Bab 1 : Bandara

3.9K 230 72
                                    

Beruntung, jalanan sore itu tidak macet. Biasanya hari libur seperti ini sepanjang jalan pasti ramai dengan acara nyongkolan, biasanya bisa sampai lima pasangan pengantin. Mobil hitam itu melaju dengan kecepatan penuh menyalip beberapa mobil dan motor. Wajah wanita berkerudung abu yang duduk di kursi penumpang tampak cemas. Berulang kali ia memperingati si sopir.

"Kak, ayo! Bagaimana kalau dia sudah menunggu lama." Wanita itu kembali mengeluarkan suara sambil melirik jam tangannya.

Tangan si sopir lihai, "Iya, sebentar lagi sampai kok. Santai!" senyumnya simpul.

Dua puluh menit kemudian, mobil itu berhenti di halaman parkir, Bandara Internasional Lombok.

Wanita berkerudung abu itu segera membuka pintu mobil dan melangkah keluar. Ia akan berlari.

"Hana!" teriak si sopir. Ia berbicara melalui jendela mobil, belum sempat membuka sabuk pengaman. "Kamu nggak butuh kertas buat nulis nama dia?"

Hana memukul kepalanya pelan. "Oh iya, sini!" ia berjalan mendekati mobil lagi dan mengambil kertas HVS serta boardmarker hitam yang disodorkan padanya.

"Aku tunggu disini ya!" si sopir tersenyum sambil melambaikan tangan.

Di bawah matahari yang menyengat, Hana berlari kecil menuju pintu kedatangan internasional. Ia berjejalan di tengah kerumunan orang-orang yang menjemput penumpang sambil mengangkat papan nama yang dibuatnya tadi. Tubuh kecilnya hampir tenggelam di kerumunan, tapi ia berharap orang yang dijemputnya itu dapat melihat papan nama yang diangkatnya setinggi yang ia bisa.

Hana melirik jam tangannya yang berwarna pink, penjemput sudah berkurang satu persatu tapi orang yang ingin ia temui tidak muncul sampai penjemput terakhir pergi. Ia menurunkan papan nama dan berbalik arah. Seorang laki-laki bertubuh jankung mengenakan kaos berwarna biru muda berdiri di hadapannya.

"My name." Kata laki-laki itu singkat sambil mengambil papan nama itu dari Hana.

"Y-o-u... Ji Hyun?" Hana gugup sambil mendongak ke arah laki-laki yang berdiri sangat dekat dengannya itu. Wajahnya sejajar dengan dada Ji Hyun.

Ji Hyun mengangguk. "Cepat bawa tas ini!" perintahnya dalam bahasa Inggris.

Hana sedikit kesal dengan nada dan ekspresi wajah Ji Hyun kerika menyuruhnya tapi ia harus mematuhi tamu penting dari Korea itu. Langkahnya melambat karena tas jinjing Ji Hyun sungguh berat.

Ji Hyun kembali memakai kaca mata hitamnya setelah keluar dari bandara menuju tempat parkir. "Panas sekali." gumamnya sembari mengipas-ipas wajahnya dengan tangan.

Hana tak menggubrisnya, dia terus berjalan. "Itu mobilnya, Tuan. Let's go!" serunya setelah sampai di mobil.

"Kak Melki, tolong bantu masukkan ini ke bagasi!" ujar Hana dengan nada lemah.

Melki segera keluar dari mobil dan membantu Hana memasukkan tas dan koper ke bagasi.

"Hei, bukakan pintu mobil!" Ji Hyun berteriak ke arah Melki yang masih memasukkan barang-barangnya.

Melki segera berlari dan membukakan pintu mobil, "Silahkan, Tuan!" ujarnya.

Hana menutup pintu bagasi dan segera duduk di kursi penumpang. Melki juga sudah mengambil posisi di kursi kemudi.

"Songong banget itu anak, Han!" gerutu Melki dalam bahasa Sasak di tengah perjalanan.

Hana menengok ke Ji Hyun yang sedang tertidur dengan earphone di telinganya. "Sabar Kak... semua orang mudah kesal di cuaca panas seperti ini, apalagi mungkin di negaranya panasnya tidak seromantis ini." Hana tersenyum ke arah Melki.

Melki menengok ke arah Hana sedetik dan kembali menyetir tanpa mengoceh lagi.

###

"Tuan, kita sudah sampai hotel." Hana menyentuh pundak Ji Hyun yang terlelap sepanjang perjalanan.

Mata Ji Hyun perlahan terbuka, dia melepas earphone dari telinganya dan mengalungkannya di leher. Matanya yang belum terbuka sempurna menatap Hana sedetik. "Oh.. oke. Saya akan segera turun!" ucapnya.

Hana menyingkir dari pintu mobil.

Melki mengeluarkan barang-barang Ji Hyun dan menyerahkannya kepada petugas hotel.

"Selamat beristirahat, Tuan! kami akan menjemputmu besok pagi!" Hana membungkukan sedikit badannya dan berbicara dalam bahasa Korea. Ia belajar bahasa negeri gingseng itu sebelum bertemu dengan wisatawan yang akan ia dampingi. Ini bukan bahasa pertama setelah bahasa Inggris yang ia pelajari. Ia selalu suka belajar bahasa, apapun. Sekarang ia sudah fasih berbahasa Inggris, Mandarin, Arab dan Prancis. Kebanyakan pengunjung berasal dari negara-negara itu. Untuk bahasa Korea, ia baru saja mempelajarinya seminggu yang lalu ketika bos mempercayakan tamu dari negara itu padanya. Ia membeli buku untuk belajar bahasa Korea dan sesekali melihat drama dan film Korea untuk memperhatikan kebudayaannya. Ia akan senang jika Ji Hyun bisa diajak bicara dengan baik dan membantunya melatih kefasihannya.

Ji Hyun melihat Hana sedetik, sesaat setelah wanita itu menegakkan badannya. "Namamu siapa?"

"Hana."

Ji Hyun mengangguk pelan dan ngeloyor masuk ke dalam hotel.

###

"Kak, berhenti di masjid itu ya." Hana memperbaiki posisi duduk, jari telunjuknya mengarah ke masjid besar berwarna hijau di depannya.

Melki meminggirkan mobil dan mereka jalan menuju masjid untuk solat asar.

Hana membasuh wajahnya dengan air keran yang agak dingin, membuat segar kulitnya. Setelah wudu dia menaiki tangga masjid dan menginjak lantainya yang berwarna coklat. Hatinya kembali damai selepas solat, setelah seharian bekerja. Doa favoritnya adalah 'Ya Allah, aku telah mengabdi di jalan-Mu, sesungguhnya hanya balasan dari-Mu lah yang paling baik' ia tak pernah lupa mengucapkan itu.

Hana melipat mukenah putih itu dan segera kembali ke mobil, Melki terlihat sudah menunggu.

"Kok cepat solatnya?" tanya Hana sambil memakai sabuk pengaman.

"Kamu yang lama, Hana. Doa minta jodoh ya?" Melki mencandainya.

Hana hanya tersenyum simpul. Tak menjawab.

Mesin mobil baru saja dinyalakan, ponsel Melki berbunyi. "Halo, Pak!" ujarnya. Lalu ia mengangguk-angguk berulang kali mengatakan. "Baik, Pak!"

"Siapa, Mas?" tanya Hana selesai Melki menerima telepon.

"Dari bos Han... kita harus ke hotel tamu Korea itu malam ini." Ucap Melki datar dan menghela napas.

"Malam ini? Ada apa?" Hana tertegun, seharusnya jam kerjanya berakhir setengah jam lagi, jam lima tepat.

"Tidak tahu ada apa. Jam tujuh tepat, kata bos dia tamu spesial jadi harus dilayani dengan baik. Walaupun diluar jam kerja." Melki bernada pasrah.

Hati Hana mengeluh, tapi ia hanya tak mengeluarkan kata-kata memarahi. "Insya Allah." Jawabnya singkat.

"Hm... begini Han... mungkin kamu sendiri yang akan menemuinya. Karena... ibuku sakit dan aku harus menemaninya malam ini."

Mata Hana terbelalak, "Hah? Nggak bisa, Kak. Aku nggak mungkin pergi sendiri." Jawabnya dengan nada cemas.

Mobil masih terparkir di depan halaman masjid. Hana dan Melki tak tahu harus bagaimana. Mereka tak mungkin menolak perintah bos, Melki tak bisa meninggalkan ibunya dan Hana tak mau jika pergi sendiri.

Mereka bingung dan terdiam.

______

Mohon maaf jika banyak yang typo dan editing yang kurang apik.

Don't forget to vote and comment :D

HANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang