7. Ditembak Niko

32 7 3
                                    


Halaahh drama! Lelaki kok menye-menye!
-Naymira

*****

Temenin aku ketemu Niko ya, please" bujuk Tita untuk kesekian kalinya dengan nada memelas.

"Ogah" serempak aku, Ima dan Maysaroh menjawab. 

"Ayolah... nemenin doang, kalian nanti ngumpet dimana gitu"

Menggelengkan kepala adalah respon kami selanjutnya.

"Ayo dong temenin ya... ya... pleaseee...."

"Nanti istirahat kedua ku-traktir bakso bu Lili deh"

Alarm di kepalaku berbunyi, cepat-cepat aku mengangguk diikuti oleh Ima dan Maysaroh tentunya.

"Giliran gratis aja cepet" cibir Tita.

Aku nyengir "Namanya juga cewek, selagi masih bisa dapet gratisan kenapa harus ngeluarin duit? Ya ngga? Ya ngga?" Ima dan Maysaroh mengangguk setuju.

Kami terbahak sementara Tita kini sudah kembali fokus pada ponsel pintarnya.

Kring... kring... kring...

Bel istirahat jam pertama telah berbunyi nyaring, aku harus merelakan perutku tidak terisi kali ini, biarlah nanti bisa ku ganjal dengan roti atau gorengan. Demi Tita dan traktiran baksonya.

"Ketemuannya dimana?" Tanyaku.

"Di gudang"

"Astagfirullah... kok di tempat sepi ya?" Maysaroh berseru-seru curiga.

Aku terkikik geli "Nah loh, jangan jangan..."

Tita mendengus "Udah deh, jangan nakut-nakutin"

Kembali, aku terkikik geli.

Sesampainya di gudang kami langsung mencari tempat persembunyian yang sekiranya cukup jauh dari TKP tapi masih tetap bisa mengawasi mereka. Tak lama kemudian, Niko datang. Kala melihat Tita sudah berada disana, ia mempercepat langkahnya seiring dengan senyumnya yang kian mengembang.

Sedangkan kami memilih diam, berusaha untuk tidak banyak bergerak ataupun bersuara.

Ku lihat mereka yang kini berdiri berhadapan. Tita terus menundukkan kepalanya sambil meremas ujung bajunya sesekali ia menghembuskan nafasnya panjang, itu ku ketahui dari gerakan bahunya yang naik turun dengan amat jelas, sementara Niko, dia terus-terusan menatap Tita lekat, seakan jika sedetik saja ia melepaskan pandangannya Tita akan lenyap dari dunia ini.

Pandangan pertamaku tentang laki-laki berkulit kuning langsat ini adalah dia bukan lelaki baik-baik, tidak cocok buat jadi imam. Mungkin ini terdengar kejam, tapi percayalah! Tidak ada seorang laki-laki baik yang akan menatap wanita yang bukan mahramnya dengan pandangan yang seperti itu. Harusnya dia lebih bisa menjaga pandangannya, bukannya seperti ini. Tidak malu dia dengan statusnya sebagai siswa Madrasah Aliyah?

"Tita?" Samar-samar ku dengar Niko memanggil nama Tita.

Tita mendongak, dari tatapan matanya ku tau dia takut, atau mungkin gugup.

"Y-ya?"

"Tau nggak?__"

Belum sempat Niko menyelesaikan ucapannya Tita langsung menyela "Enggak" itu memang kebiasaannya. Lalu ku lihat Niko yang terkekeh.

"Lucu banget sih" katanya sambil mengusap-usap lembut kepala Tita.

Aku berdecak, nggak takut dosa dia.

Sumpah ya, aku udah sebel banget sama dia. Bisa nggak sih dia menghargai wanita sedikiiit aja. Aku tau dia nggak nyentuh kulit Tita langsung tapi bukan nggak mungkinkan kalo nanti dia bakal megang juga. Lihatlah! Sekarang tubuh Tita sedikit bergetar, matanya melotot, lalu tubuhnya secara refleks mundur beberapa langkah ke belakang.

Same [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang