4. Si Gemuk

40 10 0
                                    


Emangnya kenapa sih bu? Lagian kan ini masih nutup aurat saya.
-Si Gemuk

****

Kring... kring... kring...

Bel istirahat berbunyi nyaring membuatku mendesah lega, begitu pula teman-temanku yang kini tersenyum lebar karena terbebas dari kerumitan pelajaran fisika dan kekejaman bu Nurlaeli. Tampak olehku garis wajah bu Nur yang masih keras, aku jadi berfikir apa dia tidak senang bel istirahat berbunyi? Huh, baiklah tidak usah dipikirkan.

Aku mulai memasukkan buku-bukuku ke dalam tas saat bu Nur dengan garang berkata "PR halaman 29-31, nanti ada pelajaran ibu lagi kita bahas. Yang tidak mengerjakan PR tau sendiri kan akibatnya apa?" Rupanya kita tidak benar-benar terbebas dari kekejaman dia.

Serempak kami menyahut "iyaa buu"

Faisal Hadi, atau yang biasa di sapa Hadi bahkan kini sudah bersungut-sungut. Bibirnya komat-kamit entah mengucapkan apa. Jika saja saat ini bu Nur tidak ada, aku pasti sudah terbahak-bahak. Ku lihat lagi bangkunya yang berada di baris pertama paling kanan, nampak olehku Ari, teman sebangkunya tengah mengusap lembut bahu si Hadi. Mulutnya berucap sesuatu yang ku yakini ucapannya adalah "uwis mas, sabar... dia gurumu loh" Lalu Hadi memutar bola matanya muak. "Guru lo juga" sentaknya kemungkinan. Tapi yang ku lihat Ari malah tersenyum lalu berdiri, ajaib emang nih cowok.

"Jajan boten mas?"

''Kuy" sedetik kemudian, Hadi berlalu sambil menarik lengan Ari.

Hadi itu ketua kelasnya kelas XII IPA 3, kelasku, meski dia ketua kelas Hadi nggak segan-segan buat jadi provokator anak-anak bikin ulah. Oleh karena itu, setiap jamnya bu Nur, Hadi itu paling anti karena di awalan masuk aja dia udah diceramahin panjang lebar, lalu saat spidol habis dia yang ngisi ulang, belum lagi saat dia disuruh hapus papan tulis, emang menyedihkan sih nasibnya.

"Hayuk ke kantin, keburu rame" kata Ima sambil memasang earphone di telinganya.

****

"Alhamdulillah" gumamku saat sudah menandaskan satu cup teh manis dingin.

Aku kembali mencari Popon, dalam hati aku terus berteriak Popoon where are youu...

Tapi sepertinya Popon tidak ada, dari awal masuk kantin sampai selesai makan jajanan kantin Popon tidak kelihatan batang hidungnya, padahal tadi pagi aku sempat melihatnya di koperasi. Huhuhu... Popon where are you...

"Mau sholat nggak?" Tanya Maysaroh yang langsung ku angguki tanda mengiyakan.

"Lima belas menit lagi, cukuplah"

"Yodah kuy" aku bangkit dari dudukku diikuti yang lain.

Kita akan melaksanakan sholat sunah dhuha, hal itu memang telah menjadi kebiasaan kita sejak kelas dua belas. Selepas mengisi perut kita akan segera bergegas menuju mushola sekolah, kita juga biasa membawa mukena sendiri karena biasanya mukena di mushola itu baunya naudzubillah. Mengerti maksudku? Ya gimana dong, beratus-ratus siswi menggunakan mukena yang sama dalam setiap harinya, sedangkan mukenanya sendiri jarang dicuci, sebulan sekali juga udah untung-untungan.

Selesai mengambil wudhu aku bergegas menaiki tangga karena musholanya ada di lantai dua sedangkan lantai satunya digunakan sebagai aula.

"Berapa rakaat?" Tanyaku setelah selesai menggunakan mukena.

"Masih sepuluh menit sih, empat rakaat aja gimana?" Opini Ima langsung ku angguki.

"Duluan" sedetik kemudian mulutku menggumam niat sholat dhuha. Kemudian kedua tanganku mulai terangkat, melakukan takbiratul ihram, dalam hati aku kembali merapalkan niat sholat dhuha.

Same [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang