IV (Publish Ulang T_T)

3.4K 520 47
                                    

Written : Moonlight-1222
Story : Moonlight-1222

Note : Alur mundur, harap tidak kebingungan.

***

**

*

Raphael tak dapat menyembunyikan amarahnya saat mendapati Diana menghilang di aula dansa, bahkan di kursi di mana pertama kali ia melihat gadis itu pun kosong. Sebelum menampakkan diri, ia bermaksud kembali mengintai Diana melalui ruang kaca dua arah untuk memastikan pada dirinya sendiri tentang kesanggupannya, karena setelah menginjakkan kaki di luar sana maka tidak akan ada lagi kehidupan yang sama baginya. Wajahnya yang akan dikenal banyak orang berarti kehati-hatian dalam bertindak.

Perbuatan Diana benar-benar sudah menghina harga dirinya. Ia memang tidak menampik ketidaksukaan yang diperlihatkan Diana saat mereka bercengkrama di taman, tapi ia sama sekali tak menduga kalau gadis itu akan dengan sangat berani menghilang setelah menjanjikan sebuah harapan padanya. Jemarinya membeku, bertahan untuk tidak menciptakan sebuah kepalan yang nantinya akan berakhir memecahkan dinding-dinding kaca di depan sana.

Duduk di salah satu couch yang ada di samping pintu, Raphael meremas dahinya, berusaha mengendalikan amarah yang merasuk ke ubunnya sebelum keluar dari sana dan kembali ke kamarnya di lantai tiga. “Kau mempermainkanku,” desisnya dengan mata seperti orang mabuk saat mengambil sebuah botol kaca berisikan cairan bening di laci nakas tempat tidur.

Menahan napas, Raphael mencipratkan cairan itu ke bantal tempat tidur sebelum keluar bersama seringai yang menghiasi wajahnya saat menutup pintu. “Mungkin kau berpikir tidak mengapa melakukan hal ini padaku, Diana. Ini kesalahanmu, kau yang memaksaku untuk bertindak seperti ini. Aku membenci kebohongan. Ini salahmu, kau tahu itu.” Ia menyusuri koridor, menuruni tangga sebelum masuk ke dalam aula dansa melalui ruang kaca.

Raphael tersenyum tipis mendapati keterkejutan di wajah ibunya yang kemudian memucat seraya meletakkan gelas sloe gin-nya ke meja. Ibunya berdiri dan menghampirinya. Tentu saja, kehadirannya yang asing dan tingkah aneh Marchionesse of Wilford itu menarik perhatian semua mata di aula dansa.

“Mami.” Raphael masih tersenyum tipis saat sepasang biru ibunya melotot padanya, sementara orang-orang mulai berkasak-kusuk.

“Kemarilah.” Lady Wilford memanggil emcee yang terburu mendekat padanya. Menggamit lengan Raphael, ia berusaha tersenyum secerah mungkin pada ratusan mata di ruang dansa. Meredam amarah, bagaimanapun sudah terlambat baginya untuk menarik mundur Raphael. “Perkenalkan putraku,” ujarnya, suaranya sedikit bergetar.

“The Most Honourable. The Marquess of Wilford.”

***

Raphael menyusuri anak-anak tangga pualam dengan diikuti Lady Wilford. Pesta dansa sudah berakhir beberapa menit yang lalu, dan semua tamu sudah meninggalkan Witton House bersama kereta mereka, kecuali keluarga Rosvell yang menginap di kamar tamu lantai dua, dan Diana yang berada di lantai tiga—tempat yang hendak keduanya tuju.

“Kenapa Mami masih terus mengikutiku?”

“Mami akan terus mengikutimu sampai kau memberikan penjelasan atas tindakanmu.” Lady Wilford berusaha berbicara sepelan mungkin. “Apa yang sebenarnya kau pikirkan? Tiba-tiba kau membuat kericuhan dengan tampil di pesta. Lalu apa maksudmu dengan menempatkan Diana di kamarmu?”

“Tidakkah semuanya sudah jelas untuk Mami?” Raphael berhenti dan tampak gusar.

Lady Wilford menekan pelipisnya. “Mami tahu kau menginginkan Diana. Tapi apa kata Lord Louvain seandainya dia mengetahui putrinya tidur di kamarmu? Kau tahu, Lord Louvain itu sangat kolot. Dia tidak akan mentolerir kekurangajaranmu. Kau tidak ingin dibenci oleh ayah dari gadis yang kau sukai, kan?” Nadanya terdengar penuh bujukan.

Diana Rosvell [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang