Chapter 5

133 25 2
                                    

Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan.
Tidak aku sadari, ternyata tenggerokanku sudah membaik. Kini hanya menggunakan plester biasa dan tidak menggunakan Gips lagi. Aku sudah bisa bebas ber tengak-tengok kesana-kemari sesukaku walaupun terkadang rasa nyeri masih bisa aku rasakan.

Jujur saja, aku merasa bosan. Kerjaanku hanyalah tidur, makan, menonton tv, terkadang aku diberi PSP Agar tidak bosan, dan terkadang aku diajak menonton beberapa film bersama Roman dengan laptopnya.

Selama aku tinggal bersama Roman, aku selalu dirawat dengan baik, selalu diperingati untuk makan, minum obat, bahkan sampai mandipun aku selalu rutin sehari dua kali. Dan yang paling berkesan bagiku ialah,

Roman sama sekali tidak menyentuhku

Dia benar-benar tidak menyentukku kecuali sedang check kesehatanku, seperti memegang urat nadi dan mendengar seberapa cepat degupan jantungku, dan yang lainnya.

Walaupun aku merasa cukup nyaman disini. Dan diperlakukan dengan baik. Tetapi, asal kalian tau.

Aku selalu berusaha untuk kabur.

Aku sudah berkali-kali berusaha untuk melarikan diri dari sini. Aku keluar dari rumah ini dan pertama kalinya aku menghirup udara segar kembali, rasanya sangat segar karena disana terdapat banyak pohon-pohon tinggi, dan aku bisa memperkirakan kalau aku berada ditengah hutan.

Saat itu aku sudah mulai untuk berlari. Saat itu terakhir aku melihat Roman dia sedang tertidur, dia baru pulang entah dari mana, saat dia datang, aku masih tertidur --tidak sepenuhnya tidur, aku sadar hanya saja berpura-pura tidur-- dan aku mencium bau amis darah yang menyengat saat dia melewati kasurku untuk menaruh beberapa bawaannya, lalu pergi ke kamar .

Ya, itulah yang membuatku bertekat untuk melarikan diri.
Aku merasa takut.

Aku berlari, melewati pohon-pohon tinggi. Semakin jauh aku berlari, semakin gelap jalan yang aku lewati.

Aku berlari tanpa tau arah jalan. Yang aku tau hanyalah berlari lurus kedepan.

Walaupun aku merasa sudah tidak kuat berlari, pandanganku semakin buram, berkunang-kunang. Aku tetap memaksakan diri untuk lari dari sana. Dan pada akhirnya.

Aku tumbang juga.

Saat aku bangun, aku sudah berada di kasur. Aku menoleh ke kiri, dan aku melihat wajah Roman yang sangat marah. Tetapi dia tidak berkata apa-apa. Tapi aku sangat tau kalau dia sangat marah karnaku.

---

Beberapa hari kemudian.
Aku mencoba kembali untuk melarikan diri. Kali ini Roman sedang pergi. Waktu itu masih sangat pagi, Dia ditelepon oleh entah siapa yang meneleponnya, lalu setelah telepon terputus, dia langsung membereskan bawaannya.

Saat dia selesai, dia berbisik padaku.

"Jangan kemana-mana ya. Kemungkinan aku akan pulang malam. Makanan ada di kulkas, kamu bisa hangatkan sendiri kan. Aku tau kamu sudah bangun, jangan berpura-pura"

Aku terkejut, dan langsung membuka mataku. Saat itu juga Roman tersenyum. Dan itu pertama kalinya aku melihat Roman tersenyum seperti itu.

"Nah. Sudah aku duga. Jangan lupa mandi pagi. Sehabis itu langsung ambil makanan di kulkas, hangatkan saja ya. Aku pamit." Ucapnya dengan senyum yang sangat langka bagiku. Ia mengecup keningku lalu pergi.

Roman mencium keningku? Untuk apa?

Terdengar suara mesin mobil berbunyi. Lalu menjauh. Saat suara itu menghilang. Pikiran melarikan diri pun terlintas.

Maaf, tapi aku harus pergi dari sini.

Setelah tidak terdengar lagi suara mobilnya. Aku bergegas keluar dari sini.

Chain Of The DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang