Bab 13 : Betrayal

1K 91 28
                                    

Sinar matahari di langit London cukup cerah, tapi tak sampai membuat keringat mengalir deras. Hana memilih duduk-duduk sambil membaca buku di atas rerumputan sekitar kampus. Ia baru saja keluar dari ruang kelas. Matanya sesekali memperhatikan mahasiswa di sekitar yang sedang berdiskusi ini itu, kemudian kembali membalik halaman demi halaman buku tebal yang dibacanya.

"Hana!" Ji Young tiba-tiba mengagetkan Hana dari belakang. Ia segera duduk bersila di samping teman sekamarnya itu.

"Hai, kelasmu sudah selesai?"

Ji Young mengangguk. "Jelaskan padaku yang semalam!" Ia memasang wajah penasaran.

"Sampai mana semalam ya..." Mata Hana melihat ke atas, berpikir sejenak. "Hm..." Ia menutup bukunya.

"Dimana Tuhan?" Ji Young membantu Hana mengingat.

"Ah..." Hana merubah posisi duduk, duduk bersila di depan Ji Young. "Tuhan itu satu. Tapi, Dia ada dimana-mana. Di dekat manusia yang taat pada perintah-Nya."

Ji Young berpikir sejenak. "Tuhan itu satu? tapi kenapa bisa ada di mana-mana?"

"Tuhan itu Maha Besar. Coba kamu lihat matahari!" Hana menunjuk ke langit. "Matahari itu satu, tapi dapat menyinari seluruh Eropa bahkan separuh bumi. Tuhan pun satu, tapi Dia bersinar di hati-hati manusia yang mencintai-Nya."

"Bagaimana dengan wujud-Nya? Kenapa Tuhan tidak turun ke bumi? Kenapa kita hanya bisa merasakan sinar-Nya?" Nada Ji Young bertanya antusias.

"Apa kamu bisa melihat wujud matahari dalam jarak dekat?" Hana menggeleng. "Tidak bisa. Dari bumi saja kita sering mengeluh kepanasan, apalagi ingin dekat-dekat matahari. Sudah pasti kita terbakar, matahari saja tidak bisa terlalu dekat dengan bumi. Tuhan lebih tidak bisa. Sebab Tuhan lebih besar, lebih bersinar, lebih segala-galanya dibandingkan matahari dan apapun di alam semesta ini." Hana menghela napas. "Jika Tuhan kami turun ke bumi, dapat dipastikan bumi akan hancur."

Ji Young mengangguk pelan, tanda antara kekaguman dan ketidakmengertian.

"Tuhan memiliki tempat sendiri di langit tertinggi, Ji Young. Kami menyebutnya arsy." Hana menunjuk ke atas.

Hening. Ji Young diam dan bergelut dengan pikirannya sendiri. "Hm... aku akan memikirkannya lagi nanti."

"That's good." Hana sumringah. "Aku akan menemanimu ke perpustakaan jika kamu ingin mencari referensi tentang Islam."

"Baiklah. Ayo kita pergi sekarang!" Ji Young berdiri. "Hana... kamu belum memberitahuku syarat agar aku bisa melihat rambutmu?"

Hana ikut berdiri, kemudian berjalan di samping Ji Young. "Syaratnya sudah aku jelaskan tadi."

"Yang mana?"

"Kamu harus yakin seratus persen kalau Tuhan itu satu dan... Dia adalah Allah."

Ji Young seketika menjadi sulit menelan ludah.

###

Suara pintu apartemen Ji Hyun terbuka. Ia masih sibuk memasukkan pakaiannya ke dalam koper. "Masuklah, Hyung!"

"Apa kamu benar-benar akan pindah?" Dong Wook membuka jas biru dongkernya dan melemparnya ke lengan kursi.

Ji Hyun mengangguk. "Bantu aku membereskan semuanya, lepas itu kita harus bergegas ke apartemen baru." Ia terbatuk karena sedikit debu.

HANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang