Mereka sudah sampai disalah satu mall yang ada di kotanya. Sebelum sampai sini, Riski sudah ijin terlebih dahulu kepada Andi yang saat itu sedang iseng-iseng bermain gitar di teras.
Membuat kakak semata wayangnya itu, mengingat obrolan di angkringan es kelapa sore hari itu dan berhasil menyimpulkannya hari ini. Kalau ternyata benar, adiknya itu sudah ada pegangan. Alesya jadi kicep.
Keduanya mengunjungi toko yang sepertinya lengkap dengan baju-baju batik yang terpampang rapih.
"Gue cari dulu, ya," kata Riski sambil berjalan pergi ke bagian baju batik, Alesya ke deretan baju wanita dan kebaya. Mereka asik memilih, beberapa kali bertanya pendapat.
"Bagus, nggak?" tanya Riski begitu muncul dari ruang ganti sedang menggunakan baju pilihannya.
Alesya tersenyum simpul. Hampir tertawa. "Apa sih, warnannya ketuaan, itu warna buat bapak-bapak," jawabnya tertawa.
Riski jadi berbalik dan mengganti yang lain. Alesya sudah menemukan kebaya favoritnya. Kebaya berwarna putih dengan motif songket berwarna hijau toska. Ia segera membayar ke kasir. Yang tak lama Riski datang dan langsung menyerahkan batik pilihannya.
"Jadinya yang tadi?" tanya Alesya memastikan. Pemuda itu menggeleng.
Setelah keduanya membayar, mereka berjalan keluar toko, dan mengecek kembali baju pilihan mereka.
"Eh, kok," gumam Alesya agak terkejut melihat motif baju batik pilihan Riski.
"Kenapa?"
"Kok sama kayak motif songket gue?" tanya Alesya heran. Ia mengeluarkan songket miliknya.
"Lah iya, kok bisa sama, Al?" tanya Riski juga heran.
"Gue nggak tau kalo lo beli motif gitu, Ki. Masa bisa sama?" tanya Alesya heran. Ia jadi tidak enak bisa kebetulan sama seperti ini.
"Nggak apa-apa emang?" tanya Alesya sekali lagi.
"Udah, nggak apa-apa. Lagian kan yang namanya manusia nggak cuma satu yang punya kayak gini, dah nggak apa-apa," kata Riski menenangkan. Alesya mengangkat kedua bahunya. Jadi ikut pasrah.
"Yaudah, deh."
"Cari makan kuy, di Twenty Four!" ajak Riski bersemangat.
"Gue baru tau disini ada cabang Twenty Four," ujar Alesya agak bingung.
"Baru sih, gue rasa," jawab Riski seraya berjalan.
"Yaudah kuy, ada bm gue disana!" sergah Alesya jadi berjalan mendahului Riski
Di sudut lantai tiga ini cabang Twenty Four berada, keduanya memasuki cafe tersebut.
"Mau makan nggak?" tanya pemuda itu berdiri sebentar memastikan apa saja yang ingin dipesan. Namun, Alesya menggeleng. "Beli minum aja," jawab Alesya yakin.
"Yaudah."
Rizky berjalan ke tempat pemesanan, Alesya yang ingin secepatnya bm-nya itu terlaksana, jadi mengekori.
"Es kopi satu, sama...... Al, lo apa gece?" tanya pemuda tersebut.
"Moccachino!" jawabnya cepat.
"Panas atau dingin?" tanya sang pelayan tersebut.
"Dingin," jawab Alesya cepat.
Tak lama kemudian pesanannya datang. Riski mengambil keduanya, dan saat menoleh ke gadis tersebut, Alesya sudah memegang Green Tea Ice Cup. Membuat pemuda itu jadi resah.
"Kapan lo mesen itu?" tanya Riski jadi agak menjarak posisinya dari Alesya.
"Tadi, di mba yang sebelah," jawabnya sambil menjilat es krim yang berhasil ia sendoknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALESYA [SELESAI]
Teen FictionBagaimana jika seorang pangeran dapat jatuh cinta kepada upik abu? Dengan segala ketidaksengajaan semua dapat terjadi. Bersama Alesya akan diceritakan seorang upik abu yang beruntung mendapatkan cinta pangeran. Dengan balutan cerita anak SMA. (Cerit...