DADA nya naik turun. Nafas tidak teratur, keringat turun dari pelipis hingga ke leher jenjang, membanjiri nya hingga baju nya basah. Anna bangun dari tidur dengan keadaan seperti baru saja melakukan olahraga pagi.
Ia pakaian nya dan lagi-lagi berbeda. Anna tau kenapa dan siapa yang melakukan nya. Anna mengelap keringat di leher jenjangnya, mengibaskan tangan. Kepala nya agak pening sedikit, apa yang terjadi? Anna merasa ada hal ganjal, dan lagi Anna tidak meningat apa yang terjadi kemarin malam.
Salah satu jawaban nya adalah Cameron.
Anna turun dari ranjang, turun ke lantai 1 untuk mencari Cameron. "Udah bangun?"
Kepala Anna menoleh cepat saat mendengar suara. Cameron berdiri tak jauh darinya, pakaian nya sudah rapih. "Lo kerja?" Tanya Anna tidak menjawab pertanyaan Cameron. Cameron tau jawaban dari pertanyaan yang dia tanyakan tadi.
Lelaki itu mendekat, tangan nya ia taruh di saku celana bahan hitam nya. Mata tajam Cameron menatap Anna. "Iya, udah banyak nggak masuk. Kenapa, kangen?"
Anna meninju bahu Cameron kesal. "Kepedean!"
Anna memegang kepala, pening sekali. Ia meringis membuat Cameron meraih lengan Anna cepat. Ia menarik lengan Anna ke sofa, "Lo mabuk, kebanyakan minum," ujar Cameron. Suaranya dingin.
"HAH?! Terus apa yang gue lakukan?"
"Nothing,"
"Masa? Nggak mungkin! Pasti gue lakuin hal yang buat lo repot kan?"
"Nggak juga,"
Anna mengernyit. "Lo sehat?"
"Iya, kenapa?"
Anna menggeleng. "Ada obat kepala nggak?"
"Nggak ada. Lo beli aja sendiri," Cameron berdiri, meraih jam tangan yang berada di meja. Anna menatap punggung Cameron heran. Banyak pertanyaan yang terlintas di benak nya, hanya ia rasa suasana hati Cameron tidak bersahabat.
"Kalo gue melakukan hal yang buat lo repot, gue minta maaf. Maaf, gue udah buat lo repot. Emang gue ini buat beban di hidup lo, jadi sori," Entah mengapa Anna bicara seperti itu, mulutnya berbicara saja seperti itu.
"Nggak juga," jawab Cameron lagi-lagi dengan kata yang sama.
Cameron melangkah pergi, "Gue jalan,"
"Nggak salam?"
"Nggak usah, gue buru-buru."
Bibir Anna melengkung ke bawah. Hati nya seperti piring pecah seketika, ia merasa ada hal yang berbeda di diri Cameron. Lelaki itu sangat dingin, apalagi di tambah wajah sangar milik lelaki itu. Makin membuat Anna meringis seram.
Apa yang telah ia lakukan?
◇◇◇
Cameron memberhentikan mobil di parkiran kantor. Ia berjalan masuk, beberapa karyawan memberi senyum ramah dan menyapa Cameron. Beberapa juga seperti umur lebih tua dari Cameron menatap Cameron kesal. Cameron maklumi, tatapan tajam itu tertuju padanya karena Cameron baru saja masuk sudah mengundurkan diri beberapa hari. Mungkin bagi senior nya Cameron adalah anak bau kencur yang numpang tenar dengan status perkerjaan di kantor itu.
Cameron mendorong pintu ruangan. Suasana hati masih kesal, harusnya Cameron ambil libur lagi. Bukan untuk senang-senang, melainkan meredamkan amarah memuncak nya sejak kemarin malam. Sungguh, amarah nya masih tinggi.
Seto datang dengan beberapa map, ia menaruh di meja dekat sofa. Dia mendekat ke Cameron, menepuk bahu Cameron. "Jadi abang ganteng ini abis ngapain aja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Married Enemy
Roman d'amour[ #16 in teenlit 09/05/18 ] [ #240 in teenfiction 06/08/18 ] [ #1 In enemy 24/03/19] (beberapa part ada yang di private. silahkan follow terlebih dahulu agar bisa membaca part di private) Anna Derulia, gadis berumur ini masih 18 tahun. Ayah dan B...