Akhir Cerita

60 2 0
                                    


Waktu menunjukan pukul setengah sembilan malam, hari ini aku berencana untuk kembali ke jakarta bertemu orang tuaku untuk membicarakan pernikahanku nantinya. Akupun masih tidak tahu bagaimana keputusan orang tuaku saat mereka tahu anaknya yang tersayang akan menikah. Aku memesan sebuah tiket kereta dengan tujuan bandung gambir yang akan berangkat pada pukul setengah lima pagi. Saatnya untuk mengemas beberapa baju untuk menginap beberapa hari, mengingat kampusku libur untuk beberapa hari kedepan dikarenakan tanggal merah.

Perjalanan panjangku tidak terasa begitu jauh, entah keretanya yang melaju begitu cepat atau memang aku sudah terbiasa dengan perjalanan pulang pergi ke jakarta. Aku memilih menggunakan kereta karena lebih cepat dan lebih dekat dari rumah orang tuaku, daripada aku harus mengemudi dengan mobil dan ikut bermacetan ria di jalanan.

Decitan suara rel yang bergesekan seolah mencoba menggangguku. Sepanjang perjalanan aku hanya melihat sawah dan gunung yang mulai muncul saat fajar datang mengjelang. Sepasang headset menempel ditelingaku. Sebuah lagu dari dua lipa yang berjudul scared to be lonely seolah mengingatkanku tentang beberapa hal yang sudah terlewati. Mulai dari cerita sahabatku, tentang masa laluku, tentang beberapa memori yang menghilang, sampai pada akhirnya ceritaku dengan alfa.

'Pemberhentian berikutnya adalah stasiun purwakarta, bagi penumpang yang ingi turun harap mempersiapkan barang bawaannya dan jangan sampai tertinggal', begitulah pengumuman sekilah yang memecah alunan musik yang terdengar ditelingaku. Aku menaiki kelas eksekutif dan entah mengapa kursi sebelahku kosong, mungkin memang terlalu pagi untuk pulang ke jakarta atau memang belum terisi. Aku mengeluarkan sebuah laptop dan mulai dengan membaca revisian mahasiswaku.

Seorang perempuan duduk di sebelahku setibanya di stasiun purwakarta, perempuan dengan porsi badan sedikit gemuk dan menggunakan blazer hitam, rambut dikuncir serta membawa tentengan tas yang cukup banyak. Aku tidak menghiraukannya sampai ada hal yang membuatku terkejut. Dia mencium pipiku, solah kami saling mengenal. Aku menolehkan wajahku dan melihatnya dan aku pun cukup heran dengan apa yang sudah terjadi.

"Sibuk amat pak dosen, sampe calon istrinya ga dihiraukan", "Loh, ko bisa? Kamu ko naik dari sini? Kamu ngapain barusan hey...", "Gapapa, anggep aja aku kangen sama kamu, udah lama juga engga ketemu kan, itu bonus buat kamu, dan berhubung kita satu kursi jadi gapapa. Iya kebetulan banget ya, aku ada kerjaan di daerah purwakarta, ya begitulah",

Aku menutup laptopku dan memandangi wajahnya. "Ko ditutup? Lanjutin aja, lagi revisian mahasiwa kan? Jangan ngeliatin aku kaya gitu lah, ntar kamunya sayang sama aku gimana?", "I'm done with it, ntar aja dilanjutinnya. Tanpa kamu bilang, aku udah sayang ko sama kamu, makanya aku mau serius sama kamu",

"Aku mau nanya deh sama kamu", "Tumben, mau nanya apa? Benar aku masukin laptop dulu", "Sebenernya kamu serius ga sih sama aku? Masih adakah cerita yang kamu tutupin dari aku?",

Aku terdiam. Aku memikirkan segala macam kemungkinan yang akan terjadi saat aku mengatakan kejujuran ini, semua tentangku dan masa laluku. Bisakah dia menerimanya? Aku mulai menarik nafas panjang dan perlahan melepaskannya, seolah menghela nafas untu segala kemungkinan,

"Aku serius sama kamu, makanya aku ingin pulang dan bertemu orang tuaku untuk membicarakannya. Sebelum aku memulai ceritaku, aku ingin meminta maaf padamu atas apa yang akan aku katakan, semua kejujuran ini akan menyakiti perasaan dan hatimu.", dan akupun mulai menceritakan tentang masa laluku yang aku ketahui dari sahabatku. Mereka tidak akan berbohong hanya demi sebuah persahabatan. Aku lebih mempercayai mereka lebih dari apapun, terkecuali orang tua dan keluargaku.

Setelah aku menceritakannya, tidak ada kata apapun yang terucap dari bibirnya. Matanya yang bergelinang air mata seolah menunjukan rasa kecewa yang begitu dalam. Aku tidak dapat melakukan apapun, bahkan tanganku tidak sanggup untuk memegang tangannya setelah dia tahu apa yang terjadi padaku.

Kemudian dia memelukku dan menangis, seolah mengatakan rasa kekecewaan yang begitu besar dan berusaha menerimanya. "Dan pada akhirnya aku dapat mendengarnya langsung dari mulutmu. Semua yang aku rasa ada yang kamu sembunyikan dan ternyata benar dugaanku. Tapi kamu tidak melakukannya lagi kan?", "Engga, setelah kecelakaan itu, aku sudah meninggalkan semua kebiasanku dimasa lalu, termasuk ingatanku",

"Aku ga bisa ngomong apa – apa, yang jelas aku kecewa dengan semua yang kamu. Tapi setelah mendengar semua penjelasan kamu, aku bisa menerimanya karena itu memang masa lalu kamu dan semua itu sudah terjadi. Apa yang terjadi biarlah terjadi, setidaknya kamu udah mencoba untuk jadi orang yang lebih baik. Aku sayang kak sama kamu, aku udah bilang kan sama kakak. Pada awalnya emang aku shock denger apa yang kamu bilang, tapi kalo kamu udah berusaha meninggalkan, aku bisa terima ko",

"Aku gabisa ngomong apa – apa, aku hanya bisa bilang kalau aku menginginkan secepatnya waktu pernikahan kita, karena aku ga mau kehilangan orang yang bisa menerima masa laluku", "Jalanin aja dulu, aku juga baru kerja, pengen rasain dunia kerja dulu", "Thanks ya".

Dan waktupun berjalan dengan cepat, sampai pada akhirnya aku tiba di stasiun gambir dan berpisah dengannya di sana. Waktu akan terus berjalan maju, berusaha melupakan apa yang sudah terjadi di masa lalu dan belajar memperbaikinya di masa yang akan datang. Belajar untuk mengatakan semua hal dengan jujur walau semua itu sangat sulit sekalipun. Dan perjalanan kamipun baru dimulai.

A Slice of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang