14. Usir Jelek

23 4 0
                                    


Aku tidak peduli dengan nilai yang akan ku dapat
Aku lebih peduli pada ilmu yang akan ku peroleh.
-Naymira

****

Kejadian dimana aku yang berpapasan di koridor memang amat menyenangkan hatiku tapi tetap saja aku harus selalu mewanti-wanti hatiku agar tidak terlalu baper pada makhluk semacam Alan. Omong-omong soal Alan, aku baru mengetahui bahwa dia adalah anak pondok. Aku belum cerita ya? Jadi gini, di sebelah selatan sekolahku terdapat pondok pesantren milik kepala sekolah, sebagian besar santrinya memang sekolah di MA ini. Nah Alan adalah salah satunya begitu pula dengan si gadis kulit putih dengan senyum semanis gula. Bisa dibayangkan bagaimana panasnya hatiku? Tapi bagaimana pun juga aku bukan siapa-siapanya Alan dianggap teman saja sudah untung-untungan. Begini nih  nasib seorang secret admirer.

"Assalamualaikum" aku tersentak kala mendengar salam yang berasal dari wali kelasku.

"Waalaikumsalam" jawabku bersamaan dengan teman-teman sekelas.

"Hari ini kita ulangan harian"

Ingin ku berkata kasar.

Bu Nur itu emang gini, apa-apa mendadak. Dia nggak pernah mikir apa kalo pelajarannya itu bikin kepala migrain seketika. Dalam hati aku terus-menerus bergumam sabar menghadapi wali kelas yang tidak berperikesiswaan itu.

"Belum belajar bu"

"Suruh siapa nggak belajar?" Sentaknya membuat kami mengerut seketika. "Ya sudah ibu kasih waktu lima menit" lanjutnya sambil melenggang keluar.

Saat tubuh gempalnya sudah tak terlihat anak-anak kelas mulai mengumpatinya dengan berbagai macam kata yang tidak pantas, aku tidak ikutan, tentu saja. Lebih baik aku memanfaatkan lima menit yang pendek ini untuk menghafal rumus-rumus yang rumitnya naudzubillah, meski aku tidak yakin juga berbagai macam rumus ini akan masuk ke otakku dan membuatku tidak kesusahan saat mengerjakan ulangan nanti tapi setidaknya aku sudah berusaha kan, untuk urusan bisa atau tidak, dan nilainya bagus atau tidak, aku serahkan semuanya pada Yang di Atas.

Mulutku masih komat-kamit tatkala tubuh gempal Bu Nur memasuki kelas dengan langkah tegas. Wajahnya menunjukkan rasa tidak suka saat melihat beberapa teman perempuanku yang mengobrol sesama. "Bukannya belajar malah ngobrol! Udah tau nilainya kecil-kecil masih aja nggak mau berusaha" cercanya membuatku yang tidak melakukan kesalahanpun ikut ketakutan.

Hening beberapa saat sebelum akhirnya ketukan pantofle Bu Nur beradu dengan lantai menciptakan irama yang mencekam. "Kumpulkan bukunya" titah dari sang Semar Manyun membuat kami serempak berdiri meletakkan buku fisika yang sedari tadi dipegang ke atas meja bu Nurlaeli. 

"Ada dua puluh soal dengan pilihan ganda dan esai masing-masing sepuluh buah. Ibu kasih waktu empat puluh menit, setelah itu akan kita koreksi bersama-sama"

Dua puluh menit kemudian kepalaku mulai nyut-nyutan sementara mata Bu Nur masih awas mengamati kita. Sampai kemudian pandangannya beralih saat mendengar dering ponselnya, tangan besarnya terulur mengangkat ponsel lalu diletakkannya benda pipih itu di samping telinga.

"Ya, waalaikumsalam...

"Oh iya, iya saya akan segera kesana pak...

"Ah tidak sama sekali...

"Iya sama-sama, waalaikumsalam"

"Ibu akan pergi sebentar, kalian jangan ribut! Tetap kerjakan soalnya, jangan mencontek!"

"Iya buu"

"Oh iya satu lagi, Hadi!"

"Iya bu?"

Same [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang