LELAKI memakai setelan baju formal nya berjalan ke arah kantor sekertaris nya, Yuni. Ia berdiri menatap Yuni yang tengah sibuk mengetik. "Yuni, saya minta jadwal hari ini, bisa?"
Yuni mendongak seraya mengangguk. Ia mencari kertas yang ia simpan di laci nya, memberikan nya pada Cameron. "Ini, Pak. Sudah lengkap semuanya berserta jam. Untuk sore nanti Bapak ada meeting dengan Pak Harsya,"
Cameron menghela berat. Ia mengambil kertas sodoran Yuni, lalu berlalu ke kantor nya. Ia duduk di kursi kantor, mengusap wajah lesu. Akhir-akhir ini ia tak ada waktu sedikitpun untuk pulang sore. Ia selalu pulang larut malam, membiarkan Anna tidur sendiri di kamar nya. Hanya pagi saja ia bisa melihat gadis nya itu, walau kadang Anna menatap nya sinis.
Cameron pun menyambar telpon kantor nya, memencet beberapa angka. "Iya, Pak?"
"Saya minta beliin kopi dingin, di mana aja kamu beli. Saya minta segera, ya."
"Baik, Pak."
Cameron menutup telpon. Di tatap nya jadwal yang di berikan Yuni. Ngomong-ngomong pengganti Yuni belum kunjung dapat. Cameron harus bersabar dengan pemandangan nya, pasalnya wanita itu masih saja memakai pakaian minim. "Anjir, jadwal gue nyantai-nyantai cuma jam satu sampe dua doang?! Mati lah gue," Pekik nya.
Ternyata menjadi CEO tak gampang, pusing sekali kepala nya. Cameron belum cukup umur untuk berkerja sekeras ini, dirinya terlalu muda. Berbeda dengan Drico yang memang lebih semangat untuk berkerja keras.
Menit berlalu, datanglah Sarah, asisten pribadi nya di kantor. Sarah menaruh minum itu di meja dengan sopan. Kemudian Sarah pun berlalu. Jam menunjukan hampir pukul 1, ia pun bergegas keluar cari makanan sebelum nanti ada yang kembali kekantor untuk bertanya dan meminta tanda tangan nya. Cameron duduk di salah satu meja di restoran Sunda. Ia memesan beberapa makanan dan juga minuman.
Di tatap nya ponsel. Ia mencari nama Anna hendak ingin menelpon gadis itu. Terdengar nada sambung cukup lama sampai akhirnya nada sambung itu mati. Cameron menghela berat. Anna sibuk?
"Anna, seandai nya lo tau kangen nya gue sama mulut mercon lo." Gumam lelaki itu.
Di tatap nya wanita yang tengah membawa makanan ke arah meja nya. Cameron mengernyitkan alis heran. Wanita itu pun duduk di depan nya, memberi senyum sembari menaruh makanan dan minum nya tanpa izin dari lelaki di depan nya.
"Ngapain kamu?"
Itu Sarah yang duduk di meja nya. Entahlah, ia agak risih belakang ini dengan Sarah yang terkadang suka memberi senyum dan nebeng mobil nya. Sebenarnya Cameron tidak ingin menumpangi nya, hanya saja wanita itu sudah main masuk. Apa boleh Cameron buat? Mengusir nya?
"Siang, Pak." Sapa Sarah ramah dengan senyum menawan.
Cameron menghela sesambil memutar bola mata. "Kamu ini kenapa sih belakangan ini?"
Sarah kembali memberi senyum. "Emang nya salah ramah sama Bapak?"
"Saya bukan Bapak kamu, Sar." Geram Cameron.
Sarah tertawa. "Kan Bapak atasan saya, tapi junior saya kalau di luar, hehe,"
Cameron memutar bola mata malas. "Oh iya, nanti ada meeting saya di ajak gak, Pak?"
"Gak."
"Lho? Kan data sama kertas nya sama saya,"
"Tinggal saya minta. Apa susah nya?"
Sarah mendekatkan wajah ke arah Cameron, membuat Cameron sedikit memundurkan kepala. "Kalau saya enggak mau kasih?"
"Kamu bisa sopan sama atasan? Apa kamu kayak gini sama Pak Angga?" Ketus Cameron. Dia sangat geram dengan sikap random Sarah yang sangat merisihkan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married Enemy
Romance[ #16 in teenlit 09/05/18 ] [ #240 in teenfiction 06/08/18 ] [ #1 In enemy 24/03/19] (beberapa part ada yang di private. silahkan follow terlebih dahulu agar bisa membaca part di private) Anna Derulia, gadis berumur ini masih 18 tahun. Ayah dan B...