9. Popon Pindah

33 8 2
                                    


Ya Allah...
Jagalah hatiku
Jangan biarkan rasa cintaku kepada makhluk-Mu lebih besar  daripada rasa cintaku kepada-Mu
-Naymira

*****

"Apa-apaan?!," Jeritku dalam hati.

Kembali, aku melempar handphoneku pelan. Aku menelungkupkan kepalaku diatas kedua lengan yang ku tekuk diatas meja, menarik dan menghembuskan nafas sampai detak jantungku kembali normal.

Aku nggak boleh baper kataku dalam hati.

"IIIRRAAA," teriakan membahana itu berasal dari mulut Ima. Dia berlari kecil ke mejaku membuatku mengernyit bingung.

Ima mengatur napasnya, mulutnya mengap-mengap. Dia sudah duduk di hadapanku dengan tangan kanan yang masih menggenggam ponsel.

"Apa?" Tanyaku kemudian.

"POPON!!!" teriaknya menarik perhatian anak-anak kelas.

"Kenapa dia?" Tanyaku antusias.

Omong-omong tentang Popon, kemarin aku sempat bertemu denfannya di perpustakaan, dia terlihat amat ganteng kala memakai peci sambil bawa buku. Saat itu aku menyembunyikan tubuhku di balik rak buku kelas XII sambil memperhatikan dia, sampai kemudian aku ketauan. Iya, ketauan! Tau nggak gimana malunya? Luar biasa! Aku memalingkan wajahku cepat dengan wajah merah padam, pikiranku bergerak liar. Apa dia tau aku menyukainya? Apa dia tau aku sering memperhatikannya? Apa dia tau aku bakal jingkrak-jingkrak setelah ketemu dia? Apa dia tau aku sering bolak-balik WC saat dia olahraga. Apa dia tau? Apa dia tau?

Ya Allah... erangku dalam hati.

Aku berdoa semoga dia tidak tau, tapi sepertinya doaku telat saat ku lihat lagi wajahnya, dia tersenyum, padaku? Entahlah aku tidak tau tapi pandangan matanya mengarah padaku. Tidak, tidak, tidak...dia tidak boleh tau!

Entah bagaimana keadaan wajahku saat melihatnya tersenyum, aku hanya berdoa semoga dugaanku salah. Karena kejadian itu, aku berjanji tidak akan memperhatikannya lagi dari jarak kurang dari lima meter.

"Popon pindah sekolah," tutur Ima.

Tiga kata yang meluluh lantahkan hatiku.

Aku kesulitan bernafas, tenggorokankanku tercekat, dadaku sesak serta berdebar. Bukan, bukan karena berbunga-bunga tapi karena perih menerima realita. Dalam sekejap, semangatku seolah menguap lalu terbawa angin, hilang entah kemana. Berkali-kali aku meneguk ludahku. Jadi, ini alasannya?

Popon baik banget, serius aku pengen nangis saat ini. Lebih baik dia jadian sama cewek lain daripada pindah sekolah kaya gini.

Aku takkan pernah bisa melihat senyumnya lagi, aku takkan pernah bisa melihat wajah datarnya lagi, aku takkan bisa melihat dia jalan ke perpustakaan lagi, aku takkan pernah bisa melihat dia bawa banyak buku lagi, aku takkan pernah bisa melihat dia main basket lagi, aku... aku bakal kangen sama dia yang gak pernah lepas peci kecuali pas pelajaran olahraga, aku bakal kangen sama dia yang selalu bareng sama Bulbul dan Idiot Tiga, aku bakal kangen sama dia yang kalo istirahat nongkrongnya di warung depan sekolah, aku bakal kangen sama Babang pertamaku, aku bakal kangen sama Anime Nyataku, aku bakal kangen sama Poponku.

Pon, kenapa sih harus pindah? Emangnya seburuk apa sekolah ini sampai kamu mau pindah? Kamu nggak kasian sama temen-temen kelasmu yang bakal kehilangan kamu? Kamu nggak kasian sama Bulbul yang nantinya bakal berduaan aja sama Idiot Tiga? Kamu nggak... kamu... kamu risi ya aku perhatiin? 

"K-kapan?" Susah payah aku mengeluarkan suaraku.

"Kemarin katanya," Aku melihat raut wajah Ima yang merasa tidak enak saat mengatakannya.

Same [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang