-Kim Jennie-
Ketika aku terbangun, aku berharap apa yang terjadi kemarin adalah mimpi buruk. Bahwa aku tidak pernah mencintai pria brengsek yang bahkan namanya saja membuat muak untuk kusebut. Yang kuratapi hanya diriku yang tampak menyedihkan di depannya.
Kemungkinan pahit mulai terpikir olehku meski aku mengatakan bahwa itu mimpi buruk. Sejujurnya aku tidak bisa melupakannya begitu saja sebab tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar. Kapan dia menjalin hubungan dengan Choa ? Apakah sebelum kami menjalin hubungan, atau justru saat kami menjalin hubungan ? Kapanpun itu, bagiku sama saja menyakitkan.
Percayalah, aku masih merasa ada granat yang mengganjal dalam tubuhku. Yang kapan saja pemantiknya dapat kutarik dan meledak. Percuma saja meredamnya meski aku meminum tiga gelas air es dan mengunyah balok es nya. Lisa memandangku ngeri, seakan aku sedang melakukan aksi akrobatik memakan ayam hidup.
"Yak! Berhentilah minum. Kau bilang kau mau diet ?"
"Biarlah. Untuk hari ini saja."
"Aku tahu Taeyoung ...."
Aku melempar pandangan tajam pada Lisa ketika dia menyebut nama tabu itu.
"Ani, maksudku 'dia yang namanya tidak boleh disebut' mencampakkanmu, tapi kumohon jangan siksa dirimu lagi."
"Aku tidak sedang menyiksa diriku. Kalau aku memang berniat melakukannya, aku sudah meminum tiga botol soju beserta botolnya."
Lisa mengernyit ngeri mendengar ucapanku. Ayolah, aku tidak bersungguh melakukannya. Kalian pikir aku kesurupan ? Dicampakkan ya dicampakkan, tapi aku bukan orang yang gila akan cinta. Karna motoku adalah, Hidup akan tetap berjalan meski tanpa cinta.
"Lalu ibumu ... bagaimana dia? Kau pergi tanpa mengucapkan apapun padaku dan kau tidak bisa dihubungi setelah itu."
Pertanyaan Lisa membuat genggamanku melemah. Kuletakkan gelas di atas meja, kemudian kembali meratap sedih mengingat ibuku.
"Dia kemarin pingsan."
"Mwo? Sungguh? Lalu, bagaimana keadaannya?"
"Dia baik-baik saja. Tidak ada sesuatu yang fatal."jawabku. Tapi tetap saja aku butuh kekuatan untuk mengatakan itu. Mendadak aku lemah saat membicarakan soal kondisi ibuku.
"Tapi aku khawatir soal kondisinya. Ibu sering sekali pingsan. Aku takut sesuatu terjadi padanya."tambahku.
"Tidak mungkin. Dia berada di tempat yang tepat sekarang, setidaknya--maksudku bukan ini yang ingin ku katakan-- jika terjadi sesuatu padanya, dia akan segera mendapat penanganan."
Aku mengangguk mendengar jawaban Lisa yang menenangkan sebagian diriku.
"Apa kau sudah memberitahu ibumu soal kau dan Tae--maksudku 'dia yang namanya tidak boleh disebut'?"
Aku menggeleng lemas. Ah, iya. Soal itu. Aku tidak mungkin mengatakannya sekarang atau bahkan nanti. Ini bukan saat yang tepat.
"Ya benar, dia akan semakin terbebani kalau kau bilang tentang ini. Ibumu sangat menyukai dia, kan ?"
"Manhi."(Sangat) jawabku sedih.
Lisa menghela napas kecewa. Kurasa dia turut menyesal soal kejadian ini. Tapi dia pun tak bisa melakukan apa-apa.
Saat ini bukan waktunya untuk meratapi nasib. Prioritasku sekarang adalah ibu. Aku masih bisa hidup tanpa Taeyoung, tapi aku tidak yakin bisa hidup tanpa ibu. Sesuatu mendadak meletup di benakku, membuatku mengucapkannya secara spontan.
"Lisa-ya, apa tawaranmu masih berlaku?"
"Hm? Tawaran apa?"tanya Lisa bingung.
"Aku akan bekerja di perusahaanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Housemaid [K.Taehyung&Jennie.K]
Fanfic[Complete] ✔ [Pastikan sudah follow sebelum membaca. Tuan rumah tidak pelit folback kok?] ✔ Bagaimana ketika Kim Taehyung, seorang pria dingin dengan penuh luka bertemu dengan Kim Jennie, yang menggantungkan hidup padanya. Meski muak, namunTaehyung...