Kamu tak ingat?
Jika hujan menjadi salah satu lukisan kenangan kita.Boleh aku bercerita lagi.
Saat itu sedang musim hujan.
Ketika kita keluar dari gedung materi.
Rintik hujan mulai turun.
Membasahi panasnya aspal perkotaan yang menginginkan cintanya air.Tak menganggu ku yang sedang bercanda ria dengan teman temanku.
Semakin deras.
Tak membuat ku beranjak pulang.
Malah membuat ku ingin bermain di dalamnya.Dalam ributnya hujan yang tergesak ingin segera menyentu jalanan.
Terdengar tawa renyah.
Pemecah keheningan.
Karena temanku membuat lelucon nama kita.
Dia menggabungkan nama kita.
Dan kamu tertawa.Aku malu.
Antara malu dengan leluconnya atau malu dengan hujan yang ikut menyoraki kita.Itu tak lama terjadi.
Karena salah satu dari temanku menarik ku ikut bermain dalam lebatnya hujan.Aku tak bisa menolak.
Aku menikmati hujan.
Sembari membayangkan tawa lucu mu gi.
Membayangkan bahwa tawa itu bisa ku dengar setiap hari.Kamu tau.
Aku bermain dengan hujan cukup lama.
Sampai saat hujan hanya tinggal rintik kenangan.
Menyisakan badanku yang memanas.Esok paginya ku paksakan sekolah.
Kamu tau kenapa aku sekolah?
Hanya untuk melihat diri mu, gi.
Ironis bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Nostalgia
PoesiaIni tentang kisah luka masa lalu yang selalu memberi harapan untuk masa depan. Bahwa sekarang harus menunggu ketidakpastian yang memilukan, ditengah ketidaksempurnaan kata kita.