11. Tentang Imam

22 8 3
                                    


Imam itu cuma satu sedangkan makmumkan banyak, jadi wajar aja sih kalo nanti bakal di madu
-Laila

*****

Bel istirahat yang berbunyi saat sedang mengerjakan tugas biologi seperti ini bagai nyanyian surga, terasa amat merdu saat terdengar.

Oke mungkin ini lebay.

Aku bergegas mengemas alat tulisku, meninggalkan sejenak keruwetan berbagai macam nama makhluk hidup yang amat sulit ku ucapkan.

"Ayo cepetan"

"Sabar elah"

Seperti biasa, aku memesan batagor plus es teh manis. Khusyu' aku memakan makanan legend itu. Sampai akhirnya perhatianku teralihkan kala seseorang menggebrak meja dengan keras.

"Gue gabung ya" kata si gadis penggebrak meja. Tanpa menunggu jawaban dari kita dia langsung duduk di tempatnya lalu dengan amat nikmat dia menikmati bakso dengan uap yang masih mengepul membuat kita mau tidak mau memperhatikannya.

Namanya Laila kalau tidak salah, dia salah satu most wanted girl di sekolahku. Bukan karena wajah dia yang cantik atau otak dia yang nurunin pinternya Einstein tapi karena dia yang selalu berlaku galak dan ketus pada siapa saja, di tambah dia yang aktif dalam berbagai organisasi membuatnya di kenal hampir seluruh penghuni di sekolahku.

Setelah memperhatikannya dalam beberapa saat, aku kembali pada kegiatan awalku yaitu memakan batagor. Tapi lagi-lagi kegiatan makanku terhenti karena pertanyaan Maysaroh.

"Kamu mau nggak di madu?"

Sempat mengernyit bingung sebelum akhirnya aku mengerti dan menjawab tidak, tentu saja. Lagian mana ada sih wanita yang mau di duain? "Berat banget bahasanmu May"

"Tapi kalo suami kamu minta istri lagi, gimana?"

"Cerai lah, susah-susah amat"

"Astagfirullah" Maysaroh mengelus dada sedangkan aku hanya terkekeh. Sebenarnya permasalahan seperti ini juga sering mampir di kepalaku tapi pada akhirnya aku tak dapat menemukannya solusi penyelesaiannya. Lagipula toh aku masih SMA, perjalananku masih panjang lebih baik aku mengejar cita-citaku terlebih dahulu, urusan nikah mah bisa nanti-nanti.

"Gue sih mau aja" kalimat itu keluar dari mulut Laila yang sekarang sibuk meniupi kuah baksonya.

"Eh, gimana?" Tanyaku gagal paham.

Ku lihat Laila mendengus kesal. Lah aku salah apa coba?

"Gue sih mau aja kalo nanti di madu"

Terkejut? Tentu saja. "Kamu... mau di duain?"

"Kenapa enggak?"

"Ya enggaklah!" Sergah Tita, ngegas.

"Lo mau cinta suami lo terbagi? Ih kalo gue mah kagak mau, bisa makan ati mulu gue tiap hari" lanjutnya kemudian dengan nada yang sedikit aneh karena Tita memang tidak terbiasa menggunakan lo-gue.

"Suami itu imam sedangkan kita itu cuma makmum, nurut sama imam" ujar Laila sebenarnya itu belum selesai tapi Tita menyela terlebih dahulu "Nurut sih nurut, tapi jangan sampe membodohi diri sendiri juga kali"

"Imam itu cuma satu sedangkan makmumkan banyak, jadi wajar aja sih kalo nanti bakal di madu lagipula laki-laki itu cenderung tidak setia, suka memiliki banyak wanita. So, you can't do anything babe, karena kodrat wanita itu memang mengikuti"

Aku terdiam membisu seribu bahasa, otakku seperti kehilangan kata-kata bersamaan dengan mulutku yang seperti kelu hanya untuk berbicara. Aku menatap Laila dengan... entahlah, mungkin takjub, aneh dan bingung. Kalian mengerti maksudku?

Same [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang