Bab 14 : Hidup Mati

958 83 24
                                    

Seorang dokter perempuan sedang berjalan di lorong rumah sakit. Ia memelankan langkahnya ketika melihat gerak-gerik Dong Wook yang mencurigakan, memasuki ruangan Ji Hyun. Dokter itu mengintip dari kaca pintu... kedua bola matanya membulat ketika melihat Dong Wook membekap wajah Ji Hyun, tapi... ia tidak memiliki keberanian untuk masuk. Takut jikalau Dong Wook juga membunuhnya. "Bagaimana ini?" Ia menggigit bibir sambil berpikir cepat. Setelah sekian menit, ia kemudian memberanikan diri menggeser pintu sesaat sebelum napas Ji Hyun benar-benar hilang.

Suara pintu yang terbuka, membuat Dong Wook menengok sebentar lalu dengan cepat mengembalikan bantal ke belakang kepala Ji Hyun. "Dokter, Tolong! Tolong!" Dong Wook memasang wajah cemas.

Si Dokter mendekat agak gemetar lalu memeriksa Ji Hyun. "Detak jantungnya melemah, kami akan memasang alat bantu pernapasan." Ia segera memanggil perawat dan staf lainnya.

Dong Wook melangkah ke luar menuju toilet. Di depan cermin, ia menunjukkan wajah datar dan tatapan jarum. Sekarang kamu bisa selamat, aku tidak akan membiarkanmu lain kali, batinnya.

Pernapasan Ji Hyun kembali normal, perlahan ia menggerakkan jari-jarinya. Ia membuka mata pelan dan melihat Dong Wook yang baru saja masuk. "Hyung..." Suaranya agak serak.

Dong Wook mendekat. "Kamu akan baik-baik saja, Ji Hyun-aa." Ia menggenggam tangan Ji Hyun. "Aku akan selalu di sampingmu."

Ji Hyun tersenyum sekenanya di balik alat bantu pernapasan yang terpasang di area hidung dan mulutnya. "Kapan aku bisa keluar dari sini?"

"Secepatnya."

"Tolong... jangan kasih tahu Appa dan Ji Young tentang ini!"

Dong Wook tersenyum. "Aku tidak memberitahu mereka. Tapi semua media sudah memuat berita tentangmu. Bisa jadi, mereka sudah tahu."

Ji Hyun terdiam.

Matahari sore datang dengan cepat, Ji Hyun pulang ke apartemen barunya. Apartemennya sekarang lebih mirip rumah susun yang biasanya untuk masyarakat kelas menengah ke bawah.

Mata Dong Wook memperhatikan setiap sudut ruangan kecil itu. "Kamu serius akan tinggal di tempat seperti ini?"

Ji Hyun mengangguk mantap. Sesekali ia memegang perban di kepalanya sambil mengaduh kesakitan.

"Banyak apartemen yang lebih bagus dari ini, Ji Hyun-aa."

"Tapi, ini yang paling dekat dengan masjid. Aku harus belajar solat lima kali di sana, Hyung."

"Baiklah... aku mulai tidak mengerti jalan pikiranmu." Dong Wook merapikan bajunya. "Setelah ini aku akan meminta seseorang mengirim mobil. Kali saja kamu membutuhkannya. Aku pulang dulu. Istirahatlah!" Ia berjalan mendekati pintu.

"Terimakasih, Hyung. Aku percayakan perusahan padamu."

Dong Wook tersenyum kecil lalu menutup pintu dari luar. Ia harus naik taksi karena mobilnya rusak parah. Selama perjalanan, tatapan Dong Wook menajam sembari memikirkan banyak hal, termasuk bagaimana cara merebut perusahaan Ji Hyun tanpa harus mengotori tangannya dengan membunuh.

###

Di sisi bumi yang lain. Sekitar pukul sebelas, selepas kursus Fathir menyalakan sepeda motornya menuju masjid terdekat. Adzan dhuhur masih setengah jam lagi dan masjid pun masih terisi satu dua orang yang duduk bersila membaca Al-Quran. Ia pun ikut duduk berdzikir sembari menunggu adzan dhuhur.

HANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang