Dalam kurun waktu dua minggu, banyak hal yang sudah kami bicarakan dan mungkin hampir tiap hari pada jam kuliah kami bertemu karena dia harus mengerjakan tugas akhir dan proposalnya. Aku hampir lupa mengenalkan pada kalian, namanya Zalfa, biasa dipanggil akrab oleh temannya alfa. Dia adalah salah satu mahasiswi bimbinganku di kampus.
Memiliki tinggi sekitar seratus lima puluhan memang sudah biasa di kalangan mahasiswi di kampusku, bahkan ada yang lebih pendek lagi. Memiliki tubuh yang lumayan gemuk, hampir seperti irena, hanya saja dia sedikit lebih besar dan lebih pendek. Kulit yang lumayan putih, asli keturunan betawi, wajah yang lumayan menggemaskan dan memiliki kelakuan yang sering diluar akal sehat menurut teman temannya. Dia anak yang periang walau memiliki kebiasaan yang lumayan menguras kantong mahasiswanya, dia lebih menyukai makanan daripada harus memikirkan kehidupan asmaranya di kampus.
Menurut temannya, tidak sedikit mahasiswaku di kampus yang menyukainya. Mulai dari kalangan juniornya di kampus, hingga beberapa dosen muda sepertiku. Ya mungkin aku belum termasuk di dalamnya karena belum mengenal dia sepenuhnya.
Lamunanku terhenti saat sebuah pesan masuk di ponselku. Namanya terpampang jelas dan berisikan beberapa pesan yang lumayan panjang.
"Selamat siang pak, maaf mengganggu, saya Zalfa, mahasiswi bimbingan bapak, siang ini bapak ada di kampus tidak ya? Saya ingin bimbingan untuk membicarakan beberapa topik tentang tugas akhir saya, sekiranya akan menyita waktu bapak, sebelumnya terima kasih pak",
"Siang ini saya di kampus, ke ruangan saya saja ya jam dua siang nanti, sampai sore saya kebetulan tidak ada jadwal mengajar", "Baik pak, terima kasih".
Begitulah pesan singkat yang kami bicarakan.
Sekitar pukul setengah dua siang, beberapa mahasiswiku sudah menunggu di depan ruangan. Aku memiliki sekitar enam belas orang mahasiswa yang memilihku untuk menjadi pembimbing, walaupun belum dua tahun mengajar sebagai dosen, aku cukup terkenal dengan keramahan dan orang yang mudah dalam memberikan materi kepada mahasiswanya. Aku hanya sekedar pembimbing dua, karena pembimbing utama harus memiliki minimal lima tahun mengajar menjadi dosen.
"Maaf ya, nanti mulainya jam dua. Saya ada urusan dulu sebentar sama ketua prodi kalian", sapaku pada mahasiwi yang sudah sedari tadi menunggu. "Baik pak, kami tunggu", begitulah jawaban dari beberapa mahasiswiku.
Sekitar pukul dua lebih lima belas aku baru selesai urusan dengan ketua prodi karena ada yang harus dibicarakan mengenai mahasiswi bimbingaku. Aku kembali ke ruangan dan memulai bimbinganku dengan mahasiswiku satu persatu. Beberapa mahasiswi menanyakan tentang materi yang mungkin bertentangan dari apa yang aku ajarkan, tetapi beberapa dari mereka juga memberikan inovasi baru yang cukup membuatku kaget.
"Pak saya ingin bertanya mengenai topik tugas akhir saya, jadi dari penelitian yang saya ajukan kepada masyarakat, saya mendapatkan beberapa kendala. Beberapa diantaranya tentang kehidupan mereka...", dan banyak yang ditanyakan kepadaku oleh mahasiswi. Setelah semua mahasiwi bimbinganku datang, tibalah saat alfa untuk bimbingan denganku.
"Maaf pak. Sebeluimnya saya ingin menanyakan sesuatu sama bapak, sekiranya diluar topik ta saya, apakah bapak berkenan untuk menjawabnya", "Kalau itu tidak mengandung sara atau melecehkan semacamnya, saya kira bisa, memangnya kamu ingin bertanya apa?", "Bapak kenapa bisa match sama saya di aplikasi minder ya? Saya penasaran pak, setelah match, mungkin hanya beberapa hari bapak dengan saya berkomunikasi, itu juga hanya sekitar kampus, maaf pak mau tanya, bapak belum menikah ya?", "Saya rasa tidak ada jawaban yang spesifik, hanya saja saya tidak asing dengan muka kamu, jadi saya memilih untuk swipe right, mengenai hal itu, memang saya belum menikah, kamu kenapa bertanya seperti itu? dan kenapa kamu memilih match dengan saya?", "Tidak apa sih pak, alhamdulillah hehe, saya hanya bertanya. Saya match sama bapak karena bapak itu orangnya baik, mudah ngasih materi ke mahasiwanya, terus orangnya open mind.. duh maap ya pak", "Iya tidak apa, coba diteruskan".
Dan perbingcangan kami pun berlanjut, hampir sekitar tiga jam kami mengobrol seputaran tugas akhir dan beberapa topik diluar itu. Aku hanya penasaran bagaimana kelanjutannya. Alfa memiliki tipikal orang yang mudah begaul dan mudah terbuka untuk beberapa hal, dan dia sangat ingin tahu mengenai kehidupan orang lain, termasuk aku.
