١- Kenangan Terindah

491 14 2
                                    

Rabu, 02 Januari 2019.

Jam 04:00.

Suasana rumah sakit tampak lenggang. Nadila tengah berdiri menatap wajah suaminya. Wajah itu terlihat tentram dan tenang. Nadila jadi bertanya-tanya, "Apa yang ada dimimpimu hingga enggan membuka mata? Aku-kah?"










~♥~

Susana pesantren Al-Qurraiyah sepi dan tenang. Hanya ada beberapa santri dan santriwati yang terbangun dan melaksanakan qiyamul lail di masjid pesantren .

Seorang Ning (1) tengah bersujud, merendah diri, dan memasrahkan diri kepada Sang ilahi. Bibirnya bergetar ketika mengucapkan dzikir dengan lirih. Selesai qiyamul lail, diapun berdiri bergegas melipat mukenanya dan keluar dari masjid.

Awalnya, dia berjalan menunduk. Hingga seseorang dengan tiba-tiba berdiri di hadapannya. Untunglah dia bisa menguasai diri, jadi dia tidak tertabrak orang itu. Nadila mengernyitkan dahi mengetahui seseorang yang berdiri di hadapannya adalah seorang laki-laki.

Bukan, bukan dia heran mengapa ada laki-laki di kawasan ini karena masjid ini memang masjid pesantren yang biasa digunakan untuk kegiatan besar. Jadi baik santri putri maupun santri putra, berhak datang ke sini-walaupun jarang santri putri yang datang ke sini.

Dia hanya heran karena tidak biasanya seorang santri berani menghampirinya yang notabennya adalah anak dari kyai di pesantren ini.

"Maaf, permisi," ucap Nadila.

Setelah mengucapkan itu, dia hendak lanjut berjalan, tapi dia ragu sebab orang tadi tidak juga bergeser.

"Maaf, saya mau bicara," ucap laki-laki itu.

Karena penasaran, Nadila mendongak. Tanpa sengaja, manik mata mereka bertemu.

Satu detik..

Dua detik..

Lima detik..

Keduanya tenggelam di dalam tatapan itu.

"Eh, astagfirullah! Afwan (2), saya tidak bisa. Mungkin lain kali saja ya? Assalamualaikum"

Nadila melangkahkan kakinya, hampir sampai ke pintu gerbang masjid. Namun, langkahnya terhenti karena dia mendengar laki-laki itu berucap, "Saya jadi langsung tau sifat kamu. Dramatis, sok penting, dan sok alim".

Nadila membalikkan badan. Dia agak tersinggung dengan ucapan laki-laki itu., tapi dia berusaha untuk tetap sabar. Nadila menunduk, enggan menatap laki-laki itu, dia lebih memilih menatap kolam ikan di pelataran masjid.

"Maaf? Apa saya punya salah sama kamu? Kok kamu dramatis banget ya? Perasaan nggak kenal, kok malah nilai saya seenaknya?" tanya Nadila.

Maaf, tapi Nadila tidak pernah bersikap ramah kepada orang yang suka bersikap seenaknya macam laki-laki di hadapannya ini.

Laki-laki itu terkekeh pelan, tapi Nadila tidak peduli. Dia malah berbalik sambil berucap, "Malah ketawa, jangan sampe mulutku yang pedes berulah"

Kenangan terindah (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang