Chapter 32

32.2K 1.3K 51
                                    

A best friend is someone who makes you laugh even when you think you'll never smile again.

- Someone

🍭🍭🍭

PAGI yang teduh berubah menjadi siang hari, memancarkan cahaya yang membuat manusia protes akan panasnya yang selalu mengawasi tiap aksi manusia. Salah satu nya Anna. Siang itu Anna duduk di sofa rumah Shenna. Menatap sekeliling ruangan yang mulai penuh dengan beragam barang.

Shenna berjalan dengan minuman dingin dari kulkas dan duduk di sebelah Anna. "Jadi gimana? Kok lo sendiri aja?"

Anna langsung saja meneguk minuman Shenna berikan seakan Anna baru saja melawati padang gurun. "Et, biasa aja, sist lo haus amat? Abis ngebabu?" Celutuk Shenna di balas tatapan sinis dari Anna.

"Haus, Shen. Di luar panas banget, udah kayak neraka bocor anjir. Gak ngerti lagi gue ih," Anna menyenderkan punggung ke sofa, menghela nafas lega.

"Enaknye ... "

Shenna terkekeh. "Lo kenapa sih?"

Anna menoleh. "Jangan bilang Cameron gue di sini ya, bilangin Aldo juga,"

Shenna mengernyit heran. "Kacang mulu dah, di tanya kenapa, jawab nya ke mana," sinis Shenna.

"Iya, iya, sabar dong. Gue kesel sama Cameron, dia pulang larut malam mulu dari kemarin-kemarin juga. Hampir sebulan kalo dihitung," ujar Anna.

Shenna ber-oh ria. "Ya kerja, pasti pulang malam lah. Aldo juga nanti begitu kok."

Anna memutar bola mata. "Ya ngerti kok, cuma gue heran aja masa dia nggak bisa ngasih luang buat gue,"

Shenna berdecak sembari tersenyum mengerti. "Pasti dia juga ada rasa kangen sama lo kok Anna, cuman dia harus prioritaskan pekerjaan nya dulu. Dia kan udah jadi kepala keluarga, Anna yang berarti dia seharusnya udah biayain hidup lo sama dia sendiri. Cameron masih di biayain nyokap kan? Nah dia kerja biar nggak nyusahin nyokap nya, Na, lo tenang aja lah."

"Tapi gue nggak tenang apalagi tau sekarang ada cewek nelpon dia tadi pagi," Anna semakin cemberut. Ia kesal. Anna selayak nya bocah berumur 3 tahun yang tidak di belikan balon.

"Si kutil bisa selebay ini, ya," Shenna terkekeh geli. Anna menatap kesal Shenna.

"Serius tau!"

"Dulu lo sama Aldo nggak sebegini amat dah?"

"Ya Aldo nggak sebrengsek Cameron, Shen."

Shenna merangkul Anna erat. "Sebrengsek-brengsek nya laki, kalo udah punya pasangan nggak bakal di kecewain."

"Mana ada Cameron begitu. Rang mantan dia banyak kok, lo kata itu mantan dia bukan pasangan?"

"Apaan sih, Na!" Shenna kembali terkekeh.

"Ih apasih nih anak?!"

"Lo ngomong belepotan sialan," Shenna masih dalam kekehan. Anna menghela sabar.

"Sabar aja gue, Shen." Umpat Anna kesal.

"Iya, iya serius. Nggak, maksud gue lo kan pasangan hidup, dia udah janji buat nggak mau lepasin lo lagi. Lo juga cerita kalo Cameron suka sama lo dari SMA kan? Masa iya yang dia sempat perjuangkan pas udah di dapetin lagi dia buang gitu aja?"

"Yaelah, namanya juga cowok mah banyak kali perjuangin capek-capek di awal, pas dapet manis di awal terus di buang gitu. Cowok tuh kayak permen karet, manis di awal pahit di akhir. Heran aja gue jadi cowok nggak ada hormat nya sedikit sama cewek. Nggak tau apa jadi cewek itu butuh perjuangan. Tiap bulan haid, belum lagi sakit nya gimana itu perut. Terus, hamil pas ngelahirin pertaruhkan nyawa. Kok masih aja di sakitin gitu? Di kata cewek barbie. Cewek tuh kayak kaca, kalo retak mana bisa balik lagi." Celoteh Anna.

Married EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang