Chapter 3

7.2K 494 8
                                    

James hanyut bersama sebotol brendi di tangannya. Kepalanya berada di atas meja bar, dengan mata yang berkunang-kunang. Bayangan tentang Nadine berputar-putar di kepalanya. Bagaimana gadis itu menatapnya dan tersentak takut karena tatapannya.

Astaga. Sungguh, ia tidak membenci Nadine sama sekali. James sangat tergila-gila dengan gadis Asia tersebut, hingga dirinya sendiri tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan rasa sukanya terhadap Nadine. Gadis itu sangat memikat dengan mata berwarna cokelat, mempesona, dan menarik dengan cahaya yang menari-nari. Alis mata melengkung dan rambut hitam yang di tata rapi, sangat  cocok dengan wajah Asianya. Bibirnya penuh, indah, menggoda, dan berwarna merah muda.

Daya pikat yang lembut di wajah Nadine, bukanlah satu-satunya hal yang membuat James tertarik. James terpesona dengan rasa percaya diri dan akal Nadine yang cerdas. Sial, James suka semua yang ada pada diri Nadine. Dan gadis itu juga pemberani. Berani menghadapi dirinya yang tidak pernah ramah atau bahkan tersenyum padanya.

Banyak gadis-gadis di sekolah berusaha untuk mendapatkan perhantiannya dengan mengedipkan mata atau memberikan ciuman jarak jauh yang menjijikan. James yakin  dengan sikapnya seperti ini, Nadine pasti sangat membencinya. Gadis itu pasti berpikir, bahwa dirinya adalah pria sombong dan angkuh.

Nadine telah membuatnya jatuh cinta dengan cara yang berbeda. Suatu hal yang belum pernah ia rasakan kepada gadis lain.

Bukan tanpa alasan ia memasuki kelas seni hari ini. Kehadiran Nadine membuatnya terlalu bersemangat, sehingga ia tidak tahu bagaimana caranya menyapa Nadine dengan sopan dan tidak kaku.

James memutar-mutar brendinya di dalam gelas dan memaksa dirinya untuk mengenyahkan bayangan Nadine yang telah menarik perhatiannya sejak perjumpaan pertama.

Kepalanya berputar-putar ketika ia mengangkat kepalanya dari meja bar. Dari arah berlawanan, James melihat seorang gadis yang berjalan ke arahnya. James tidak dapat melihat dengan jelas sampai, gadis itu berdiri dekat dengannya. Hampir saja ia mendorong gadis itu menjauh, ketika tiba-tiba gadis itu mendaratkan ciuman di atas bibirnya.

***

Nadine kembali menghibur diri di pub, bersama kedua temannya. Mereka sudah benar-benar mabuk dengan delapan botol bourbon di atas meja serta es batu yang sudah meleleh sejak beberapa jam yang lalu.

Nadine meracau-racau tidak jelas. "Bagaimana bisa aku menyetujui taruhan bodohmu, Valerie."

"Aku tidak tahu bagaimana caranya aku harus mendekati James yang gila itu. Astaga, kalian harus tahu bahwa aku dan James berada di kelas seni yang sama!"

Tidak ada respon dari Valerie dan Sofia. Mereka hanya tertawa sesekali meracau tak jelas seperti dirinya. Mungkin mereka tidak akan pulang malam ini, dan bermalam di sofa kecil pub hingga pagi menjelang.

Nadine mengedarkan pandang, jelas-jelas tak tahu apa yang dilihatnya karena pandangannya yang buram. Matanya menangkap sosok pria familiar yang duduk di meja bar, dengan sebotol alkohol di tangannya.

Nadine menyeringai, ia bangkit dari duduknya dengan tubuh yang tidak seimbang. Meninggalkan kedua temannya, Nadine melangkahkan kakinya ke arah pria itu dan sesekali hampir terjatuh karena tubuh-tubuh besar yang menabraknya. 

Nadine tidak salah lagi, di hadapannya sedang duduk pria yang dikenalnya sambil memandangnya. Nadine tidak menyalahkan jika James terkejut dengan kehadirannya di hadapan pria itu. Ini memang mengejutkan, mendapatkan gadis yang kau benci berdiri di hadapanmu. Yang benar saja! Jika ia berada di posisi James, Nadine pasti akan segera menyingkir sejauh mungkin dari pria yang dibencinya.

Entah apa yang merasuki pikirannya, Nadine mencium James sebelum pria itu berhasil mendorongnya. Ia menguasai bibir itu, melumatnya pelan sebelum James membuka bibirnya dengan suka rela. Ia dapat merasakan James yang turun dari kursinya dan mengangkat tubuhnya ke atas bangku. Jari-jari Nadine menelusup ke sela-sela rambut pria itu, mengacaknya pelan dan menariknya ketika James menggigit pelan bibirnya.

Astaga. Nadine tidak pernah mendapatkan ciuman sehebat ini. James benar-benar pencium yang hebat dan berbakat. Nadine ragu apa kah ia akan melupakan ciuman ini atau tidak. Padahal sudah jelas kalau dirinya berada di bawah pengaruh alkohol.

Jika saja kedua temannya melihat kejadian ini, Nadine pasti sudah mendapatkan ketiga tasnya sekarang.

Nadine tidak mengingat apa pun lagi, ketika tubuhnya terjatuh pada pelukan hangat, James.

***

Nadine terbangun dari tidurnya, saat cahaya matahari menusuk matanya. Ketika matanya terbuka, ia berusaha secepat mungkin untuk membiasakan retina matanya dengan cahaya pagi. Bahkan Nadine tidak yakin kalau ini masih pagi.

Kepalanya berdenyut-denyut menahan sakit. Bau maskulin yang jauh berbeda dengan kamarnya, membuatnya bingung. Ia terbelak, ketika menyadari kalau kamar ini memang bukan miliknya. Matanya berputar mengamati sekitar. Kamar ini didominasi dengan warna putih dan abu-abu. Bau maskulin asing membuatnya waspada. Nadine berusaha mengingat apa yang terjadi padanya tadi malam. Yang diingatnya hanyalah, ia bergitu mabuk dan berciuman dengan seorang pria. Setelah itu, Nadine tidak mengingat apa pun lagi. Siapa pria itu? Apa yang terjadi setelahnya? Nadine benar-benar tidak mengingatnya.

Nadine melihat ke balik selimut dan mendapati pakaiannya sudah terganti dengan pakaian baru wanita. Astaga, apa ia benar-benar melakukannya? Bercinta dengan seorang pria yang tidak dikenalnya. Mungkin ia nakal, liar dan bercumbu pada banyak pria. Tapi Nadine berani bersumpah kalau dirinya masih perawan. Ia tidak akan melepaskannya sampai dirinya sendiri mendapatkan suami yang pantas untuknya. Tapi, dengan bodohnya ia memberikannya pada pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Ia sudah kehilangan keperawanannya.

Nadine menangis dengan selimut yang menutupi wajahnya. Ia masih sulit menerima kalau dirinya sudah tidak perawan.

Suara pintu terbuka, membuat Nadine mendongkak 'kan kepalanya. Ia begitu terkejut mendapati pria di depannya dengan wajah datar. "James?"

James hanya mendengus kesal dan berjalan mendekatinya. Pria itu menyerahkan sebutir aspirin dan segelas air putih. Nadine menerimanya, aspirin akan mengurangi rasa sakit kepalanya. Tapi mengingat James berdiri di hadapannya, Nadine jadi berpikir kalau dirinya berada di tempat pria itu.

Astaga. Apa ia mencium James semalam, apa dirinya bercinta dengan James? Apa James menggunakan pengaman? Banyak pertanyaan yang memenuhi pikirannya saat ini.

"Kau yang mengganti bajuku?"

James mendengus. "Kau pikir ada orang lain di sini?"

"Mengapa aku bisa di sini?" Nadine tidak akan berhenti bertanya sebelum semua tanda tanya di otaknya terjawab.

"Tanyakan saja pada dirimu sendiri yang menciumku secara tiba-tiba!" suara dingin James, setajam tatapannya.

"Maafkan aku," cicit Nadine.

"James?" pria itu hanya merespon dengan menaikkan alisnya.

"Apa kita bercinta?"

Seducing James (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang