Dia tidak mempesona
Apalagi sempurna.
Namun, jika hatiku memilihnya
Aku bisa apa?
-Naymira****
Lebih dari dua tahun sudah aku menjadi salah satu siswa di MA ini, sekolah cita-cita ibu. Beberapa bulan lagi aku akan lulus. Dulu dan sekarang memang berbeda, dua tahun yang lalu tepatnya saat aku masih kelas X aku berharap agar aku cepat keluar dari sekolah ini, tapi sekarang... sungguh rasanya berat meninggalkan sekolah ini.
Salah satu faktor yang membuatku berat meninggalkan sekolah ini adalah 'Blaise', teman-temanku. Blaise adalah nama kelompok kami, terinspirasi dari film kartun Tingkerbell yang judulnya 'Tingkerbell and the Lost Treasure' tau kan? Tau kan? Kalo gak tau berarti masa kecilmu kurang bermakna. Blaise adalah nama kunang-kunang yang menemani perjalanan Tingkerbell mencari pulau yang hilang, kenapa kita milih nama Blaise? Bukan Tarrens aja yang ganteng? Jawabannya kita sendiri gak tau. Blaise itu sebuah kata yang terasa menyenangkan saat diucapkan, terlebih disini tokoh Blaise memiliki sikap yang konyol, sedikit freak, friendly, dan tentunya berani. Dan itu hampir mirip sama kita, terutama aku.
Muji sendiri masih gratis kan?
Blaise terbentuk saat kita kelas XII, terdiri dari empat orang. Kalau dihitung-hitung kebersamaan kita memang tidak lama, tapi entahlah aku seperti menemukan jiplakan diriku sendiri pada mereka. Aku akan menjadi orang yang berbeda saat bersama mereka, benar-benar diriku, gak ada lagi yang namanya jaim-jaim-an.
"Weh Via Vallen mau konser" Ima berseru-seru semangat. Gadis yang hobinya memegang handphone itu menjadi pusat perhatian sekarang. Nama di akta kelahirannya Rima Andini, tapi kita biasa memanggilnya Ima.
Gadis di sebelahku menoel lengan Ima membuat Ima langsung menoleh dengan alis terangkat. "Itu" desisnya pelan.
Ima memperhatikan sekitarnya, kala mendapati beberapa pasang mata masih menatapnya, Ima tersadar dengan kesalahannya. Lantas ia menangkupkan kedua telapak tangannya sambil bergumam maaf. Setelah itu ia duduk, telapak tangan yang tadinya menangkup kini beralih menutupi keseluruhan wajahnya.
"Malu banget parah" kami bertiga sudah cekikikan geli.
"Makannya jangan lebay" Gadis yang tadinya menoel lengan Ima kembali berkomentar. Gadis bernama lengkap Tita Rizkia ini memang hobi ngomong. Tapi untungnya dia nggak ngomongin orang alias gosip atau dalam bahasa Islamnya Hibah. Kita cukup takut buat ngomongin keburukan orang. Karena diharamkan dalam Islam, sekalipun perkataan kita benar adanya itu akan dianggap dosa karena termasuk hibah, sedangkan jika perkataan kita tidak benar itu termasuk fitnah, tau kan istilah "Fitnah lebih kejam dari pembunuhan" untuk itu, kita berusaha se-bisa mungkin menghindari percakapan berbau hibah atau fitnah.
"Ya.. kan akunya excited" jawab Ima tak mau kalah.
"Tapi gak malu-maluin juga kali"
"Gak sengaja tadi"
"Al--"
"Husssh udah-udah jangan berteman" ujar Maysaroh sambil mengibas-ngibaskan tangannya. Sebenarnya nama yang tercantum di akta kelahirannya adalah Maylafaza tapi kita manggil dia Maysaroh karena Maylafaza itu susah untuk lidah kita. Dan untungnya Maysaroh ini baik, dia terima-terima aja nama sebagus Maylafaza kita ganti jadi Maysaroh, ya walaupun nama Maysaroh gak jelek juga.
Nama Maysaroh kita ambil dari nama Maisarah bin Masruq al-Abisi, tau kan? Lelaki yang menemani Nabi Muhammad berdagang ke negeri Syam. Sedikit aneh memang disini nama Maisarah yang di baca Maesaroh itu untuk kaum perempuan sedangkan disana untuk kaum lelaki, tapi kita tidak harus memusingkan hal tersebut bukan? Allah Maha Kaya.
"Unfaedah" ujarku. Tapi tentunya mereka tidak tersinggung.
Omong-omong saat ini free class, para guru sedang rapat, entah tentang apa aku tidak terlalu peduli.
"Keluar yuk" Ima memasukkan handphonenya ke saku baju, lantas berdiri merapikan baju dan jilbabnya.
"Kemana?" Tanya Tita, dia masih duduk asik meluruskan kakinya.
"Kantin, WC, koperasi, lapangan, ya... kemana aja, bosen aku di kelas mulu"
"Kuy lah" Maysaroh menganggukkan kepalanya setuju. Jadilah sekarang dengan ogah-ogahan Tita berdiri diikuti Maysaroh kemudian aku, sebenarnya aku malas keluar tapi daripada di kelas sendirian bisa mati kebosanan aku nantinya.
Kaki kami berjalan tak tentu arah, mencari tempat yang sekiranya cukup nyaman untuk dijadikan tempat nongkrong. Tapi sejauh ini sepertinya belum ada.
"Disana aja" Aku menunjuk bangku yang berada di depan pinggir lapangan, bangku itu kosong berhadapan dengan lapangan basket di sampingnya terdapat pohon besar jadi tidak terlalu panas untuk kita duduki.
"Hayuk lah"
Akhirnya kita duduk di bangku tersebut, mengobrol tentang apa saja lalu beberapa saat kemudian datanglah segerombolan anak laki-laki yang ku perkirakan kelas XI memakai baju olahraga.
"Uuuh dikasih tontonan dedek gemesh" gumam Tita.
"Siapa tau ada cogan" kita berujar bersama-sama, lantas tertawa bersama-sama pula.
Selain suka dangdut koplo, Blaise juga suka sama cogan. Jadi jangan heran kalo ada cowok bening dikit kita langsung misuh-misuh gaje.
"Emang boleh olahraga gitu? Kan gurunya lagi pada rapat" tanyaku heran.
"Ya mungkin mereka cuma pengen main bola doang, kayak gak tau anak laki aja sih Ra" Ima memang menjawab tapi matanya tak lepas dari kerumunan siswa berseragam olahraga tersebut.
"Emang boleh?"
"Mana saya tau"
"Cup, itu punya aku" Maysaroh berseru sambil menunjuk cowok berjambul yang sedang mengambil bola. Jika pelajaran olahraga kebanyakan siswa memang melepas pecinya karena khawatir peci itu akan bau jika dipakai dalam cuaca panas, terlebih akan berolahraga pastinya banyak mengeluarkan keringat.
"Iih ya nggak boleh gitu dong May" Tita membantah cepat, kepalanya digelengkan berkali-kali, bahkan sekarang ia sudah berdiri di depan Maysaroh.
"Iya May cokiber" sahut Ima.
FYI, cokiber singkatan dari cowok kita bersama.
Maysaroh menjulurkan lidahnya.
Aku memperhatikan laki-laki yang ditunjuk Maysaroh, dengan kulit putih, hidung mancung, dan alis tebal, bisa aku nilai bahwa dia memang ganteng. Ditambah dengan jam tangan yang melingkar ditangan kirinya, menambah kesan keren yang membalut laki-laki yang belum ku ketahui namanya itu.
Tapi entah karena apa aku tidak tertarik. Justru aku tertarik pada laki-laki berponi yang kini sedang mengoper bola. Kulitnya memang tidak seputih laki-laki berjambul itu tapi entah karena apa, dia terlihat... keren.
Ini memang takdir, saat bola menggelinding ke arahku laki-laki berponi itu yang mengambilnya, kami bertatapan dalam beberapa detik sebelum dia kembali berlari menuju teman-temannya. Dari tatap-tatapan yang super singkat itu aku dapat mengingat wajahnya. Alisnya tidak terlalu tebal tapi melengkung dengan sempurna, iris matanya coklat, hidungnya kecil tidak terlalu mancung, bibirnya tipis, dan dagunya runcing. Kalau aku tidak keliru, dia kelihatan seperti tokoh-tokoh anime Jepang.
Dan dengan begitu ku nyatakan dia sebagai Babang pertamaku.
"Yang berponi jangan sampai lepas"
Aku tak peduli jika mereka meributkan laki-laki ganteng berjambul itu, yang aku pilih adalah dia, laki-laki berponi.
Sudut bibirku tertarik ke atas, welcome Babangku...
Jadi ya, ini tuh bisa masuk ke teenfic, rohani, atau humor. Tapi aku masukkinnya ke teenfic karena ini-kan cerita remaja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Same [COMPLETED]
Short StorySebuah kisah tentang suatu persamaan yang mereka anggap berbeda. -------------------------------------------- Kata 'Cinta' muncul sebanyak 90 kali dalam Al-Quran. Namun menariknya, tak ada satupun yang mendefinisikan makna cinta itu sendiri, melain...