Chapter 13

93 17 0
                                    

Seperti janji Roman, dia berhenti dari pekerjaan yang penuh darah itu, dia mengurus semuanya sampai tuntas tanpa jejak. Lalu kami pindah dari rumah yang kami tempati sebelumnya, Rumah yang dikelilingi pohon itu kami tinggalkan begitu saja, lalu pergi sangat jauh dari kota itu, bahkan bisa dibilang kami pergi meninggalkan negara ini. Membeli rumah kecil yang dikelilingi oleh warga yang sangat baik hati dan ramah, membuat kami merasa nyaman dengan suasana disini. Serasa kembali hidup di dunia normal.

Tidak lama kemudian, kami melaksanakan pernikahan, dan akhirnya kami sah menjadi sepasang suami istri, setelah itu, Roman mendapatkan pekerjaan sebagai chef di sebuah restoran ternama -Roman sangat menguasai teknik memasak semenjak dia tinggal sendirian - untuk menafkahi kehidupan kami.

Walaupun gaji dari pekerjaan Roman sudah sangat cukup untuk kami, tapi aku merasa sangat bosan kalau hanya berdiam saja dirumah, melakukan pekerjaan seorang istri seperti bebenah, mencuci baju, dll. Dan pada suatu hari aku datang ke Restoran dimana Roman bekerja, aku sangat merindukannya dan ingin melihatnya bekerja, dan saat aku sampai disana, aku melihat ada lowongan pekerjaan disana, menjadi seorang penyanyi di restoran tersebut, restoran itu membutuhkan seorang penyanyi wanita, pada akhirnya aku berbicara kepada sang manager tentang lowongan kerja tersebut, awalnya aku merasa ragu karna sudah sangat lama aku tidak bernyanyi, tetapi tidak aku sangka aku langsung diterima begitu saja setelah mendengarku bernyanyi. Pada akhirnya, aku memiliki pekerjaan yang cocok untuk diriku, dan Roman menyetujui keinginanku, karna dia tidak perlu merasa khawatir lagi kalau aku merasa kesepian dirumah.

Setiap pagi kami pergi bersama untuk bekerja, dan pulangpun selalu bersama. Kini hidupku jadi semakin sempurna.

Tetapi, rupanya kesempurnaan itu tidak bertahan lama pada kami berdua.

(Reccomend: Play Musik yang berjudul Dust It Off by The Dø)

"Burning papers into ashes, what a season. How they fly high from the ground up🎶" Aku mulai menyanyi, diatas panggung kecil ini, dengan nada yang menenangkan. Melirik kepada setiap pengunjung yang sedang menyantap makanan.

"There is yet another fountain
Flowing over, as the night falls. Keep dreaming away 🎶"

Aku melirik ke arah kananku dengan pelan dan lembut mengikuti irama, terlihat seorang laki-laki dengan mengenakan kacamata hitam, memiliki kumis dan jenggot beruban, berbadan gemuk, melihat kearahku dengan sangat serius sampai dia harus membiarkan makanannya mendingin.

"If you hold on to that past. Don't you lock yourself inside 🎶" Aku mengalihkan pandanganku dari laki-laki tersebut, dan melirik kearah tamu yang lain. mereka lebih menikmati makanannya sambil mendengar alunan musik yang aku nyanyikan dibandingkan harus mendiamkan makanannya mendingin dan melihatku saat menyanyi.

"Nothing has been done before. It's the most virgin dress you could possibly wear. Mess it up. Time is up 🎶"

Aku menyanyikan lagu dengan sepenuh hatiku, seakan lagu ini sedang menasihatiku agar aku tetap tegar dan tidak selalu melihat masa lalu. Tidak semua masa lalu bisa menolongku untuk kehidupanku di hari kemudian. karna, hanya hari ini yang bisa menolongku untuk mewujudkan masa depanku.

"Someday miraculous spread. Will forgive every cowardly thing that you've done. That I've done. Dust it off~ 🎶" Tanpa sadar lagu yang aku nyanyikan sudah sampai akhir.

Setelah musik berhenti, saat itu aku dan yang lain ingin break sebentar, sebelum kami memberi salam, laki-laki bertubuh gemuk itu memanggil kami semua.

"Maaf. Bolehkah kalian menyanyikan satu lagu lagi, akan saya beri bonus untuk kalian. Kumohon." Pria bertubuh besar itu berdiri memandang kami semua dari balik kacamata hitamnya.

Aku merasa tidak tega untuk menolak. Setelah aku melirik kepada pemain-pemain musik tersebut, mereka menganggukkan kepala, mereka setuju, "baik tuan, kami akan menyanyikan satu lagu lagi." Ucapku dengan sopan kepada pria tersebut.

"Ta-tapi, bolehkah saya yang menentukan lagunya?"

"Hmm. Kalau saya tau liriknya, saya bersedia." Aku mengangguk kepada pria tersebut, sangat terlihat pria itu sangat senang saat aku mengucapkan kata-kata itu.

"Aku.. Aku ingin kamu menyanyikan satu lagu yang berjudul The One That Kill the Least yang dinyanyikan oleh band yang bernama Slipknot. Apa boleh?" Sangat terlihat sekali dia sangat gugup saat dia meminta. Tangannya bergetar, dan meremas kemeja hitamnya sampai menggerut.

Tidak hanya pria itu yang gugup. Akupun merasa gugup dan kaku setelah mendengar permintaannya. Sudah sangat lama aku tidak menyanyikan lagu tersebut, lagu yang memiliki kenangan mendalam bagi-ku. Kenangan dimana aku bernyanyi bersama Ayah Angkatku dan yang lainnya, lagu favorit kami semua.

"Ah.. ka-kalau tidak boleh juga tidak masalah kok, saya tidak memaksa" ucap pria itu, dari nadanya sudah sangat jelas kalau dia sangat gugup dan takut.

"Tidak. Saya hafal lagu itu, saya bisa menyanyikannya untuk anda Tuan." Aku memberi beberapa intruksi kepada para pemain musik, dan ternyata mereka sudah menguasa lagu itu. Betapa beruntungnya pria itu.

Setelah itu, aku memposisikan diriku didepan, memegang mic dengan keras. Dan menunggu bagian intro lagu dimulai.

(Reccomend: Play musik yang berjudul The One That Kill The Least by Slipknot)

"I don't seem to care today
I mirror what I love with what I hate 🎶"

Penyejuk ruangan disini masih menyala, tetapi tubuhku mulai berkeringat. Sekarang aku mulai berfikir mengapa Pria itu memintaku menyanyikan lagu ini.

"Empty ways can cloud your eyes. I only know because I tried. So come with me! Come with me!
Let's meet our contestants! That have no better time to play the game" Hentakan nada musik mulai membuat tubuhku bergerak dengan sendirinya.

Aku lanjut menyanyi, dan astaga, ini membuat hatiku berdebar.

"Leading in the dark, Everything is wonderful. I don't care, I don't want to forget!🎶" lirik bagian ini rasanya seperti menusuk hati.

Semakin aku menyanyikan lagu ini, rasanya aku ingin berhenti. Aku tidak ingin kenangan masa laluku yang sudah aku kubur selama setahun lebih ini menjadi sia-sia hanya karna satu lagu ini. Tetapi, aku tidak bisa menghentikan ini semua. Sangat tidak profesional jika aku melakukannya.

"And as I close my eyes, Alone in here I realize. The one that kills the least still kills us all! The one that kills the least still kills us all! The one that kills the least still kills us all!
All! All! All!" Diakhir lagu, tanpa sadar aku menginjak Spiker yang berada dibawah, dan berteriak sedemikian rupa pada kata 'all!' Tersebut.

Saat aku melirik ke arah pria tersebut. Aku melihat air mata yang mengalir di pipinya yang gembul itu melalui kacamata hitamnya.

Astaga, apa yang sudah aku perbuat? Apa ada kesalahan saat aku menyanyi?

"Haah. Ya ampun. Maafkan saya Nona, Saya selalu menangis saat melihat seorang wanita mengCover lagu tersebut. Bisa kita bertemu dibelakang nanti? Setelah saya menghabiskan makanan saya?" Pria itu menghapus air matanya tanpa membuka kacamatanya. Saat itu aku hanya bisa mengangguk, dan menatapnya keheranan.

***

Chain Of The DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang