23. Dari Abangku

31 7 1
                                    


Cepat kembali, ya habibi.
-Naymira

*******


"Al" tegurku.

"Kenapa?"

"Kamu kenapa suka sama aku?"

Alan diam tampak memikirkan sesuatu, air mukanya menunjukkan keseriusan. "Ada satu hal"

Mataku berbinar. "Apa? Apa?" Tanyaku antusias.

Dia menatapku tersenyum tipis. "Kamu... wanita"

Aku tercengang. "Jangan bercanda, aku nanya serius juga" sungutku membuatnya terkekeh.

"Ya masa saya suka sama cowok, Ra"

Aku mendecak kesal. "Ihh bukan gitu maksudnya''

"Iya iya" ujarnya mengalah. Lalu tatapan matanya kembali menunjukkan keseriusan. "Alasannya karena kamu beda"

Sekuat tenaga aku menahan senyumku yang siap menyembul. "Beda... gimana?" Aku salah tingkah masa? Malu-maluin.

"Ya beda, kalo nggak beda mana bisa saya mengenali kamu sebagai Naymira di antara jutaan wanita di dunia?" Jelasnya di akhiri tawa renyah.

WHAT?! Kok kesel ya.

"Nyebelin" bukannya berhenti tertawa ini mah nggak malah makin kenceng ketawanya

Di diamkan saja, aku masih cemberut saat akhirnya dia menghentikan tawanya. "Ra"

Aku mendengus. "Apa?''

"Kata orang--"

"Nggak percaya kata orang"

"Yeuh dengerin dulu"

Aku diam, tidak berniat membalasnya. "Kata orang seseorang belum dikatakan mencintai jika masih memiliki alasan dalam mencintai"

Hm?

Aku baper masa, emang nyebelin si Alan.

Buk!

"Ngelamun aja sih dek"

Aku tersadar, mataku mengerjap beberapa kali lantas pandanganku beradu dengan netra Bang Adib yang menatapku penuh kekhawatiran. "Dek" tangannya kembali mendarat di bahuku.

Aku menghela napas, mengusap wajahku kasar, lalu menutup keseluruhannya dalam beberapa detik, lantas dengan sisa-sisa kekuatan aku berusaha menarik sudut-sudut bibirku yang sepertinya mengalami mati rasa.

"Hai Malika, sini sini sama tante dulu" ujarku semangat seraya merentangkan tangan pada gadis lucu yang kini tengah memakan es krimnya.   

"Malika makan apa?" Tanyaku seraya menciumi pipi gembilnya.

"Makan es klim, tante mau?"

"Nggak, buat Malika aja" kepala kecilnya mengangguk membuat rambutnya ikutan naik turun.

Malika adalah keturunan Bang Adib, umurnya baru menginjak empat tahun, gadis penyuka es krim ini kebetulan sedang liburan bersama orang tuanya kesini.

"Dek" Bang Adib kembali menegurku tapi lagi-lagi aku menghiraukannya. "Malika makan es krim rasa apa?"

"Lasa..." wajahnya nampak imut saat berpikir membuat bibirku tidak tahan untuk menciumi wajahnya kembali. "Nggak tau"

Same [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang