Pekan ulangan tengah semester pun berakhir, saatnya bagi para dosen untuk menilai hasil ujian para mahasiswanya. Tidak lupa pula aku mengkoreksi beberapa hasil ujian. Kali ini aku tidak membuat soal, hanya mengajukan beberapa soal karena terdiri dari beberapa dosen untuk mata kuliah yang aku ajarkan. Siang ini begitu terik, awanpun lupa untuk membatasi panasnya matahari karena beberapa hari ini cuaca sedang tidak bersahabat. Sebentar hujan dan sebentar cerah seperti hari ini.
Kali ini mahasiswaku mengerjakan ujiannya dengan jujur, ya walaupu itu menurutku. Tetapi setidaknya tidak ada laporan dari pengawas tentang mahasiswa yang ketahuan mencontek saat ujian. Aku rasa ujian kali ini terlalu mudah, karena bukan aku yang mengajukannya. Mahasiswa terlalu dimanjakan dengan soal yang bagitu mudah karena mengingat mata kuliah ini adalah materi tingkat akhir, sehingga untuk beberapa mahasiswa yang ingin kuliah tepat waktu dengan mendapatkan nilai yang memenuhi standar.
Saat aku memeriksa hasil ujian, ponselku berbunyi. Sebuah pesan panjang yang cukup membuatku tertarik untuk membacanya. Aku menghentikan kegiatanku sejenak dan mulai membacanya. Pesan itu dari alfa.
"Maaf ya ka, kalo selama ini aku belom siap untuk sepenuhnya jatuh cinta dan punya rasa sama kakak. Aku sayang ko sama kakak, tulus dari dasar hati. Waktu itu kakak pernah nanya kan sama aku, ada tiga pertanyaan. Aku akan jawab satu – satu",
"Kalo sekarang ini kakak sebagai orang "terdekat" yang aku prioritasin... Someone special. Aku ga bisa menggambarkan seberapa besar rasa sayang aku ke kakak.. Karena aku sayang kakak setelah keluarga aku. Akupun ga mengerti kenapa aku bisa menaruh posisi kakak setelah keluarga dan sebelum sahabat. Kalo aku sayang sama orang itu tulus dari hati. Aku juga gatau kenapa bisa nyaman sama kakak, aku juga ga ngerti gimana perasaan aku ke kaka. Aku sebenernya aku jatuh cinta sama kakak. Mungkin aku ga sadar dengan itu ataukan aku terlalu takut untuk mengakuinya dan takut akan patah hati. Maaf kalo ga bisa ada di dekat kakak saat kakak butuhin aku, akunya gabisa disana, begitu pula saat kakak kangen sama aku. Soal keyakinan, aku udah yakin ko sama kakak. Kali ini ga ada keraguan lagi, insya Allah aku pilih kakak buat jadi imamku di keluarga kecilku nanti. Ya walaupun aku sama kakak ga kecil badannya, hehe",
Aku terharu, seorang yang benar dan yakin akan perasaannya setelah meragu dan takut terluka lagi. Kali ini dia meyakinkan perasaan dan hatinya. Dia berusaha untuk menerima secara penuh apa yang dia takutkan, yaitu membuka hatinya pada orang baru, termasuk aku. Terjawab sudah semua pertanyaanku pada dirinya.
"Akhir minggu ini, ijinkan aku kerumah. Aku ingin bertemu dengan kedua orang tuamu. Aku ingin menyampaikan maksud dan tujuanku untukmu", "Boleh aja, tapi kayaknya ga akan diterima untuk saat ini deh, soalnya aku kan baru kerja juga, masa mau langsung nikah", "Tidak apa, setidaknya mereka tahu apa tujuan dan maksudku padamu. Jika kamu berkenan, aku akan datang bersama kedua orang tuaku", "Boleh aja sih ka, yaudah nanti aku kasih tau papah ya. Aku share alamat rumah juga biar kakak tau". Begitulah percakapan singkatku dengannya.
Niatku sudah bulat, walau okta memberitahukan tentang apa yang terjadi di masa depan, aku berusaha untuk mendobraknya. Karena apa yang aku yakini adalah sebuah jawaban yang pasti. Bagaimana keputusan akhir adalah sebagai bonusnya. Yang penting adalah usaha dari apa yang kita lakukan.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Slice of Life
Подростковая литератураSebuah Perjalanan Menemukan dan Melupakan