Chapter 17

40.3K 1.4K 26
                                    

PAGI itu tampak sinar matahari sudah menerangi langit biru. Sementara gadis bermata cokelat itu tampak sibuk dengan tontonan di laptop nya, padahal jam sudah menunjukan pukul 09.54 pagi. Beda dengan Cameron yang baru selesai ngegym. Lelaki itu memasuki rumah nya yang sepi, ia berjalan ke dapur untuk minum, kemudian beranjak ke laintai dua hendak ingin membanguni Anna. Diketuk nya pintu kayu di hadapan lelaki itu. Terdengar sahutan dari dalam tanpa menunggu lama. "MASUK AJA, SISTA NYA LAGI NONTON COGAN!" Seru dari dalam.

Cameron geleng-geleng kepala. Lalu ia berjalan ke kamar nya untuk mandi dan berganti pakaian. Setelah selesai, lelaki itu menuruni tangga, menyalakan TV. Anna masih sibuk dengan tontonan sepertinya, Cameron ingin menegurnya tapi ia tak enak hati. Cameron menghela berat, perut nya lapar. Cameron menyalakan ponsel untuk memesan makanan, tapi ada hal yang membuat Cameron mengurungkan niat. Wallpaper ponsel Cameron masih foto milik Ivana yang tampak acak-acakan rambut nya karena saat itu Cameron iseng menggelitiki gadis kesayangan nya itu. Cameron tersenyum singkat, oh Tuhan dirinya rindu dengan gadis lucu itu.

Cameron membuka obrolan lama nya dengan Ivana, membaca nya dari atas sesambil tersenyum-senyum. "Melupakan kamu tak semudah itu, ya, Vana. Aku kira akan sama dengan perkiraan aku," Lirih Cameron.

Cameron mengusap wajah nya, setetes air mata turun begitu saja dari mata elang nya. Tiba-tiba kenangan bersama Ivana muncul begitu saja di benak nya. "But i ... Can't help falling in love with you,"gumam lelaki itu.

Cameron menjambak rambut tebal miliknya sambil meringis. Sungguh, semua kenangan itu seperti film yang tengah di putar di otak nya. Saat Ivana tersenyum pada nya, Ivana mengusili Cameron, Ivana mencubit pipi Cameron gemas, Ivana mencium pipi nya, Ivana menangis di bahu lebar nya, Ivana marah padanya, dan hal yang membuat Cameron makin menjerit adalah Ivana tertawa bahagia dalam pelukannya. Cameron tersenyum miris, apa Ivana sudah bahagia?

Cameron menyerka air mata nya, ia beranjak ke luar membeli makan seraya untuk membeli sesuatu.

×××

Anna turun dari tangga rumah, ia mendapati Cameron yang sedang berjalan ke arah dapur dengan piring di tangan besar nya. Anna menautkan alis, tadi pagi sepertinya ia belum menyentuh kompor sedikitpun, kenapa Cameron tampak baru selesai makan?

Anna duduk di sofa, tak lama Cameron datang. "Cam, makan dari mana?" Tanya Anna.

Cameron menatap sinis Anna, ia membelokan arah jalan nya saat dilihat nya Anna yang duduk di sofa. Ia berjalan ke arah tangga untuk ke kamar. Anna menatap Cameron heran, kenapasih?

Sementara Cameron membuka pintu kamar nya, ia duduk di bangku meja belajar. Ia menatap layar ponesel nya.

Ia baru saja membeli nomor baru untuk menelpon Ivana, hanya untuk sekedar mendengar suara gadis itu saja. "Telpon, nggak, telpon, enggak?" Gumam nya.

Lima detik berlalu, lelaki itu pun memencet nomor satu-satu nya di layar ponsel. Terdengar nada sambungan lama, lalu beberapa detik kemudian di angkatlah telpon itu, di sahut dengan suara lembut dan agak serak dari seberang sana.

Jantung Cameron berdetak cepat seketika. Suara itu .... Sungguh, Cameron lemas disana.

"Halo? Siapa, ya?" Sahut dari seberang.

Cameron tersenyum lirih. "Ini siapa, ya? Kok gak ada suara? Gak ada sinyal?"

Cameron tekekeh diam, sifat polos Ivana sangatlah lucu baginya, tapi dirinya tetap dalam diam. "Kalo telpon untuk main-main mending gak usah deh, Mba atau Mas nya. Sayang pulsa tau! Orang kaya, ya? Dasar sombong!"

Di tutuplah telpon tersebut kasar. Cameron kembali terkekeh, tapi kali ini ia terkekeh geli. Oh Tuhan, ia membayangkan wajah Ivana yang menjengkelkan bila tengah kesal. Tak lama senyum nya memudar, ia mengganti senyum nya lirih. Rindu, lelaki itu rindu berat. Kenapa jalan nya harus berubah?

Married EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang