٤- Kenangan Terindah

120 10 1
                                    

Rabu, 02 Januari 2019.

Jam 04:10.

Seseorang membuka pintu ruangan Albi. Nadila menoleh, lalu mendapati Umi dan Bunda sedang berjalan menghampirinya.

Nadila tersenyum sendu. Begitupun Umi dan Bunda yang langsung memeluknya dari sisi yang berbeda. Umi di sebelah kanan, Bunda di sebelah kiri, dan Nadila di tengah-tengah keduanya.

Wanita.

Jika mulut tak lagi dapat berbicara, maka air matanya akan mewakilkan. Mewakilkan sebuah kalimat yang begitu pedih sampai-sampai belum mengucapkannyapun, hati terasa berdarah-darah.

"Allah Subhanahu Wata'ala tahu yang terbaik untukmu. Inilah taqdirmu sayang. Tetaplah berhusnudzan kepada Allah Subhanahu Wata'ala, mintalah ketegaran hati kepada-Nya. Bersandarlah kepada Allah, Sayang. Karena kita ini makhluk-Nya. Kamu akan terjatuh apabila tidak bersandar pada-Nya. Dia maha baik. Kamu akan menemukan hikmah dari semua ini secepatnya. Jadi sekarang, bersandarlah pada Allah. Hanya itu yang harus kamu lakukan. Ya?" ucap Umi lirih.

Nadila mengangguk.

"Sekarang kamu pulang, biar diantar sama Lifia. Bentar lagi subuh soalnya. Kamu ganti baju terus siap-siap. Biar masalah pemakaman, keluarga dan para kerabat yang ngurusin. Ya?"

Nadila mengangguk lirih. Karena kalau ikut mengurusi pemakaman, dia tidak yakin mampu.

Nadila keluar dari ruangan Albi. Lifia langsung menghampirinya.

"Kakak yang berguna," ucap Nadila sambil tersenyum sendu ke Lifia.

Lifia mengangguk, "Dia memang tidak pantas diberi kasih sayang, tapi dia tetap adikku. Itu yang kamu yang bilang, ingat?"

Nadila mengangguk-anggukan kepalanya.

Albi...

Memang tak pantas untuk diberikan kasih sayang. Tapi dia tetaplah seseorang yang punya peran di dalam kehidupan mereka semua.

Perannya sebagai anak, kakak, menantu, sahabat, dan seorang suami. Hanya itu saja, sudah cukup menjadi alasan mereka mau mengantar Albi pulang ke pangkuan Ilahi.

Albi..

Untung saja punya keluarga seperti mereka. Kalau tidak, semuanya akan pergi begitu saja ketika mengetahui semuanya.

Ya semua tentang pernikahannya, yang gagal. Bagi semua orang memang begitu, kecuali bagi Nadila.










~♥~

Bel rumah Albi dan Nadila berbunyi. Seseorang dengan tidak sabarannya terus menekan-nekan bel itu.

Nadila-yang sedang berada di kamarnya, jadi terburu-buru berjalan menghampiri pintu dan membukanya.

Bahkan dia hampir saja terpeleset di anak tangga terakhir.

Jangan bertanya di mana Albi. Laki-laki itu sedang lari pagi. Setidaknya itulah yang diberitahukan Albi kepada Nadila.

Mata Nadila membulat ketika mengetahui seseorang yang bertamu pagi-pagi begini dan dengan tidak sabarannya memencet bel, adalah Bundanya Albi, Lifia-kakak satu-satunya Albi, dan Revan-adik satu-satunya Albi.

Dalam artian keluarganya Albi, kecuali sang Ayah.

Mereka tersenyum lebar menatap Nadila apalagi seseorang yang kelihatannya habis menekan bel. Dia berdiri terdepan dengan sebelah tangannya masih menempel di bel, dialah Revan. Adik ipar Nadila itu malah nyengir lebar.

Kenangan terindah (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang