20. Aku Bukan Pacarnya

29 5 1
                                    

Barangsiapa yang tidak ridha dengan keputusan-Ku
Tidak syukur akan nikmat-Ku juga
Tidak menerima pemberian-Ku; maka hendaknya dia mencari Tuhan selain Aku.
-Kalamullah

*****

Lagi-lagi aku menemukan Alan dan Eliana tengah berduaan sambil bertatap-tatapan nyeri hate abdi Mas. Mereka ada di dalam perpustakaan sedangkan aku di halamannya, Alan tampak sedang mengajarinya tapi entah kenapa aku tidak bisa menahan  cemburuku, rasanya amat tidak enak. 

Aku bersama Blaise dan mereka juga melihatnya, wajah Maysaroh nampak memerah. "Ra samperin aja"

Aku menghela napas, aku takut jika menghampiri mereka reaksiku akan berlebihan. "Udah biarin aja, aku ke kelas aja lah"

"Ya udah tapi nanti istirahat kita samperin si Eliana Eliana itu"

Aku pasrah, tidak akan selesai jika mencoba mendebatnya "Iya".

Kami kembali ke kelas, perasaanku masih tidak keruan. "Pengen makan es krim" kataku tiba-tiba.

"Hayuk lah mumpung gurunya belum dateng, lagian sebentar lagi istirahat kan?"

"Yuk"

Sesampainya di kantin aku langsung membeli es krim, tidak tanggung-tanggung aku langsung membeli tiga sekaligus.

"Buset... abis?"

"Pasti" ujarku mantap.

Aku melahap gigitan terakhir dengan rakus, bagai orang mabok aku ingin lagi, sepertinya kecanduan. "Udah Ra, nanti gendut" ujar Ima saat melihatku bangkit.

Aku merengek "Masih pengeen"

Mereka menghela napas, aku juga. Aku ingin menangis kalau perlu sambil makan es krim lagi, atau sambil nyobek-nyobek kertas.

Kring... kring... kring...

Bel telah berbunyi dan secara cepat keadaan kantin mulai ramai dimasuki beberapa murid yang kelaparan.

"Pengen seblak level lima belas"

Mereka diam seakan celotehanku tadi hanya kicau burung yang kerap diabaikan. "Woy, Eliana sini kamu!" Seru Maysaroh sambil tersenyum lebar. Apa-apaan?!

Aku enggan melihat Eliana yang kini mengayunkan kakinya menuju kemari, mataku lebih tertarik pada meja kantin yang cat-nya mulai pudar, jariku mengetuk pelan permukaan meja yang ku pandang menciptakan irama abstrak yang hanya bisa ku dengar sendiri.

"Hai Mayla" sapaan hangat itu membuatku mendongakkan kepala. Mataku bersibobok dengan matanya yang menatapku ramah, bibirnya tersenyum sopan tapi tetap cantik, aku meringis dalam hati, mengapa dia begitu cantik?

Lalu apalah aku ini yang cuma remahan rengginang yang terbuang. Jelas-jelas aku dan dia itu bagai itik dan angsa. Wajahnya putih seperti orang-orang dalam drama korea yang sering Tita tonton, berbeda denganku yang berkulit sawo matang khas Indonesia, Eliana memiliki mata yang sedang beriris coklat terang, Ya Allah indah sekali! Berbeda denganku yang beriris hitam pekat.

Mataku mengerjap, aku tersadar. Tidak seharusnya aku mengeluh akan takdir-Nya, tidak seharusnya aku iri terhadap nikmat orang lain, dan tidak seharusnya aku merasa Dia tidak adil padaku.

"Beli apa El? Duduknya disini aja bareng aku" tutur Maysaroh ceria. "Oh iya ini kenalin temen-temenku" lanjutnya lagi membuatku mau tak mau tersenyum saat berkenalan dengan dia, semoga saja Eliana tidak melihat keterpaksaan dalam senyum yang ku ulasan tadi.

Same [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang