17: Dream, Kiss, Truth

318 45 4
                                    

Hayeon saat ini berada di ruang latihan baletnya sendirian. Ia harus mempersiapkan penampilannya. Kondisinya jauh lebih baik, jadi Ia memutuskan untuk berlatih.

2 jam berlalu, dan Ia sedang berbaring di lantai, mencoba mengatur deru nafasnya.

Kemudian, Ia tak sengaja tertidur.

Tak lama setelahnya, seseorang datang dan melihatnya terbaring di lantai. Orang itu diam - diam mendekatinya sampai Ia bisa melihat wajah Hayeon yang lelah dan damai saat Ia tidur.

Orang itu tidak melakukan apa - apa, Ia hanya duduk tepat disamping Hayeon dan melihatnya tidur.

"Kau mengacaukan hidupku akhir - akhir ini, tapi kau juga orang yang perlahan membuatku merasa bahwa hidupku berarti." Gumamnya.
  
   
  
   
    
  
***
   
   
   
   
      
   
   
"Aku mencintaimu,"
  
  
   
  
"Aku jatuh cinta padamu,"
  
   
   
  
"Aku ingin bersamamu selamanya,"
    
  
   
   
Hayeon melihat berkeliling, Ia mendengar suara Jungkook tapi Ia tidak bisa melihatnya dimanapun.

"Jungkook, kau dimana?"

Ia berada di trotoar, mengenakan gaun yang cantik seperti seorang gadis yang sedang menunggu kekasihnya untuk berkencan saat ini.

"Lim Hayeon.."

"Jungkook, kau sebenarnya dimana?"

"Aku disini."

Hayeon berbalik dan melihatnya berdiri di tengah jalan.

"Kau terlihat cantik sekali," Jungkook tersenyum.
  
   
   
  
   
Tapi, di sisi lain.. sebuah truk tiba - tiba muncul dan langsung menabrak Jungkook begitu keras hingga darahnya sedikit terciprat ke wajah Hayeon, membuatnya syok.
  
    
   
   
Hayeon melebarkan matanya.
  
   
   
   
"Andwae!" Ia menjerit.
   
   
   
   
Deg.. deg..
   
   
   
   
Waktunya terasa berjalan lambat, sangat lambat.
   
  
  
   
"Andwae.." Ia menangis dan berlari menuju Jungkook, tapi beberapa orang menghentikannya untuk tidak mendekatinya.
  
   
   
   
Deg.. deg..
   
   
   
   
"Dia sekarat! Biarkan aku kesana!" Ia terus menjerit.
   
   
   
    
Wajah Jungkook penuh dengan darah, Ia menoleh kearah Hayeon saat keadaannya sudah sekarat. Ia tersenyum dengan matanya yang berkaca - kaca.
   
  
   
   
Aku mencintaimu.
   
   
  
  
   
  
   
   
  
   
   
       
   
    
"Andwae! Biarkan aku kesana!" Hayeon menjerit keras. Ia masih tidur sambil menangis keras.

"Hayeon, bangunlah. Gwenchana, Hayeon. kau harus bangun, keluarlah dari mimpimu." Jungkook menggenggam tangannya erat.

"T-tidak.. Jebal.. dia.. sekarat.. Jebal!!" perlahan Hayeon membuka matanya, dan Ia melihat wajah Jungkook tepat di depan wajahnya.

Ia langsung memeluknya erat, menangis di pelukannya.

"Gwenchana, aku disini." Jungkook mencoba menenangkannya tapi Ia masih menangis keras dengan nafas tersenggal.

"Andwae.." Suaranya terdengar serak.

Jungkook khawatir melihatnya seperti ini. Dengan lembut Ia mengelus punggungnya, mencoba membuatnya tenang.

"Itu hanya mimpi, Hayeon. Jangan biarkan hal itu menakutimu." Bisiknya.

Hayeon tidak bisa melupakannya, mimpi itu terus berputar - putar di kepalanya, membuatnya merasa pusing.

"Mimpi itu membuatku sakit.." Lirih Hayeon. "Itu menghancurkanku .."

"Aniya, itu hanya mimpi, jangan dipikirkan." Sahut Jungkook cepat, masih berusaha membuatnya tenang.

"Itu sangat menyakitkan bagiku.." Hayeon melepaskan pelukan mereka. "Aku melihatmu, dan aku.. aku.."

Tiba - tiba.. Jungkook menariknya dan dengan lembut menciumnya. Bibirnya menyentuh bibir Hayeon dengan lembut, memberinya ciuman manis yang menenangkan. Lembut dan penuh perasaan. Namun, Hayeon membasahi ciuman mereka dengan air matanya. Perlahan Ia menjadi lebih tenang. Ciuman itu berhasil menenangkannya. Jungkook melepaskan ciuman mereka dan memeluknya.

"Uljima.."

"Aku tidak ingin melihatmu mati.." Lirih Hayeon.

Jungkook melepaskan pelukan mereka dan menatapnya, tepat di matanya. Dia menyeka air mata di pipinya.

"Aku takut.."

Apa ini selalu terjadi saat Ia melihat kematian orang lain? Atau Ia menjadi seperti ini karena Ia melihat takdirku? Hanya tadirku? Pikirnya.

15 menit berlalu, hening. Mereka tenggelam dalam pikiran mereka sendiri. Setelah lama terdiam, Hayeon akhirnya angkat bicara.

"Yang satunya.." Ia berhenti sejenak dan Jungkook meliriknya. "Yang tersisa adalah insiden berdarah, k-kau.."

"Arra," Jungkook langsung memotongnya. "Aku tidak percaya bahwa akhirnya aku akan mati dalam insiden itu, padahal aku berharap bisa mati dengan damai."

"A-apa.. apa kau sungguh tidak ingin hidup lebih lama?" Hayeon berusaha menahan air matanya. Jungkook tidak mengetahuinya karena Ia memalingkan wajahnya.

"Ini takdirku, meski aku tidak mau, tidak ada yang akan berubah." Jungkook tersenyum kecut.

Air mata Hayeon menetes tapi Ia langsung menghapusnya. Ia benar - benar takut kehilangan Jungkook, Ia tidak rela.

"Kau ingin tahu yang sebenarnya?" Tanya Jungkook. "Seseorang yang mencoba membunuhku?"

Hayeon hanya menatapnya, menunggunya untuk memberitahunya.

"Kau tahu Eunjin? Saingan Lisa di survival itu?"

"Dia yang memberimu racun?" Sahut Hayeon cepat.

"Ya, tapi Ia tidak tahu bahwa minuman itu diracuni. Ada seseorang di belakangnya yang memberitahunya untuk memberiku minuman itu sebagai ucapan selamat untukku. Dan, namanya adalah Bambam. Ia adalah kekasih Eunjin, mantan kekasih Lisa, dan sainganku."

"Mantan kekasih Lisa?"

"Ya, tapi biar kuberitahu sesuatu yang lucu. Setelah Lisa tahu tentang hal ini, Ia langsung mendatangi Eunjin dan menamparnya dengan keras, dan Ia juga memukul wajah Bambam sampai Ia mimisan." Jungkook mencoba menghiburnya tapi sepertinya tidak bekerja sama sekali.

"Jadi, mereka sudah dipenjara?" Hayeon menanyakan hal lain.

"Nugu? Bambam dan Eunjin? Aniya, aku sudah memaafkan permainan kotor mereka." Namja itu menjawab dengan tenang.

Hayeon terkejut, "Mereka mencoba membunuhmu tapi kau membiarkan mereka berkeliaran diluar sana? Apakah kau gila? Mereka bisa mencoba membunuhmu lagi!"

"Ya, itu sebabnya Lisa juga memukulku. Dan, pukulannya sungguh bukan main. Taehyung mencoba melaporkan mereka ke polisi, tapi aku mengatakan kepadanya untuk tidak perlu melakukannya."

"Tapi kenapa, Jungkook? Wae? Mereka itu berbahaya!"

"Berurusan dengan polisi berarti berurusan dengan orang tuaku, aku tidak ingin membuat Ibuku khawatir dan aku tidak ingin Ayahku mengirimku untuk belajar di luar negeri karena ini." Jelas Jungkook. "Cepat atau lambat aku akan mati juga, jadi tidak perlu repot - repot."

"Jungkook, berhentilah mengatakan itu. Itu membuat kepalaku pusing," Hayeon memalingkan wajahnya, berusaha tidak menangis lagi.

"Aku minta maaf kalau begitu."

Aku tidak ingin hal itu terjadi, tak bisakah kau setidaknya memiliki pemikiran yang sama denganku? Batin Hayeon saat melihat Jungkook yang melemparkan senyum kecil kearahnya.
   
   
     
   
   
   
***
      
    
    
   
  
   
   
A/N:
Sesuai janji yaaa double update ^^
Jangan lupa vote dan komennya❤
Thank you!
  
  
Tsyscarlet💛

DESTINY || JJKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang