"Bukankah kamu ada kelas, Hana?" Ji Young bertanya, memecah lamunan.
Setelah mengetahui fakta mengejutkan semalam, Hana masih tidak habis pikir dengan takdir yang lebih mirip sebuah kebetulan. Dia merenung sepanjang malam. "Eh... iya... jam sembilan. Satu jam lagi."
"Kamu memikirkan yang semalam, ya." Ji Young tertawa.
"Tidak." Hana mengelak.
"Hmm... Aku ingin memberitahu kakakku... kalau orang yang dia suka sekarang bersamaku." Ji Young sumringah sambil mencari kontak Ji Hyun di HP-nya.
Hana yang tadi duduk di kursi samping jendela kamar, sontak berdiri dan menyabet HP Ji Young. "Don't do that!"
"Tidak perlu malu, Hana. Aku senang kalau kamu benar-benar jadi kakak iparku." Ji Young tersenyum lebar.
"Bukan itu." Hana menggigit bibir bagian bawahnya. "Bernjanjilah padaku, Ji Young. Kamu tidak akan memberitahu informasi apapun tentangku pada Ji Hyun." Ia memasang wajah serius. "Rahasiakan semuanya... akan ada waktu yang tepat dia tahu. Sekarang, biarkan keadaan tetap seperti ini."
"Kenapa?" Ji Young bertanya. "Hm... apa kamu tidak menyukai kakakku?"
Hana memutar otak, bukan itu maksudnya. "Aku menebak dia menjadi muslim karena ingin menikah. Itu..."
"Thats good." Ji Young memotong.
"Sama sekali tidak bagus, Ji Young. Aku juga seorang mualaf dan tahu persis apa yang Ji Hyun rasakan." Hana menghela napas. Ia memutar kembali ingatannya, saat ia memilih menjadi mualaf karena alasan yang sama dengan Ji Hyun. Ya, Hana sangat mengagumi Fathir waktu itu. Ia mengira dengan menjadi mualaf Fathir akan memberikan perhatian lebih padanya, tapi tidak. Semua tetap biasa-biasa saja.
Sampai akhirnya, Hana mulai memperbaiki niat dan belajar Islam sungguh-sungguh. Waktu dan keadaan berhasil melumpuhkan ingatannya tentang Fathir. Meskipun masih ada sisa-sisa perasaan, itu ia anggap sebatas memori yang singgah. Saat ini... sebagian besar ruang di hatinya sudah ia berikan untuk Allah dan Rasul-Nya. Aku ingin Ji Hyun juga seperti itu, batinnya.
"Aku masih tidak mengerti kenapa, Hana. Tapi melihat wajah seriusmu... aku memutuskan untuk tidak memberitahu kakakku. Aku janji!" Ji Young mengalah. "Ah, ayahku bisa saja memberitahu Oppa tentangmu."
Hana cepat-cepat menyodorkan HP Ji Young. "Tolong cegah ayahmu sekarang! Please!!"
Ji Young mengambil HP-nya. "Okay. I'll do it."
Hana bernapas lega.
###
Setelah selesai kelas pukul dua belas, Hana langsung mendekam di perpustakaan, membaca dan menyelesaikan tugas-tugas yang dosen berikan.
Waktu berlalu. Hana menengok ke luar jendela, matahari mulai tumbang dan ia harus segera membatalkan puasa sunnah-nya. Ia berjalan menuju restoran Bahgdad dekat kampus.
Hari semakin gelap, sesekali Hana menengok. Seorang pria yang menggunakan jaket hitam dengan postur tinggi besar khas orang Eropa seperti sedang mengikutinya. Karena merasa tidak aman, ia kemudian berlari secepat mungkin.
Pria berjaket hitam itu mengejar Hana, langkah kakinya besar-besar.
Hana berkeringat sambil terus berlari, pria itu semakin dekat dan...
"KENAPA KAMU DISINI, HAH?!" Pria berjaket hitam itu menarik kerudung Hana paksa.
"AH!" Hana jatuh tersungkur duduk ke belakang. "LEPASKAN!" Ia menggunakan kekuataan seadanya untuk menarik kembali kerudungnya ke depan. Tapi sia-sia, pria berjaket hitam itu sangat kuat.
Rambut Hana bagian depan terlihat. "HELP! HELP!" Hana berteriak, matanya memerah.
Pria berjaket hitam itu menggenggam kuat lengan Hana. "GO HOME! SARACEN! THIS IS MY COUNTRY!" Teriaknya kemudian menyeret tubuh Hana sepanjang trotoar.
"LEPASKAN! HELP! ANYONE PLEASE HELP ME!!" teriakan Hana kali ini bercampur air mata. Meskipun sudah menggunakan pakaian tebal, ia meringis karena merasa kakinya berdarah.
Pria berjaket hitam itu menggila. "AKU AKAN MENYERETMU SAMPAI RUMAHMU, JALANG!" Cuih! Ia meludah, mengenai bagian belakang kerudung Hana.
Hana menangis sejadi-jadinya sambil berkali-kali berusaha melepaskan genggaman pria itu dari tangannya. "LEPASKAN!"
"HEI! Apa yang kamu lakukan?" Seorang pria bertubuh kekar tiba-tiba keluar dari sebuah rumah di sekitar situ. Ia berdiri di depan pria berjaket hitam.
Pria berjaket hitam itu berhenti. "Jangan ikut campur, bodoh! Wanita ini teroris Islam. Minggir!"
"Brengsek!" Pria bertubuh kekar meninju pipi pria berjaket hitam. "PERGI KAMU, BANCI! Ini negara merdeka, masih saja ada orang rasis macam kamu. Kamu saja yang pergi dari negara ini."
Pria berjaket hitam jatuh terduduk, ia mengusap darah di mulutnya. "SIALAN!" Ia berdiri dan kembali memukul pria bertubuh kekar.
Hana menjauh.
Mereka saling meninju. Sepuluh menit. Pria berjaket hitam akhirnya kalah dan melarikan diri.
Hana duduk memeluk lutut ketika pria bertubuh kekar itu menghampirinya. "Aku akan mengantarmu pulang!"
"Thank you!" Hana memperbaiki kerudung dengan tangan yang gemetar.
###
Sesampai di asrama. Hana membuka mantel, langkahnya pincang mengambil kotak obat. Ia duduk di atas kasur, menyingkap rok. Mengobati kakinya.
Ji Young yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung kaget. "Apa yang terjadi? Kenapa kakimu berdarah?"
"Aku hanya terjatuh."
Ji Young memperhatikan mata Hana yang sembab. "Tidak mungkin. Tidak mungkin hanya terjatuh. Siapa yang melakukannya?"
"Aku tidak ingin membicarakannya sekarang, Ji Young." Ia berkata lembut.
"Tapi... lihat dirimu Hana. Rokmu sobek, kerudungmu lusuh! Aku akan melapor ke polisi. Pasti ada yang sudah terjadi."
"Jangan! Baiklah aku akan menceritakannya, tapi aku mohon... berjanjilah jangan lapor ke polisi!"
Ji Young mengangguk ragu. "Hm... Aku janji!"
Hana mulai bercerita lengkap kejadian tadi.
Ji Young mengerutkan kening, terbelalak lalu menutup mulutnya, shock mendengar detail cerita itu. "Kita tidak bisa diam saja, Hana. Polisi harus tahu kejadian ini."
Hana menggeleng. "Ini akan menjadi rahasia kita, Ji Young. Kamu sudah berjanji."
"Tapi... pria bodoh itu sudah melecehkan dan menuduhmu teroris, Hana!"
"Dia hanya tidak tahu kebenarannya, Ji Young. Dia tidak tahu Islam yang sesungguhnya. Aku sudah memaafkannya. Mari kita anggap ini tidak pernah terjadi." Hana tersenyum, sesekali meringis kesakitan.
"Apa? Semudah itu?" Ji Young tercengang.
Hana mengangguk. "Kita memilih memaafkan seseorang, bukan karena orang itu pantas untuk dimaafkan, tapi karena kita tidak mau mengotori hati kita dengan membenci. Prinsip itu yang selalu kupegang dalam hidupku, Ji Young."
Ji Young tertegun. "Kamu... kamu mengagumkan, Hana." Ia mengambil kotak obat di tangan Hana. "Aku akan membantu mengobati lukamu! Berbaringlah!"
Hana menurut.
"Aku menyukai prinsip hidupmu, Hana. Kamu berbeda. Pantas saja kakakku menyukaimu. Kamu mau kan jadi istrinya?" Ji Young sumringah sambil mengoleskan obat merah di kaki Hana.
Eh... kok jadi kesana? Hana membatin. "Ah, perih. Pelan-pelan!" Ia mengabaikan pertanyaan Ji Young.
______
Baca juga cerpenku judulnya CHAYRA :)
Please, vote komen yah. Agar ceritanya ini bisa lanjut sampai akhir :)
thank you guys!
DILARANG PLAGIAT!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
HANA
Ficción General[SELESAI] [SUDAH TERBIT] Hana, sosok gadis berjilbab yang berprofesi sebagai tour guide atau pemandu wisata tetiba menerima wisatawan dari Korea bernama Ji Hyun. Ji Hyun adalah tamu istimewa sehingga Hana tidak bisa menolak permintaan laki-laki itu...