21. Ketemuan

24 7 1
                                    

Tidak mungkin ada orang yang akan menyakiti orang yang dicintainya.
-Alan Hamzah

*****

Meski sulit harus ku akui bahwa angkot adalah salah satu tempat yang amat cocok untuk bergalau ria. Saat berada di angkot aku akan memilih tempat paling belakang lalu duduk melamun memperhatikan jalanan, aku akan terus terdiam sampai mamang angkot yang sudah hapal dengan kehadiranku mengatakan bahwa telah waktunya aku turun.

Terhitung tiga hari sejak hari sabtu kemarin aku telah meng-unistal aplikasi WhatsApp dan facebookku semata-mata hanya untuk menghindari Alan, aku tau tingkahku amat kekanakkan tapi aku tak punya pilihan lain, aku butuh waktu sendiri, memikirkan bagaimana baiknya nanti.

Puk!

Sekarang hari senin dan aku benci itu karena harus melaksanakan upacara yang amat menyebalkan terlebih sekarang orang iseng tengah menimpukiku dengan gumpalan kertas tidak berguna, sudah dua kali dia melakukannya. Tidak tahukah dia saat ini moodku sedang tidak bagus?

Puk!

Menyebalkan sekali.

Aku mendengus seiring dengan kepalaku yang celingukan kesana kemari mencari sang pelaku iseng ini. Lalu mataku menangkap lambaian tangan Alan, dia tersenyum lebar lalu tangannya mengarah pada gumpalan kertas yang kini berada di tanganku. Lagi, aku mendengus kala mulutnya bergumam 'di baca ya' tapi tetap saja aku nurut.

Gumpalan itu ku buka lalu tampaklah goresan ceker ayam yang untungnya masih bisa terbaca.

Istirahat kedua nanti ketemuan ya sama saya di lapangan basket indoor. Kamu harus mau kalo nggak nanti tak jemput ke kelasmu.

Aku memasukkan kertas itu ke saku lantas kembali memusatkan perhatian pada amanah yang disampaikan oleh pak kepala sekolah.

Antara ingin menanggapi tapi bingung atau tidak menghiraukan tapi tidak rela. Aku bingung, entah nanti apa yang akan ku katakan pada Alan jika aku memutuskan untuk menemuinya. Alan membuat kepalaku bekerja lebih keras dari biasanya.

"Udah temuin aja, biar dikasih kepastian" opini Ima saat aku meminta saran padanya. Tita dan Maysaroh juga mengusulkan hal yang sama tapi bedanya mereka menyuruhku membawa air cabe terus disemprotin ke matanya Alan, atau kaus kaki bekas yang belum dicuci tiga bulan terus dimasukin ke mulutnya Alan.

Saat-saat yang mendebarkan pun tiba, aku memasuki lapangan basket indoor dengan sebotol air mineral dan beberapa camilan di tanganku, aku tidak membawa air cabe atau kaos kaki belum dicuci. Suer.

Alan sepertinya belum datang terlihat dari sepinya ruangan ini. Lapangan basket indoor di sekolahku cukup luas dengan lapangan di tengah dan jajaran kursi yang ditata bertingkat seperti kursi di bioskop mengelilinginya.

Aku duduk di bangku paling atas karena malas untuk turun, lagipula ada apa di bawah? Aku tidak tertarik. Setelah nyaman dengan posisiku, aku mulai memakan camilanku satu persatu sampai tiga menit kemudian camilan itu habis tak tersisa, hanya air mineralnya saja yang masih separuh botol.

Aku kesal sebenarnya karena Alan tak kunjung datang. Tapi ya sudahlah aku tunggu saja lima menit lagi, siapa tahu dia ada urusan mendadak.

Kakiku mulai melangkah menuruni tangga berniat untuk bermain basket mumpung sepi, namun langkahku semakin cepat kala netraku menatap seorang laki-laki yang tengah terbaring dengan tubuh yang basah kuyup.

Dia Alan, laki-laki yang ku tunggu kehadirannya sejak tiga menit yang lalu. Tubuhnya masih terbalut seragam putih abu-abu yang kini basah mungkin karena keringat, pecinya entah hilang kemana membuatku dapat melihat rambut keritingnya yang mulai memanjang. Alan pingsan? Alan tidur? Atau cuma rebahan? Aku tidak tau, tapi yang pasti saat ini aku khawatir.

Same [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang