Chapter 1

197 29 0
                                    

Beberapa hari kemudian setelah kejadian penembakan itu, konser yang lain ditunda untuk sementara. Luka-luka dan trauma yang membekas inilah yang membuat semuanya tertunda.

Suatu pagi, aku keluar mencari udara segar. Saat aku keluar, aku melihat ada sebuah surat yang disana tertulis bahwa surat itu adalah untukku. Aku langsung membawa surat itu kekamar, dan membaca surat itu.

Jantungku sangat berdebar saat membaca surat ini. Ini cukup membuatku panik dan penasaran.

Surat itu tertulis seperti ini:

Dear Feline Michellia,

Bolehkah kita bertemu? Aku ada perlu denganmu, ini sangatlah penting, demi nyawa orang-orang yang dekat denganmu. Masih Ingat kejadian penembakan konsermu beberapa hari yang lalu? Aku ada info untukmu, aku harap kamu bisa meluangkan waktu untuk ini.

Kamu bisa datang ke alamat ini:
Jl. A, Block B.
Aku tunggu besok jam 10 siang.

Isi surat ini tidak mencantumkan beberapa info penting, hanya tertuliskan alamat saja. Tetapi, surat ini tetap membuatku semakin penasaran. Aku yakin pengirimnya tidak mencantumkan nama untuk berwaspada, karna bagiku ini suatu hal yang memang cukup danger.

Keesokan harinya.

Waktu menunjukkan pukul 9.30 siang. Aku sudah siap untuk pergi ke tempat dimana alamat itu dituliskan dalam surat itu. Aku berangkat sendirian, tidak memberitahu orang rumah. Aku yakin aku akan dicegah bila aku memberi tahu mereka.

"Taxi!" Teriakku kepada taxi yang kebetulan lewat depan rumah, "Antar Aku ke Jl. A, block B."

"Baiklah nona, sihlakan masuk."

Aku membuka pintu taxi, lalu duduk dengan tenang didalam.

Beberapa menit diperjalanan, taxi mulai memasuki kawasan kumuh dan sepi, entah aku merasa feeling yang tidak enak.

"Berapa menit lagi ya pak kira kira?" Tanya-ku kepada Supir Taxi.

"Didepan sana kita sudah sampai tujuan, Nona." Sang Supir taxi menunjuk kearah rumah yg berada didepan.

"Oh, okay." Aku mengangguk dan terdiam.

Taxipun berhenti beberapa detik setelahnya. Akupun keluar dari taxi dan tidak lupa membayar tagihannya. "Terima Kasih, Pak"

Taxi itu akhirnya pergi meninggalkanku. Saat aku berbalik, aku melihat sebuah Rumah yg terlihat cukup terrawat dibandingkan rumah yang lainnya. Ya, itu rumah dari Block B. Akupun menuju kedepan pintu dan mengetuknya.

Tok tok tok!

"Ada yang bisa saya bantu?" Seorang laki laki muncul dibalik pintu rumah itu, terlihat seperti berumur 25 tahun keatas, mengenakan pakaian santai dan memiliki tatapan dingin.

Aku memberikan surat yang membawaku kesini, lalu dia mempersihlakan aku masuk.

Aku berjalan memasuki lorong. Lelaki itu menutup pintunya, lalu berjalan lebih cepat mendahuluiku dan menunjukkan ruang tamunya.

"Silakan duduk, Saya akan mengambilkan minuman." Lelaki itu akhirnya pergi dari ruang tamu. Dan meninggalkanku sendirian.

Suasananya benar-benar sangat sepi dan sunyi. Kini aku sedang duduk di sofa panjang yg membelakangi lorong yg tadi aku lewati. Kini aku hanya melihat bayangan diriku dihadapan televisi dihadapanku. Entah, apa memang sengaja Ruang Tv digabung dengan Ruang Tamu atau bagaimana.

Biar aku beritahu tepatnya ruangan ini.

Ruangan ini terletak di ujung lorong, ruangan ini tidak memiliki pintu sama sekali, tidak ada kaca, tidak ada lorong lainnya. Kalian hanya bisa melihat beberapa pintu di setiap lorong saja.

Ruang yang aku tempati ini adalah ruangan sangat luas, properti diruang ini hampir semuanya tua, warna cat tembok yang gelap, dan minim sekali dengan lampu.

Entah rumah ini terlihat sangat kecil dari luar, sedangkan dari dalam terlihat cukup memiliki ruang yg lumayan luas.

"TING" 

Notif chat dari handphoneku berbunyi. Aku menunduk dan membalas pesanku.

Setelah selesai membalas. Kepalaku kembali terbangun, dan aku melirik ke arah televisi lagi. Dan—

Sial!

SLAAASSSSHH!

Refleks Aku berguling, lalu terjatuh, tapi syukurlah aku masih sadar. Aku masih bisa bangkit. Aku lihat bahu kiriku mengeluarkan darah cukup banyak saat ini.

Aku melihat kedepan, aku berdiri dengan tegap dan berjalan mundur. Seperti apa yg kulihat dibayangan televisi tadi, orang itu memakai topeng, memakai jaa Hitam dan celana hitam panjang,

Sangatlah rapih.

Ia membawa pisau yg berlumuran darah bekas goresan dari bahuku. entah ini hanya sebuah mimpi buruk atau bagaimana, tetapi aku ingat orang ini. tampilan khasnya sama seperti apa yg dikatakan dalam sebuah artikel yang pernah Aku baca.

Pembunuh bayaran, dan semacamnya

Pembunuh bayaran yg memiliki sistem Rantai yang akan terus membunuh. Yang bilamana sang Pengutus itu sudah kehabisan tujuan untuk dibunuh, maka sang pengutuslah yang akan menjadi sang Penutup Rantai. 

"Hai, salam kenal. Aku diutus untuk membunuhmu wahai gadis mungil. Kemarilah, akan kuantar kau ke neraka. He-he." Ucapnya, sambil menunjukkan pisaunya.

Lorong yang menuju ke pintu keluar terhalang oleh orang itu. Kalau aku berlari kearahnya, apa yang akan terjadi. Tapi itu satu-satunya cara.

"Ah kelamaan! Sini kau." Orang itu berlari kearahku. Ini kesempatan.

Dia berlari kearahku, lalu aku berguling melewati pembunuh itu. Akhirnya aku bisa lari melewati lorong. Saat sampai pintu keluar. dan sial.

Pintu terkunci.

"Mau kemana lagi sayang? Diamlah. Jangan memperhambat pekerjaanku, aku masih memiliki banyak pekerjaan." ucapnya dengan santai sambil berjalan kearahku.

Aku masih berusaha membuka pintu tetapi usahaku sia-sia saja. Aku coba mendobrak dan tetap saja tidak terbuka. Aku tengok ke belakang, ternyata si pembunuh semakin mendekat. Oh Tuhan, aku harus apa.

DRAKK!

"Haaahh!!" Teriakku refleks karna bahuku didorong ke pintu dengan sangat kasar.

Tangannya dibahuku, pisau menghalang tenggerokanku. Dia berhasil meraihku. Tetapi dia terdiam dan menatapku.

"Entah, kenapa aku terhenti seperti ini?" Tanyanya pada dirinya sendiri. Kemudia dia menunduk.

SLASH!

"Maaf. tapi aku harus melakukan ini." Ucapnya, sambil menatap mataku.

Aku mulai terjatuh, darah mengalir bagaikan air terjun. Aku menahannya dengan tanganku agar tidak mengeluarkan darah sangat banyak.

Aku ingin berdiri dan melawannya. Tetapi pandanganku mulai kabur karna sekian banyaknya darah yang berkeluaran. Akhirnya akupun tergeletak diatas genangan darah. badanku sudah tidak kuat untuk menahan tubuh ini. Mataku benar-benar semakin kabur.

"Ah sial! Kesini kau wanita sialan!"

Samar-samar terdengar suara pembunuh itu, aku lihat dia kembali berjalan kearahku. Setelah itu aku sudah tidak bisa melihatnya lagi.

Semuanya menjadi gelap

Chain Of The DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang