0 - kronologis

305 36 2
                                    

"Kamu mau putus sama aku Val? Kenapa Val? Salah aku apa?" Vanka sudah siap untuk meluncurkan air terjum alami.

"Aku udah gabisa sama kamu lagi Van, maafin aku. Aku udah ga sayang lagi sama kamu." Noval menjelaskan dengan rasa bersalah yang dibuat-buat sepertinya.

"Hanya kaya gitu Val? Selama kita pacaran 1 tahun, cuman itu yang bisa kamu jelasin ke aku? Cowo macem apa kamu Val?" Sedikit berteriak lebih tepatnya.

"Sorry." Hanya satu kata itu yang diucapkan Noval, lalu dia pergi. Meninggalkan Vanka yang bengong tidak mengerti.

***

Dikta mondar-mandir, kesana kemari. Dia sangat khawatir terhadap kondisi mama nya yang sekarang sedang ditangani dokter.

Dokter bersama beberapa suster keluar dari ruang inap mama nya Dikta.

"Dok bagaimana keadaan mama saya?" Dikta langsung menanyai dokter ketika melihat dokter keluar dari ruang inap Vika, mamanya Dikta.

"Ada keluarga yang lain?" Dokter tidak mengubris pertannyaan Dikta, justru balik tanya ke orang-orang disekitar Dikta.

"Saya suami nya dok" ucap papa Dikta, Indra.

"Mari ikut saya. Nak Dikta boleh menemui Ibu Vika didalam."

Dengan cepat Dikta menemui Vika yang terbaring lemah di ranjang.

"Mama? Gapapa kan ma? Apa yang sakit ma? Bilang Dikta aja gapapa.." Dikta mengucapkan dengan sangat lembut, tidak biasanya seorang Dikta berkata selembut itu kepada orang.

"Mama gapapa ko sayang. Mama mau ngomong sama kamu bole ya?" Vika mengusap lembut rambut Dikta.

"Bole ma:)"

"Pesan mana kalo mama udah gaada sama kamu lagi. Jagain papa demi mama ya Ta, banggain papa Ta, dengan papa bangga maka mama juga bangga. Berubah Ta, jangan nakal terus, jangan buat papa marah terus ya Ta. Buat orang-orang disekitar kamu bangga Ta:)"
Vika berkata seperti itu sambil mengeluarkan tetes demi tetes bulir air mata, membuat Dikta tidak kuasa untuk tidak ikut menangis.

"Iya Ma, Dikta bakal berubah. Demi mama, demi papa, dan demi orang-orang disekitar Dikta. Dikta janji ma" Dikta berucap demikian, tulus bahkan sangat tulus.

Tidak lama kemudian, Mamanya pingsan, seperti pingsan namun lebih mengerikan dibandingkan pingsan.

"Ma? Mama? Ma?" Kata demi kata dikeluarkan dengan naik satu oktaf. Lalu Dikta berkata lagi "Dok? Dokter? Suster? Tolongin mama saya."

Dokter segera masuk dengan beberapa suster mendampingi, tanpa banyak bergerak Dokter memeriksa Vika. Sampai akhirnya Dokter mengeluarkan sorot mata itu, sorot mata yang paling ditakuti oleh Dikta, sorot mata yang menjelaskan betapa akan merasakan kehilangannya Dikta, sorot mata yang bisa membuat pertahanan Dikta hancur, sorot itu hanya sorot itu yang bisa membuat Dikta seperti itu.

"Innalillahi wa Innalillahi roji'un:(, maaf kami tidak bisa menyelamatkan ibu vika." Sorot itu akhirnya terbongkar apa yang dimaksud sorot itu.

Dikta menangis tidak kuasa menahan bulir air mata yang terjun keluar dari matanya.
Ketakutannya terjadi, ketakutannya yang sangat ditakutinya pun mengahampirinya, tidak bisa dijelaskan perasaan Dikta sekarang.

Namun, Dikta ikhlas dan mencoba Tabah. Dikta sadar, mama nya sudah tidak kesakitan lagi disana. Dan Dikta akan membuat mama nya bangga disana, begitupun dengan orang-orang disekitarnya.

***

Cerita first aku yang benar - benar serius. So doakan aku bisa mencapai cita - cita aku!🤗

AMINNNNN.

Enjoy sist!👋

ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang