Untung saja Clara sudah pamit duluan sebelum Hana "mengusirnya". Seandainya Clara tahu sore ini akan bertemu Ji Hyun, pasti ia ingin ikut. Ia tidak mau malu lagi untuk kedua kalinya, apalagi nanti di tempat umum. Hana tak sanggup membayangkannya.
Pukul empat dua puluh menit Hana dan Ji Hyun tiba di restoran Jepang yang dimaksud. Sampai sepuluh menit kemudian tak ada satupun kalimat yang Hana maupun Ji Hyun keluarkan. Sushi di depan mereka masih belum tersentuh sama sekali. Mereka saling menunduk, lalu tiba-tiba bersamaan mengangkat kepala.
"Hana."
"Ji Hyun." Mereka serempak saling memanggil nama. Hana salah tingkah. "Anda ingin membicarakan apa?" Akhirnya ia memecah keheningan.
Matahari menembus kaca jendela membuat mata Hana silau. Dia mengangkat tangannya dan menutup sebelah wajahnya.
"Mau pindah tempat duduk?" tawar Ji Hyun.
Hana memicingkan matanya ke arah laki-laki berkaos coklat itu. "Tidak usah." Ia menggeleng. "Sudah semakin sore, Anda bisa langsung..." Hana belum menyelesaikan kalimatnya.
Ji Hyun memotong. "Hana-yaa." Ji Hyun menatap Hana lembut, tapi perempuan yang ditatapnya malah menunduk ke meja kayu di depannya.
Entah kenapa, suara Ji Hyun memanggil namanya kali ini terdengar berbeda. Lebih tulus. Hana mengangkat sedikit kepalanya. "Apa?"
Ji Hyun menggigit bibir bagian bawahnya. "Kenapa... aku tidak boleh menyentuhmu?"
Hana tertegun mendengar pertanyaan Ji Hyun dan menghela napas panjang. Harusnya ini merupakan pertanyaan mudah untuk dijawabnya dari sudut pandang Islam. Dia memikirkan cara yang tepat untuk menjawabnya. "Begini... " Hana meletakkan kedua tangannya di atas meja. "Anda pernah berjabat tangan dengan Kate Middleton?"
Ji Hyun menggeleng. "Tentu saja tidak."
"Kenapa?"
Ji Hyun mendongakkan kepalanya. "Tidak semudah itu, walaupun mungkin saya bisa menggunakan koneksi saya. Tapi tetap saja itu akan sulit ditambah fakta statusnya sebagai istri seorang pangeran."
"Right! It's difficult!" Hana menjentikkan jarinya seraya tersenyum. "Perempuan muslim seperti itu, tak boleh disentuh siapapun, karena ia terhormat bahkan lebih terhormat dari istri pangeran." Hana menghela napas. "Ia hanya boleh disentuh mahram-nya."
"Mah...ra...m?" Ji Hyun mengangkat alisnya.
"Iya... mahram adalah suami, ayah, saudara laki-laki, kakek, mertua, keponakan, paman dari perempuan tersebut. Itu sudah tertulis di kitab suci kami." Hana menjelaskan sekenanya.
Ji Hyun ber-oh panjang dan manggut-manggut. "Aku paham, Hana-yaa. Hmm... tapi... bagaimana dengan pacarmu?" Mata Ji Hyun kali ini tampak lebih penasaran. "Dia boleh menyentuhmu?" Ia mengambil jus yang ada di depannya.
"Saya tidak punya pacar." Jawab Hana singkat. "Kami akan langsung menikah." Tambah Hana, membuat Ji Hyun tersedak.
"WHAT? Kamu sudah bertunangan?" Ji Hyun terbelalak.
"Tidak, Tuan." Hana mengambil napas dalam. "Maksud saya jika seorang laki-laki menyukai seorang perempuan, mereka akan langsung menikah. Dalam agama kami tidak ada hubungan spesial antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram sebelum mereka menikah." jelas Hana panjang.
Ji Hyun bernapas lega.
Setengah jam telah berlalu. Matahari mulai melesat mendekati horizon, angin mulai tenang dan jalanan semakin sepi. Mereka segera menghabiskan sisa sushi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANA
Fiction générale[SELESAI] [SUDAH TERBIT] Hana, sosok gadis berjilbab yang berprofesi sebagai tour guide atau pemandu wisata tetiba menerima wisatawan dari Korea bernama Ji Hyun. Ji Hyun adalah tamu istimewa sehingga Hana tidak bisa menolak permintaan laki-laki itu...