١١ - Kenangan Terindah

62 6 0
                                    

03 Januari 2019.
16:05.

Nadila menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya. Sejak dulu, balkon memang tempat yang baik-bagi Nadila, untuk menenangkan diri.

Melihat langit yang cerah hari ini, Nadila jadi mengingat hari itu.

Hari dimana perusahaan Albi sedang bangkit dari jatuhnya. Hari-hari dimana Albi mulai berbohong padanya. Hari-hari dimana Albi mulai melukai Nadila dengan sebenar-benarnya luka.

Hari-hari itu adalah hari dimana Nadila begitu terluka tapi tidak berdarah. Dia sendirian, kesepian, dan tak ada teman.

Kebohongan Albi telah menyakitinya begitu dalam. Bahkan rasa sakitnya masih terasa sampai sekarang.

Seperti tertusuk ribuan pedang perang. Tusukan itu membuatmu mati dan pergi meninggalkan raga, tapi jiwamu masih merasakan sakit yang dirasakan raga. Padahal antara jiwa dan raga sudah terpisah. Sungguh kejam. Padahal waktu sudah memberinya jarak selama ini, tapi mengapa sakitnya kentara sekali seperti nyata?

Kejam.

Albi yang kejam.

Ya, Albi.

Memang,

Kejam.













Dengan cinta, waktu bisa berlakon seakan-akan kembali. Sebuah memori yang tampak nyata datang di dalam ingatan yang penuh luka, kembali, menebar rasa.











"Saya harus pergi beberapa hari ke luar kota. Ini demi perusahaan saya. Ada beberapa urusan yang harus saya selesaikan diluar kota. Jadi, saya akan pergi kurang lebih seminggu. Kamu jaga rumah. Saya bebaskan kamu mau kemana aja, terserah kamu. Saya percaya sama kamu," ucap Albi disuatu senja.

Keesokan harinya, Albi berangkat keluar kota. Nadila tak berniat melarang sedikitpun, karena dia percaya pada Albi. Albi tidak mungkin berbohong padanya.

Setelah keberangkatan Albi, Nadila menghubungi Bunda.

"Bun, Albi lagi pergi keluar kota. Aku telpon Kak Lifia tapi nggak dijawab. Beberapa hari yang lalu, Kak Lifia mau ke rumah tapi aku larang karena takut Mas Albi marah. Kalau Kak Lifia ada di rumah, tolong bilangin, besok main aja ke rumah nggak apa-apa."

"Eh? Albi ke luar kota? Kok nggak pamit sama bunda, ya? Kamu sendirian, dong. Lifia emang lagi sibuk sama kafenya. Sekarang lagi di Bandung, dia buka cabang lagi disana. Nanti Bunda telpon Revan suruh nemenin kamu, ya?"

"Eh, nggak usah, Bunda. Aku malah nggak enak sama bunda sama Revan kalau kayak gitu."

"Udah, nggak apa-apa. Revan anaknya baik, kok. Bunda ngerti apa yang kamu pikirin. Dia mah tinggal dikasih cemilan juga anteng di depan tv. Dijamin seratus persen nggak bakalan tuh kepikiran yang lain. Ya?"

"Emmm... Iya deh, Bun"

Akhirnya pada pukul 21:00 Revan mengetuk pintu rumah Nadila. Dengan wajah lelah dia masuk ke rumah Nadila, "Capek, Ka. Kuliah tuh capek banget."

Revan ke ruang tv dan duduk disana. Nadila mengambil beberapa makanan yang ada di dapur dan memberikannya pada Revan.

"Maaf ya, ngerepotin Van. Kakak langsung keatas ya. Kamu makan aja, kalau ada yang diperluin, ambil aja nggak apa-apa. Kamar tamu udah kakak beresin, kamu bisa tidur disana"

Kenangan terindah (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang