Chapter 23

82 12 0
                                    

Pagi-pagi sekali kami bergegas pergi menuju pemakam. Lokasi pemakamannya sangat jauh, maka itu kami harus pergi lebih pagi. Diperjalanan Aku hanya bisa terdiam sambil menghirup udara segar di pagi buta ini.

Hari ini Aku mengenakan dress hitam panjang yang berbahan tipis dan mengenakan celana hitam panjang didalamnya agar celana dalamku tidak terlihat saat berjalan, dan dipadukan dengan flatshoe hitam. Sedangkan Roman hanya mengenakan Kaus Hitam berlengan pendek yang ditutup dengan Jas Hitamnya, lalu mengenakan celana bahan berwarna hitam dan dipadukan dengan Sepatu Sport miliknya.

Perjalanan memerlukan waktu 5 Jam agar sampai disana. Dan diperjalanan aku tertidur dengan pulasnya. Jujur saja, Aku merasa sangat lelah, ditambah lagi semalam Roman bermain cukup lama dan menguras sangat banyak energi, tidak seperti biasanya. tetapi selama perjalanan, aku tidak melihat kelelahan sedikitpun pada dirinya. Sangat tidak adil.

"Bangun Sayang, Kita sudah sampai" suara Roman yang lembut terdengar dikupingku.

"Sudah sampai?" Aku melirik pada sekitar, dan disetiap Kiri dan kanan jalan terdapat pagar yang didalamnya terdapat banyak sekali kuburan yang terawat dengan sangat baik.

"Aku disini saja ya," Roman memohon padaku, lalu dia menunjuk ke arah jalan masuk ke pemakaman, "sepertinya kamu sudah ditunggu." Disana Mr. Crahan sedang berdiri melihat ke arah Kiri dan Kanannya.

"Yakin tidak mau masuk?"

"Iya, Aku disini saja, lagipula aku bisa melihatmu dari sini kok," Roman menunjuk ke arah sampingnya, diujung sana sangat banyak sekali orang yang berkunjung untuk mengucapkan belasungkawa kepada orang yang ditinggalkan. "Sepertinya itu Ayahmu, aku yakin disana tempat Ibumu dikebumikan."

Saat aku melihat lebih jeli lagi, disana terdapat Beberapa kawan-kawan seperjuanganku, dan juga disana ada Ayah dan Alexander, Adikku.

"Aku pergi dulu, kamu tetap disini ya."

Setelah Roman menganggukkan kepalanya, aku membuka pintu mobil, dan menutupnya kembali. Lalu berjalan menghampiri Kakekku disana.

"Sudah aku duga kamu pasti akan datang." Ucap Kakekku saat aku menghampirinya.

"Apakah disini ada yang menjual bunga?" Aku melirik ke kanan dan kiri, dan tidak jauh dari tempatku berdiri, ada sebuah toko yang menjual berbagai macam bunga disana. "Aku kesana Dulu."

Aku membeli satu paket bunga yang terdapat berbagai macam jenis bunga, harumnya sangat menenangkan hati. Setelah itu aku berjalan menghampiri Kakekku lalu dia mulai berbicara lagi.

"Sudah mulai sepi disana. Mau kesana sekarang?"

"Iya, Mr. Crahan. Lebih cepat lebih baik."

Kakekku merangkul bahuku dan menuntunku berjalan menuju makam milik ibu angkatku itu. Tanahnya masih berwarna coklat karna masih sangat baru dikubur, berbeda dengan yang disekelilingnya yang penuh dengan rerumputan hijau. Disana terdapat berbagai macam bunga yang diletakkan diatas makamnya. Dan disamping makam itu masih ada yang menangis, terutama Ayahku dan Alexander.

Setelah sampai disamping makamnya, aku menaruh bunga yang aku bawa di atas tanah yang menutupi peti mati yang berisi jazad ibu angkatku itu. Lalu aku berjongkok disamping Alexander yang sedang menghardik dirinya sendiri sambil menangis.

"Mom, maafkan suamiku yang sudah membuat mama menjadi seperti ini. Aku sangat menyesal karna ini. Mom, aku harap kamu tenang di alam sana. Sekali lagi aku benar-benar minta maaf atas segalanya. Aku anak yang tidak berguna yang hanya bisa menyusahkanmu." Hardikku dalam hati

"Kakak?" Seseorang disampingku memanggil.

Saat aku melihatnya, wajahnya berubah menjadi panik, dan berubah menjadi marah.

"Ngapain kakak disini hah? Kenapa? Senang melihat Mom terbaring dibawah tanah?" Nadanya menaik, membentakku. Lalu mendorongku sampai aku terduduk di tanah, "Kak! Kakak kemana aja? Kenapa saat seperti ini kakak baru muncul? Kak! Karna Kakak hilang, mamah jadi super bingung dan sedih karna melihat ayah jadi hampir menggila karna kehilangan kakak! Berdiri Lu dasar sialan!" Alex menarik tanganku dengan kasar, lalu melempar tanganku saat aku sudah berdiri.

"Alexander.. dia bukan..."

"Biarkan mereka menyelesaikan permasalah mereka. Inilah waktu yang tepat untuk mengetahui kebenaran." Mr. Crahan menghentikan pembicaraan Paman James. Dan membiarkan Alexander memaki-maki diriku.

"Apa Kakak sudah puas dengan penderitaan yang kami rasakan? Apa kakak senang melihat kami menderita?"

"A.. Bu-Bukan Begitu Alex."

"Apa? Lalu apa kalau bukan? Kak! Kakak pikir dengan cara Kakak menghilang seperti ini bisa membuat kami bahagia? Membuat semuanya menjadi ringan? Tidak Kak! Astagaa kakaak! Kakak sudah sama saja seperti wanita jalang! Dasar brengsek! Kakak macam apa kamu! Seharusnya Kakak sangat diharamkan untuk menginjak pemakaman ini!" Tangan Alexander mengepal sangat erat, lalu tangan kanannya mulai terangkat. Saat tangannya mulai melayang kearah wajahku, ada tangan lain yang menahan tangan Alex dari belakang.

"Sudah nak, jangan seperti ini. Mungkin kakakmu hanya membutuhkan waktu menyendiri." Ayah. Iya, Ayah yang menggenggam tangan Alex dan menahan tangannya agar tidak menghantam wajahku.

"Apanya menyendiri? Dia itu hanya wanita jalang yang hanya ingin berkeliaran seperti wanita wanita jalang lainnya! Wanita sialan.." air matanya yang membendung kini mulai membasahi pipinya, wajah Alex kini mulai bercucuran air mata, lalu meraih tubuhku dan memelukku dengan erat. "Kakak sialan! Wanita jalang! Brengsek!" Alexander memaki-maki diriku sambil menangis dan memelukku semakin erat.

"Iya, luapkan saja amarahmu, aku sangat pantas menerima cacianmu itu. Aku memang kakak yang tidak becus. Aku pantas dihina!" Aku menangis dan membalas pelukan Adikku itu. Lalu disusul dengan pelukan Ayahku lalu mencium kening kami berdua, disusul lagi dengan pelukan kawan-kawan seperjuanganku.

Tringg.. Tringg..

Aku melepas pelukan Alexander, dan yang lainpun melepas pelukan mereka, aku meraih telepon genggamku. Disana tertulis "Roman", spontan aku menjawab teleponnya.

"Sayang, Aku salah mengira, aku kira mereka akan mengusirmu karna mereka tidak percaya akan keberadaanmu, tapi ternyata aku salah, mereka semakin percaya kalau kamu masih hidup."

"Roman..."

"Sepertinya kamu lebih bahagia jika bersama keluargamu. Tidak perlu memperdulikan aku lagi sayang, aku akan baik-baik saja."

"Rooman..."

"Tetaplah disana, tetaplah bahagia, teruskan hidupmu, raih impianmu, dan carilah pengganti diriku. Aku harus pergi. I Love You."

"Tidak.. tidak Roman, aku bisa jelaskan." Aku melihat sekeliling, mencari Mobil Roman berada. Saat aku menoleh ke arah kiri, aku melihat Roman dari kejauhan sedang tersenyum melihatku. "Tidak Roman! Jangan pergi!" Aku melihat Roman mulai menyalakan Mobilnya, spontan aku berlari menuju kearahnya, tidak peduli dengan apapun yang ada dihadapanku, aku berlari sekencang-kencangnya. Aku mendengar suara teriakan memanggilku, tetapi aku tidak peduli, aku menangis, dan terus berlari, aku memanjat Pagar disana, tidak peduli setinggi apapun, tidak peduli dengan pakaianku, aku memanjati pagar itu dalam dua kali langkah lalu melompat dan mengejar mobil itu yang sudah melaju.

"Roman.. Roman.." nafasku terengah engah sambil berlari mengejar mobilnya, tetapi tubuhku ditarik dengan beberapa tangan dan menahan tubuhku agar tidak mengejar mobil itu. Aku berlutut dan menangis tanpa henti. Lalu mereka memelukku dari belakang, dan menenangkan ku.

Roman.. Kenapa harus seperti ini..

Chain Of The DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang