Bab 12 : Perasaan yang Sama

1.1K 100 14
                                    

Hawa malam ini cukup romantis, angin sepoi-sepoi menelusup ke sela-sela rambut. Fathir duduk tenang di sebuah kafe sambil memperhatikan orang-orang disekitarnya. Ada yang sedang main uno, ketawa-ketiwi tidak jelas atau main HP, memanfaatkan wifi gratis.

Sembari menunggu seseorang, Fathir membuka sosial medianya. Sebenarnya ia tidak suka main Instagram, hanya saja saat ini ia sedang iseng. Jempolnya yang sedari men-swipe berhenti sejenak ketika melihat instastory Hana. Ia melihat video sepuluh detik itu dengan seksama, berbeda dengan instastory sebelum-sebelumnya.

"Ayo stalking siapa?" Seorang laki-laki yang menggunakan kaos merah menepuk pundak Fathir dari belakang.

Fathir menengok. "Assalamualaikum, Ustad." Ia berdiri dan menyalami seseorang yang ia panggil ustad itu lalu cupika-cupiki. "Ayo duduk!"

"Jangan panggil ustad, Akh. Umur kita kan nggak beda jauh."

Yahya, nama seseorang yang sekarang duduk di depan Fathir. Ia adalah kakak tingkat Fathir semasa kuliah S1, ketika Fathir mahasiswa baru di tahun yang sama Yahya mendapat gelar sarjananya. Karena itu mereka tidak saling mengenal di kampus, melainkan ketika ngaji, dakwah dan travelling bersama di sebuah komunitas pemuda muslim. Meskipun sekarang mereka sudah pensiun di komunitas itu, mereka tetap saling memberi kabar dan sesekali bertemu seperti sekarang.

"Baiklah, Akhi. Antum mau pesan apa?"

Yahya melihat ke papan menu yang tertempel di dinding. "Kamu pasti pesan coklat panas kan? Ana ngikut deh kali ini aja." Ia menyengir.

"Masih ingat aja, ana suka coklat."

"Gimana bisa lupa. Waktu kita kumpul-kumpul dulu, saat yang lain pesan kopi hitam. Antum sendiri yang pesan coklat. Teman-teman kita sampai serempak nengok antum heran. Termasuk ana." Yahya tertawa.

Fathir ikut tertawa mengingat masa-masa itu.

Coklat panas mereka datang beberapa menit kemudian, mereka meminumnya sedikit.

"Antum belum jawab, siapa yang di-stalking tadi?"

"Oh, itu... teman."

"Teman atau..." Yahya menatap Fathir dengan mata menggoda.

"Adik tingkat waktu kuliah dulu, Akh. Dia baru tiba di Inggris buat S2, ana lihat story-nya nggak sengaja." Fathir menjelaskan agak panjang agar Yahya tak berpikir macam-macam.

Yahya bertepuk tangan. "Wah... cocok! antum S2 di Inggris, dia juga." Ia memasang wajah sumringah, menjodoh-jodohkan.

Fathir tidak menjawab.

Yahya tetiba berdiri, ketika melihat seseorang datang menghampiri meja mereka. "Akbar, antum apa kabar? Masya Allah." Ia menyalami dan memeluk Akbar.

Fathir ikut berdiri.

"Alhamdulillah, antum gimana? Masya Allah makin ganteng aja." Akbar tersenyum lebar, nampak sangat bahagia. Wajar saja, ia dan Yahya tidak bertemu selama setahun lebih.

"Sehat, Alhamdulillah. Oh ya, masih ingat Fathir?"

Fathir segera mengulurkan tangannya, bersalaman.

"Oh... antum... ikhwan yang suka coklat itu, ya." Akbar berkata polos.

Fathir hanya mengangguk pelan. Entah kenapa sekarang ia merasa sedikit malu. Apa yang salah dengan laki-laki yang suka coklat? batinnya.

HANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang