Ya kenapa harus bilang 'astaga' kalo masih ada 'Astagfirullah'.
.
.
Ternyata ngomong bijak itu menguras tenaga.
-Naymira****
Tita menceritakan kejadian tadi dengan menggebu-gebu, dia bercerita seakan-akan kejadian tadi adalah pengeboman kota Hiroshima dan Nagasaki, perlu dicatat dalam sejarah.
Lagi-lagi aku hanya bisa memutar bola mataku malas, terlalu capek menyuruh Tita berhenti bercuap-cuap. Dan sialnya, Maysaroh dan Ima sama histerisnya dengan Tita. Dosa apa aku tadi pagi sampe mukaku cemberut mulu.
"Iya! Si Mas Kriting senyum gitu" Tangannya menggebrak meja hingga membuatku terlonjak kaget. Aku mendelik tajam pada Tita. "Peach Ira" katanya sambil nyengir.
FYI, Mas Kriting itu sebutan untuk laki-laki yang ngembaliin raketku. Remember? Berhubung rambutnya keriting Blaise kecuali aku menamai dia Mas Kriting karena kita belum tau namanya dan aku tidak berniat mencari tau. Catat baik-baik, tidak berniat mencari tau namanya.
"Untung temen" dengusku.
Ima menatapku sekilas "Terus... terus..."
"Terus ya__" dan bla bla bla, malas aku mendengarnya. Lagian heran, akunya sendiri biasa aja tapi mereka hebohnya naudzubillah.
Malas meladeni mereka aku beranjak dari kursiku menuju meja Indri, teman sekelasku yang sepertinya sedang membicarakan sesuatu yang seru.
Sebenarnya aku malas juga disini, sekedar informasi Indri itu kpopers dan tentunya objek pembicaraannya nggak jauh-jauh dari orang korea yang tidak ku mengerti sama sekali.
"Astaga! Seriusan?" Dahiku mengernyit sementara lawan bicara Indri mengangguk lemah.
"Iya katanya dinner gitu"
"Astaga! Astaga! Kok gitu sih? Ih apaan banget deh. Nggak like gue! Nggak like!" Indri berseru-seru tidak terima, air mukanya menunjukkan ketidaksukaan yang amat kentara.
Tiba-tiba sekretaris kelasku ikut bergabung "Ndri, mending kamu jangan ngomong astaga deh" sekretaris kelasku berkata lembut pada Indri yang memandangnya kebingungan.
Tanpa ku duga Indri bangun dari duduknya, mungkin dia masih terbawa emosi karena berita tadi jadi dia marah-marah sama sekretaris kelasku yang menurutku tidak salah. Dia bahkan menunjuk-nunjuk wajah sang sekretaris dengan telunjuknya. Dan tentunya sekretaris itu marah, lagian siapa yang nggak marah coba lagi nasehatin baik-baik eh malah responnya kayak gitu, kalo aku jadi dia mungkin sudah ku tarik kerudungnya Indri biar mampus sekalian.
"Eh aku ngomong baik-baik ya"
"Ya lo nggak usah ikut campur, lagian apa salahnya sih ngomong astaga? Dalam KBBI juga ada kok kata astaga"
Belum sempat si sekretaris menjawab aku sudah menyambar duluan "Ya kenapa harus bilang 'astaga' kalo masih ada 'Astagfirullah'. Kamu orang Islam, tentunya kamu tau salah satu hadis Rasulullah yang mengatakan bahwa kita dilarang untuk mengikuti kelakuan orang kafir. Kamu juga pasti tau kan siapa aja orang kafir itu? Atau perlu kujelasin?"
Aku tidak pernah memandang orang yang suka orang-orang korea, orang-orang barat sampai orang-orang India dengan pandangan yang seakan-akan mereka itu salah karena suka sama orang yang non muslim. Lagian kan cuma ngefans. Tapi untuk kasus Indri ini berbeda, dia itu berfikir bahwa dunia dia hanya berputar pada artis yang dia sukai. Bisa dilihat kan dari caranya berinteraksi.
Tanpa mau terlibat lebih jauh lagi, aku beranjak meninggalkan Indri yang masih terpaku. Lebih baik aku beli camilan di kantin, ternyata ngomong bijak itu menguras tenaga.
****
"Ra, mau tau nggak namanya Mas Kriting?" Ima bertanya antusias.
Aku menggeleng pelan, tetap mempertahankan posisiku yang masih tidur ayam diatas meja.
"Tapi berhubung aku orangnya baik hati dan tidak sombong aku bakal ngasih tau kamu biar nggak galau nanti malem mikirin siapa namanya Mas Kriting, namanya Mas Kriting adalah..."
Tanpa sadar aku membuka telingaku lebar. Aku merutuk betapa menyebalkannya Ima karena menggantung ucapannya.
"Alan Hamzah"
Ooh, Alan Hamzah. Sedetik kemudian aku memejamkan mataku lagi.
"Ra, gimana?" Aku yang tadinya masih memejamkan mata langsung menegakkan tubuhku.
"Apanya?" Tanyaku sambil menutup mulutku yang menguap lebar.
Seperti hari-hari sebelumnya, aku datang terlalu pagi yang akhirnya ku manfaatkan untuk menutup mata barang sejenak agar tidak mengantuk nanti.
"Si Mas Kriting" jawab Maysaroh gemes.
Anak-anak kelasku sudah banyak yang datang, tidak heran sih mengingat sekarang lima menit lagi bel masuk berbunyi.
"Plis deh jangan manggil dia Mas"
"Kenapa? Berasa dia jadi suami?"
"Eooh"
"Eh nggak boleh gitu! Nanti jodoh baru tau rasa"
Aku mendengus kesal pasalnya sudah dua hari terhitung sejak insiden aku yang tidak sengaja terkena bola, mereka terus saja menjadikan Alan objek obrolan. Nggak bosen bosen! Aku saja yang mendengarnya bosan sendiri.
"Jadi gimana?'' Tanya Maysaroh lagi.
Aku mengangkat kedua bajuku "Ya nggak gimana gimana"
"Ah nggak seru, kamu itu harusnya bi--" ucapannya terpotong karena telunjukku sudah mampir dibibirnya.
"Shh... udah ngomongnya ya, ngaji dulu"
Sekolahku memiliki kebiasaan untuk mengaji selama sepuluh menit setelah bel masuk berbunyi. Nanti akan ada pemandunya dari kalangan guru atau bisa juga murid, selama dua tahun lebih aku mendengar berbagai suara mengaji aku paling suka sama suaranya Pak Riyan, ugh betapa banyak kelebihan dia.
"A'udzubillahiminassyaithanirrajiiim" suara Ta'awudz ini membuatku terdiam, bulu kudukku tiba-tiba meremang sementara aku membuka telingaku lebar-lebar.
Al-Quran yang semula terbuka ku tutup kembali, aku menyerukkan kepalaku diantara kedua lengan yang kujadikan tumpuan seraya memejamkan mata. Aku ingin menikmati suara indah ini. Lantunan ayat suci mengalun merdu membuat hatiku tenang seketika, seperti berada di padang rumput penuh bunga hatiku amat damai mendengar setiap kalimat dalam kitabullah itu dibacakan dengan nada yang amat sederhana namun amat menenangkan. Rasanya aku ingin mendengar suara ini setiap hari.
Mataku masih terpejam menikmati lantunan merdu surah At-Taubah yang entah dibacakan oleh siapa. Sampai kemudian suara itu berakhir sebelum ditutup kalimat "Shadaqallahul'aziim"
Harus ku akui suara Pak Riyan kalah bagus dari suara orang ini.
Setelah mengembalikan Al-Quran ke tempatnya semula aku bertanya pada Maysaroh mungkin saja dia tau siapa yang mengaji tadi pagi, tapi nyatanya aku harus menelan rasa kecewaku bulat-bulat karena Maysaroh sendiri katanya baru mendengar suara itu.
"Iya tumben banget si Alan mau ngaji, biasanya dia tuh paling anti sama beginian. Bahkan ya__" aku menginterupsi pembicaraan Nisa dan temannya. Posisi mereka tepat di belakangku sehingga aku bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan.
"Tadi pagi yang ngaji Alan?"
"Iya" enough! Aku membalikkan tubuhku menatap horor ke depan.
Konspirasi apa lagi ini? Jeritku dalam hati. Jika saja aku ini Drama Queen pasti sekarang tubuhku sudah terduduk di lantai sambil memegang kepalaku dengan kedua tangan, memasang wajah yang sarat akan ke-frustasian.
Menghembuskan nafas, entah sudah berapa kali aku melakukannya. Jujur saja, sedari tadi pikiranku hanya tertuju pada Alan. Suara ngajinya, senyum tengilnya, gaya dia berjalan, sampai peci hitam tingginya. Mungkin nggak kalo aku suka sama dia?
Aku tidak ingin menyukai anak bandel, yah setidaknya itu yang dapat ku simpulkan dari penampilannya. Mungkin dia adalah anak bandel yang kebetulan bisa ngaji dengan suara yang amat merdu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Same [COMPLETED]
Short StorySebuah kisah tentang suatu persamaan yang mereka anggap berbeda. -------------------------------------------- Kata 'Cinta' muncul sebanyak 90 kali dalam Al-Quran. Namun menariknya, tak ada satupun yang mendefinisikan makna cinta itu sendiri, melain...