Buat kamu jahe, ya? Tante biasa buatin Riski kalau kehujanan jahe, biar anget," ujarnya ramah seraya menyodorkan Alesya cangkir tersebut.

"Makasih, Tan. Aku jadi nggak enak hehe, jadi ngerepotin," tukas Alesya takut-takut. Apalagi cewek berpipi bulat yang rambutnya sebahu ini memang anaknya nggak enakan.

"Nggak, nggak apa-apa. Diminum ya, Tante mau kebelakang, mienya jadi melar hehe," katanya sopan dan segera kebelakang, Alesya mengangguk mengiyakan.

Hujan sore itu ditemani secangkir kopi dan jahe hangat serta dikolaborasikan dengan obrolan-obrolan ngalor ngidul mereka. Dari mulai bahas sibuknya OSIS, gabutnya ekskul musik Alesya tanpa pelatih, bosannya Alesya di rumah, konyolnya orang-orang di kelas Alesya, dan yang sedang berlangsung dibahas adalah Reyhan yang selalu bersisian dengan Alesya. Semua topik itu dimulai dari Riski.

"Ya ampun, Reyhan temen gue dari SMP, dia saudara gue, nggak bakal lah gue besanan sama dia," sergah Alesya yang ngegas dituduh dengan hal yang bukan sesuai fakta.

"Dia kayak abang gue sendiri, abang ke dua setelah Kak Andi. Ya, walaupun nggak kayak abang kandung, asik aja buat have fun," lanjutnya sambil menyeruput lagi jahe hangatnya.

Riski mengangguk-angguk paham. Pemuda itu menojok-nonjok sofa yang didudukinya tanpa sepengetahuan Alesya. Ah, pemuda itu merasa bersalah saat di ekskul kemarin. Sikap dan perlakuannya kepada Reyhan ternyata tidak sesuai dengan cerita asli dari yang ia dengar barusan dari sumbernya.

Ck, pemuda ini jadi benar-benar merasa bersalah.

Sampai pada di mana mereka hanyut dalam perbincangan yang tak berujung. Sore itu hingga malam menjelang, lampu-lampu mulai dihidupkan oleh sang mama. Suara rintik hujan benar-benar berhenti, berganti dengan suara-suara jangkrik yang menyambut malam.

Ternyata keduanya pulas di tempat. Obrolan mereka terlalu seru hingga menimbulkan tawa-tawa lucu dan bahagia dari keduanya. Lelah tertawa dan berbincang mereka ketiduran. Setelah tersadar kini sudah pukul tujuh malam.

Gadis yang kini mempunyai rambut sebahu itu terbangun, melihat sekitar dengan bingung. Di depannya ada pemuda yang sedang pulas di atas sofa, tanpa selimut. Sedangkan Alesya diselimuti. Ia melirik jam, pukul tujuh.

"Gue ketiduran? Di sini? Kenapa rumah ini dan keluarga ini membawa keteduhan buat gue?" batin gadis itu melihat kembali seisi rumah Riski.

------





A/n:

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

ALESYA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang