RUMAH di penuhi oleh kedua orang tua Anna dan juga Alma. Anna dan Cameron sibuk membersihkan rumah, karena ternyata Lovita dan Angga akan pergi kembali ke Singapura untuk mengambil obat untuk Angga. Anna kembali di tinggal walau hanya beberapa minggu saja, "Bun, nanti kalau pulang telpon Anna biar Anna jemput,"
"Anna nggak usah pikirin, kamu urusin Cameron aja tuh, kayaknya lagi banyak pikiran. Bunda mau nginap sama Ayah, cuma sepertinya kalian ada masalah," Anna melirik Cameron yang tengah mengelap kaca taman.
Beberapa hari ini memang Cameron terlihat berantakan, anehnya juga mata Cameron selalu terlihat sembab. Anna tidak ingin mendesak Cameron, ia percaya Cameron butuh waktu untuk bicara semuanya. Anna kembali menatap Lovita dan memberi senyum, "Lagi pusing urusin perusahaan, katanya kemarin belajar sama Ayah dia malah makin pusing,"
Lovita tertawa, mengingat kembali bagaimana keras suaminya dalam perusahaan. "Kamu tau lah, Ayahmu gimana soal perusahaan,"
Anna tersenyum kecut, "Ah, Ayah mah,"
Lovita mengusap kepala Anna, "Udah ada momongan, sayang?"
Anna menggeleng, "Doain aja, Mah,"
"Annaaa! Liat coba suamimu ini, ngelap taman setahun nggak selesai-selesai, astaga!" teriak Alma kesal melihat Cameron yang tidak selesai mengelap kaca.
Lovita tertawa, "Namanya anak cowok, Drico dari dulu nggak becus juga begituan,"
"Emang dasar si Cameron minta di kutuk, ya! Kesal Mama liat nya, hih!" Gemas Alma melihat anak nya.
"Cameron ada masalah kayaknya, Na. Ayah kemarin abis marahain, sih, soal perusahaan soalnya dari kemarin enggak konsen juga," Timpal Angga yang tengah menyeruput kopi disana.
"Kalian ada masalah, toh? Wah, salah waktu dong kita," Ujar Alma merasa tidak enak.
Anna meringis, dia juga enggak mengerti karena sepertinya mereka baik-baik saja. "Eh, enggak kok. Mah, Bun, Yah. Kita baik, cuma lagi pusing aja dia, pulang kantor juga selalu malam,"
"Ayah kemarin ke kantor, Cameron bagus kok kerja nya, cuma dia lagi keteteran banyak juga soal perusahaan," Timpal Angga lagi.
Anna melirik ke arah Ayahnya, "Ayah, sih sensitif soal perusahaaan, huuuu!"
"Coba kamu omongin, sayang. Cameron memang diam kalau tiap ada masalah, selalu di pendam," Usul Alma mengingat Cameron sangatlah keras.
💫💫💫
Langit berganti malam hari, Alma, Lovita dan Angga juga memutuskan pulang cepat karena merasa bahwa atmosfer di rumah Anna dan Cameron kurang mendukung. Sementara Cameron masih sibuk di ruang tengah dengan laptop di pangkuan nya. Anna mendekat, seraya menaruh secangkir kopi hangat untuk mendukung kegiataan Cameron. Ia melirik Cameron yang hanya memberi seulas senyum. Gadis itu memilih memijat pundak Cameron dan hanya di balas diam oleh Cameron.
"Kamu lagi banyak kerjaan, ya, sayang? Diam mulu, wajah kamu juga bengkak kayak abis nangis," Ucap Anna memulai pembicaraan.
Cameron menggeleng, "Enggak kok," jawabnya singkat.
Anna mengigit bibirnya, ia menaruh kepalanya di pundak Cameron. "Anna rindu Cameron yang konyol ... "
Tidak ada balasan. "Kamu kalau ada masalah bilang aku, siapa tau aku bisa obatin masalah kamu dengan cara aku,"
"Yaaa, sayang," sahutnya kembali singkat.
Anna menghela, ia menarik dagu Cameron agar menatapnya. "Kalau sedih bagi ke aku, jangan sibukin diri kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Married Enemy
Romantizm[ #16 in teenlit 09/05/18 ] [ #240 in teenfiction 06/08/18 ] [ #1 In enemy 24/03/19] (beberapa part ada yang di private. silahkan follow terlebih dahulu agar bisa membaca part di private) Anna Derulia, gadis berumur ini masih 18 tahun. Ayah dan B...