Epilog
"Akh! Sakit, Kurose-sensei!"
Naruto hampir tidak bernapas saat Dokter Kurose menyentuh luka di perutnya. Kini pria pirang itu menarik napas lagi sebelum sang dokter membuka perban yang melilit di sana.
Kurose adalah nama yang dipakai pria itu. Tentu saja bukan nama asli, melainkan hanya sebuah code name. Ia adalah dokter pribadi keluarga Uzumaki yang sudah terpercaya. Kurose hampir pernah menyentuh semua Uzumaki untuk diobati.
"Kalau kau tidak bisa diam begitu, aku tidak bisa membuka perbanmu, Naruto-kun."
Sementara di ujung pintu terlihat seorang pria bersurai hitam yang tidak tenang melihat kekasihnya yang diperiksa oleh dokter lain. Ia terus mengetukan jemarinya dengan menatap tajam kedua orang yang berada di kamar itu.
"Aah! Pelan-pelan, sensei," pekik Naruto dengan suara tertahan. Sementara Sasuke menahan napasnya seketika.
"Ini juga sudah pelan, Naruto-kun. Kalau tidak mau seperti ini, lebih baik kau belajar untuk menghindari serangan musuh. Kalau kau terluka seperti ini kan aku yang repot," jelasnya sembari membuka perban Naruto. Si pirang hanya meringis pelan mendengar ocehan sang dokter.
Sasuke berdecih. Sementara Dokter Kurose masih fokus untuk membersihkan luka Naruto. Si raven ingin sekali menarik kekasihnya itu dari sana. Entah mengapa ia kesal melihat tangan pria lain menyentuh Naruto seintim itu walau Sasuke tahu jika dokter tersebut sedang mengobati sang kekasih.
"Cukup." Sasuke mendekat ke ranjang yang sedang dipakai oleh kedua sejoli di sana. "Biar aku yang lanjutkan. Anda bisa kembali, Kurose-sensei."
"Kau tidak perlu melakukan itu, Sasuke." Naruto reflek berucap demikian karena tidak mau merepotkan kekasihnya tersebut.
Dokter Kurose mengerutkan dahinya. "Apa maksudmu? Aku tidak bisa meninggalkan hal ini pada orang lain. Apa kau―"
"Aku juga seorang dokter. Anda tidak perlu khawatir, sensei." Dokter Kurose tampak terkejut mendengar pernyataan orang yang baru ia lihat tersebut. "Akan kutangani dia dengan baik," ujar Sasuke lagi dengan nada datar.
Dokter Kurose berpikir lama. Ia menimbang-nimbang apakah bisa mempercayakan pasiennya pada orang yang baru ia temui. Dokter Kurose pun akhirnya tersenyum. Ia meletakkan peralatannya dan bangkit dari duduk, kemudian ia meninggalkan kamar Naruto.
"Kuserahkan padamu," ujar Dokter Kurose saat bersisihan dengan Sasuke yang tidak merespon apa pun.
KLEK
Dokter Kurose menutup pintu kamar Naruto. Ia juga sengaja meninggalkan peralatannya di kamar itu agar orang yang mengaku sebagai dokter itu tidak perlu repot-repot untuk keluar.
Sementara Naruto menatap Sasuke dengan kesal. "Apa yang kau lakukan, teme?" ketusnya.
"Apa? Aku hanya menyuruhnya keluar dengan halus," jawab Sasuke tanpa rasa bersalah.
"Tsk! Dia belum selesai melilitkan perban baru, teme!"
"Bukankah sudah kukatakan jika aku yang akan melanjutkannya, dobe?" Sasuke segera duduk di tempat yang sebelumnya diduduki oleh Dokter Kurose.
"Aku tidak mau merepotkanmu, Sasuke," cicit Naruto yang membuat si raven gemas sendiri.
"Aku tidak suka, Naruto."
"Eh?"
"Aku tidak senang saat orang lain menyentuhmu seperti barusan di depan kedua mataku sendiri. Itu membuatku sangat kesal." Terlihat dengan jelas ekspresi tidak mengenakkan di wajah tampan dokter muda itu.
"Tapi dia hanya mengobatiku, Sasuke. Kau tidak harus―"
"Aku tahu," potong Sasuke. Ia menatap lurus manik biru di hadapannya. "Tapi tetap saja aku tidak bisa menahan diriku untuk itu," ujarnya lagi.
"Sasuke..."
Pria bersurai hitam itu meraih kedua tangan pria di hadapannya. "Kumohon jangan biarkan orang lain menyentuhmu, Naruto." Diciumnya satu per satu punggung tangan si pirang.
"Baiklah, aku mengerti." Naruto tersenyum manis. Sasuke pun tidak bisa menahan diri untuk mengecup dahi Naruto.
"I love you, Naruto."
"Sasuke."
"Hm?"
"Bisakah kau cepat melilitkan perban itu?"
Sasuke mengerjap. Ia hampir saja lupa dengan hal yang sangat penting itu.
"Maaf, Naruto."
-END-
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Devil
Fanfiction《Sudah Dibukukan》 Uzumaki Naruto memiliki kehidupan yang bahagia. Memiliki hubungan khusus dengan Uchiha Sasuke yang berprofesi sebagai seorang dokter. Mereka saling mencintai satu sama lain. Namun di dalam kebahagian itu terdapat suatu rahasia. Ap...