Bab 9 : Faith

1.2K 110 29
                                    

2 bulan kemudian.

Melki masih menutup mulutnya dengan tangan kanan. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Di ruangan kecil itu hanya ada mereka bertiga. Dia, Hana dan Bos mereka. Sepulang dari mengantar tamu ke hotel, Hana langsung meminta Melki untuk kembali ke kantor dan menunda makan siangnya.

Matahari masih menyengat di luar ruangan, Hana dan Melki duduk berdampingan di hadapan Pak Deni, bosnya yang masih saja diam. Belum berkomentar apa-apa ketika surat beramplop putih bertuliskan 'surat pengunduran diri' itu tergeletak di depannya.

"Hana... kamu punya masalah di kantor atau dengan tamu?" tanya Pak Deni setelah membuka amplop itu.

Hana mengangkat kepalanya pelan, masih menggenggam kedua tangannya yang berkeringat. "Tidak, Pak." Ia menggeleng. "Terimakasih telah mempercayai saya untuk bekerja selama dua tahun ini." Ia mengambil napas, "Tapi saya harus berhenti karena ada hal lain yang ingin saya kerjakan."

Melki menoleh ke arah Hana. "Kamu jadi lanjut S2?"

Hana mengangguk.

"Hana... coba kamu realistis. Kamu akan membuang uang yang selama ini kamu tabung untuk kuliah yang menyusahkan. Lebih baik kamu tetap kerja, Han!" Nada Melki meninggi.

Hana menggeleng. "Kak, bagiku ilmu lebih penting daripada uang," Ia tersenyum. "Dan tenang saja, Alhamdulillah aku dapat beasiswa, jadi nggak akan terlalu menguras tabunganku, Kak."

"Baiklah!" Pak Deni membuka suara. "Hana, susah sekali mencari orang yang disiplin dan rajin seperti kamu. Tapi... saya tahu, kamu memiliki komitmen yang tinggi atas pilihan-pilihanmu. Jadi... saya menerima permohonan resign kamu." Ia tersenyum. "Jangan sungkan untuk kembali, jika studimu sudah selesai!"

Melki tercengang mendengarnya, sementara senyum Hana mengembang sembari mengucap tiga kali terimakasih pada Pak Deni.

"Saya minta maaf kalau ada kekeliruan selama saya bekerja. Minta doanya agar studi saya berkah, Pak." Tutup Hana.

Hana dan Melki beranjak keluar dari ruangan Pak Deni. Mereka berjalan bersisian menuju tempat parkir lalu masuk mobil.

"Apa kamu sungguh telah memikirkannya dengan baik, Han?" Ucap Melki sambil memakai sabuk pengamannya.

Hana mengangguk mantap. "Tentu saja, Kak. Aku sudah mempersiapkannya sejak dua bulan yang lalu."

"Aku akan kehilangan partner terbaik." Melki tetiba menjadi sangat melankolis.

Hana tertawa kecil. "Jangan sedih gitu dong, Kak! Aku disana hanya setahun. Aku yakin ada partner yang lebih baik dari aku."

"Semoga saja... tapi aku pasti akan sangat merindukanmu!"

"Mulai deh gombalnya..." Hana tertawa agak lepas.

Melki menyengir. "Aku serius lo... tapi sudahlah... apalah aku ini hanya laki-laki biasa yang bermimpi dapat bidadari."

Hana menepuk jidatnya. "Untung selama dua tahun ini partner-mu ini tahan dengan ke-alay-anmu, Kak. Apa jadinya kalau orang lain, bisa baper akut."

Melki hanya bisa nyengir. "Mari kita selesaikan pekerjaan kita hari ini! Pekerjaan terakhirmu!" Ia segera menginjak gas menuju hotel.

HANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang