Harus Ava akui, mencari sesuap nasi itu tidak mudah, memerlukan kerja keras, kesabaran, dan keterampilan.
Keringat bercucur deras dari dahinya, saat matahari menunjukan kekuasaannya, yang seolah menertawakan keadaan gadis itu.
Tangannya tak henti-henti menanamkan padi yang kira-kira berumur sebulan itu, pada lumpur disawah milik salah satu juragan sawah.
Ava tak pernah menyangka, jika dia akan nandur, dalam mimpi terliarnya pun dia tak pernah berpikir akan jadi seorang buruh---ingat buruh. Ava mau pulang ke massanya saja. Massa dimana ada handphone, sekolah, dan yang terpenting... dia tak perlu bekerja seperti ini.
''Wis ndok, kita istirahat riyen!'' Ava menghela nafas lega, mengusap keringat didahinya, kemudian mengikuti si mbok yang berjalan ke bawah pohon dipinggir sawah.
Ava meneguk air yang diserahkan si mbok dengan rakus. Sedangkan matanya terpejam, menikmati sensasi dingin membasuh tenggorokannya. Sedang rambutnya yang tak terikat dengan benar itu beterbangan di belai sang bayu.
''Aduh, maaf ya telat bawa makannya.'' Ucap Latri yang baru datang. Kemudian menyerahkan makan siang untuk Ava dan ibunya.
''Kamu darimana saja ndok, kenapa bisa telat?''
''Itu, anu---tadi aku nyari kaya bakar dulu.''
''Kamu sudah makan?''
Ava tak menghiraukan mereka, dia sibuk memakan nasi dan lauknya, yang hanya bakar ikan asin.
Jangan tanya kenapa Ava cuek! Dia akan begitu ketika sedang makan, karna makan merupakan kegiatan favorite, dan hobby nya.
***
Minggu, 06 Mei 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Ninggalake ing Majapahit (Selesai)
Historical FictionTerbit (Book 1 : Prolog-Part/Bagian 59, luangkan 60 menit waktu anda untuk membacanya) ''Mengapa saat do'a ku terkabul, hanya luka yang kudapat? Luka karena cinta yang tak direstui semesta.'' ''Nanti, ketika kamu telah kembali keduniamu, tunggu aku...