Chapter 14

75 15 0
                                    

"Eh, katanya bakal dapet bonus? Gemana tuh?" Anthony sang gitaris bertanya kepadaku lalu mengambil cemilan yang berada diatas meja kaca dihadapannya.

"Iya tuh, udah gitu requestnya ga nanggung-nanggung pula, lagunya yang ribet banget, bikin pegeng." Steve sang Drummer mengeluh lalu menenggak minumannya dalam satu tenggakan.

"Untungnya kamu bisa Steve, saya kira kamu hanya bisa bermain drum yang gendrenya melow-melow." John sang bassist memuji Steve sambil menepuk punggung Steve sampai minuman yang ditenggaknya hampir saja terbuang dari mulutnya.

"Yah, Saya juga tidak tau, mungkin nanti." Aku mengangkat bahu kepada mereka, menunjukkan ketidak tahuanku.

Dalam sekejap pandanganku menjadi gelap karna sesuatu yang menutup mataku. Aku raba tangan yang menutupi mataku. Tangannya sangatlah familiar sampai dengan mudah aku mengenalinya.

"Roman.." Aku menarik tangannya, dan aku memang sangat benar, Roman yang menutup mataku.

Aku berusaha melirik kebelakang agar bisa melihat paras tampannya, belum sampai aku melihat wajahnya, bibirnya sudah menyentuh bibirku, hanya sebuah kecupan biasa, tidak dengan nafsu.

"Lagi istirahat?" Roman mengusap rambutku, lalu berjalan kesamping dan duduk dipegangan sofa yang empuk itu.

"Iya, capek banget rasanya." Aku memberi senyuman kepadanya lalu menundukkan kepalaku.

"Ngomong-ngomong, saya baru pertama kali melihat kamu menyanyi seperti itu loh, aku kira kamu hanya penyanyi melow, ternyata kamu bisa menyanyi dengan aliran sekeras itu." John menunjukkan wajah keheranannya, membuat kerutan di wajahnya semakin terlihat dengan jelas.

"Iya, seperti sudah terbiasa menyanyi seperti itu, bagaimana liriknya barusan? 'I've got my demon! Go get your own!' Demi apapun, aku tidak bisa meniru cara menyanyimu" Anthony dengan bersusah payah meniruku, urat-uratnya bermunculan saat berusaha melakukannya, wajahnya pun terlihat merah saat itu.

Semuanya tertawa saat melihat Anthony seperti itu, tetapi tidak dengan Roman, wajahnya memucat dan memberikan sedikit senyuman yang dipaksa.

"Apasih, Saya bisa nyanyi seperti itu karna memang Saya suka meniru-niru diri khas penyanyi saja. Apalagi kalau berada di kamar mandi. Terkadang Roman selalu memarahi saya kalau Roman mendengar saya berteriak seperti itu." Aku memberi senyum kepada Roman, dan Roman hanya memberikan tawa yang singkat.

"Tetapi, mengapa kalian sampai menyanyikan lagu seperti itu? Gendrenya sangat berbeda jauh dari yang biasa bukan?" Roman menunjukkan wajah keheranannya, bahkan bisa dibilang, wajahnya lebih terlihat seperti panik.

"Tadi ada Customer yang request lagu itu, katanya sih akan ngasih bonus gitu, tapi gatau nih kemana orangnya." Steve memberitahu Roman sambil mengangkat bahu dan tangannya, disambung dengan yang lain sambil mengangguk setuju.

"Itu orangnya bukan?" Aku mengecilkan suaraku saat melihat Pria itu datang dari pintu. Pria itu berjalan kearah kami, dia masih mengenakan kacamata hitamnya.

"Maaf, boleh saya bergabung?" Ucap Pria itu dengan sopan, Spontan kami semua mempersilakan Pria itu duduk di sofa yang hanya cukup untuk satu orang disamping Sofa panjang yang kami duduki.

"Maaf kalau agak lama, saya harus menghabiskan makanan saya tadi, makanannya sangat lezat sampai aku tidak bisa membiarkannya begitu saja." Pria itu tersenyum kepadaku, "wah, pasti anda salah satu Chef disini ya?" Pria itu berbicara kepada Roman, matanya menunjukkan suatu kekaguman saat melihat Roman.

"Iya, saya Chef disini, Pak."

"Ngomong-ngomong, kenapa anda tidak di dapur sekarang?"

"Ah, Sekarang jam saya beristirahat, Pak. Maka itu saya datang kesini menemaninya." Roman merangkul bahuku lalu mengelus dengan lembur dan hangat.

Pria itu hanya mengangguk sambil tersenyum menatap kami berdua.

"Ah iya, ini untuk kalian sebagai tanda terima kasih karna sudah mau menyanyikan lagu yang saya inginkan." Pria itu menjulurkan tangannya ke atas meja, dan menaruh amplop coklat tebal disana. "Jujur saya sangat puas sekali, suara anda benar-benar membuat saya tersanjung Nona. Kalau boleh saya tau siapa nama gerangan?"

"Hm. Nama Sa.."

"Namanya Sarah.. Sarah Skarsgard." Roman memotong, dan menjawab pertanyaan Pria itu. Ya, selama aku bersama Roman, namaku diganti menjadi Sarah, karna Roman sangat takut bila ada yang curiga denganku. Dan Skarsgard adalah nama belakang dari Roman sendiri. Roman Sky Skarsgard. Saat pertama kali Aku mengetahui nama belakangnya, aku jadi teringat dengan Bill Skarsgard pemeran Pennywise itu, wajahnya yang menawan dan tampan. Tidak kalah dengan Roman yang bagiku ketampanannya tidak bisa ditandingi.

"Ohh, salam kenal Ms. Sarah.."

"Tepatnya Mrs. Skarsgard."

"Ah, iya, maksud saya itu. Mrs. Sarah Skarsgard. Jadi anda sudah menikah ya?"

"Iya, saya sudah menikah." Aku mengangguk dan memberi senyum kepadanya.

"Ya, sebenarnya saya sedang mencari seorang wanita yang bisa bernyanyi dengan genre lagu yang seperti anda nyanyikan. Saya sudah mencari kemana-mana tapi tidak ketemu sama sekali. Tidak pas dengan apa yang saya inginkan. Tetapi, setelah saya mendengar anda bernyanyi, rasanya seperti bernostalgia, Membuat saya terharu dan menangis seperti tadi. Saya ingin menawarkan anda sebuah pekerjaan, ini tidak menetap kok, anda masih bisa bekerja disini lagi setelah acaranya selesai."

"Acara apa memangnya kalau saya boleh tau?" Aku menatap Pria itu keheranan. Entah, semakin diperhatikan, bentuk wajahnya seperti aku pernah melihat pria ini sebelumnya.

"Sebuah konser biasa sebenarnya, hanya saja kali ini lebih spesial, maka itu saya membutuhkan seorang penyanyi wanita dengan suara yang mirip seperti kawan saya sebelumnya. Saya sangat berharap anda mau menerima tawaran saya. Masalah pembayarannya cukup besar kok, uang yang saya bawa saja masih belum seberapa. Tetapi, kalau anda masih merasa ragu, anda boleh datang ke basecamp kami, tidak jauh kok dari sini. Besok anda boleh datang kesana." Pria itu mengeluarkan kertas, lalu menuliskan alamat dan nomor teleponnya. Lalu menaruh kertas itu di atas meja. "Saya sangat menunggu kedatangan anda besok. Saya tidak bisa lama-lama, saya masih banyak tugas. Saya harus pergi, terima kasih atas waktunya."

Setelah itu kami semua berjabat tangan dengannya. Saat Aku berjabat tangan dengannya, semakin aku merasakan sesuatu yang familiar. Tangannya yang besar dan cengkramannya yang kuat membuatku teringat sesuatu.

Ah, mungkin hanya firasatku saja.

Chain Of The DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang