Sasuke sudah tidak bisa tidur lagi setelah Sakura terbangun. Dia hanya memandangi wajah kekasihnya itu dengan sorot mata sedih dan perasaan yang bercampur aduk. Ia masih merasa bersalah pada kekasihnya, pengkhiatannya, rasa bosannya dan yang paling menggerogoti hatinya adalah perasaan bersalah atas kegagalannya menjadi seorang ayah.
Ia terlalu takut untuk menampakakan semua itu pada Sakura, ia tidak berani menunjukkan semua perasaan dan sorot mata sedihnya di hadapan Sakura. Karena ia takut jika menunjukkan itu Sakura akan memintanya pergi.
Bahkan waktu itu ia tidak tahu jika Sakuranya hamil anaknya. Ia baru tahu setelah ia mengetahui saat Sakura kecelakaan dan dokter mengatakan jika dia keguguran.
Sasuke sangat terpukul mengetahuinya. Apalagi Sakura juga dinyatakan koma setelah kecelakaan itu, bukankah itu sangat menyakitkan untuknya? Dan itu semua karena dirinya.
Ia menatap Sakura yang tertidur damai dengan sesekali dahinya berkerut samar. Apa dia sedang bermimpi buruk? Batin Sasuke bertanya-tanya. Ia terus menatap Sakura sambil sesekali mengelus tangan kurus itu dan menyeka rambut merah muda kekasihnya ke belakang telinga.
Pandangannya kembali menatap Sakura, tidak dia menerawang menerawang masa lalunya sendiri, mengingat kembali hal-hal bodoh yang sudah ia lakukan di belakang maupun di depan wanita itu.
*
"Jadi aku tidak bisa menginap di rumahmu?" tanya Mei, seorang senior di kantor magangnya.
"Tidak bisa." aku berkata sambil terus fokus terhadap jalanan di depan sana.
"Apa kau sudah Menikah? Tapi kulihat kau tidak mengenakan cincin pernikahan." dia terus mencecarku mencari celah agar dia bisa menginap. Andai aku tahu jika saat itu dia bermaksud menggodaku, aku tidak akan sudi memberinya tumpangan padanya untuk kembali ke Konoha.
"Kami memang belum menikah, tapi kami akan menikah secepatnya." Aku menjawab kalimat sarkasnya tanpa memandangnya. Bukankah dia keterlaluan?
"Apa kau yakin?" Mei terus memojokkanku dan menggodaku. Hingga akhirnya mobilku berhenti karena lampu merah. Ia melepas sabuk pengamannya, lalu mencondongkan tubuhnya padaku dan ia mencuri satu kecupan dariku.
Aku hanya menatapnya tidak berminat, kemudian ia kembali mendudukkan dirinya di jok penumpang. Mobilku kembali melaju setelah lampu berubah menjadi warna hijau. Mei terus mencuri pandang denganku, dan memberikan kerlingan menggoda ketika aku tidak sengaja bertatapan dengannya. Ya Tuhan semoga aku kuat... Kataku saat itu.
Aku memarkirkan mobilku di basement gedung apartemen, dan Mei juga masih berada di sana karena ia satu gedung apartemen denganku hanya saja berbeda lantai.
Mobil berhenti dan dengan cepat ia melepasas sabuk pengamannya dan menerjangku dengan ciuman-ciumannya. Apa-apaan ini? Aku berusaha menjernihkan pikiranku, mencoba menyadarkan diriku agar tidak terbuai dengan permainan Mei padaku.
Dia menyudahinya, melepas pagutannya dari bibirku. Dengan sebuah kecupan ringan ia mengakhirinya sebelum keluar mobil. Aku masih mematung di sana, sebelum kemudian aku mengikutinya keluar dari mobil.
Sial kenapa aku berada satu lift dengan wanita gila ini? Dia kembali melihatku dengan tatapan menggoda miliknya yang membuatku jijik. Dia terus menatapku dengan tatapan menjijikkan itu hingga akhirnya membuatku geram dan aku menyudutkannya dengan menguncinya di dinding, merapatkan tubuhku pada tubuhnya. "Apa maumu?" desisku berniat mengancamnya.
"Bermalam denganmu, menghangatkan ranjangmu, mungkin?" Sialan dia menggodaku lagi,
"Dengar, Mei. Aku sudah memiliki wanitaku, dan dia sekarang dia sudah menungguku di sana." tunjukku pada udara kosong.
"Oh ya? aku tidak percaya. Apa dia juga bisa melakukan ini?" tantang Mei, secara tiba-tiba dan semua terjadi begitu cepat. Dia melumat bibirku dan menyentuh sesuatu di bawah sana.
Aku menggeram. merasakan sesuatu di bawah sana mulai gelisah. Sialan wanita ini dia melakukannya dengan pandai sekali.
Dia terus melakukannya hingga aku kehilangan kendali atas diriku dan aku akhirnya melakukan sesuatu yang salah di dalam apartemenku. Dengan terus berjalan ke sana sambil terus saling melumat.
*
Ah sial... Sasuke kembali mengingat ingatan yang paling ingin ia hapus dari otaknya. Kenapa ia harus tergoda malam itu, dan kenapa ia harus bersama Mei setelah sebelumnya ia tidak pernah sekalipun pulang atau berangkat bersama dengan wanita itu.
Dia kembali melihat Sakura yang masih tertidur lelap, kemudian ia beranjak ke kamar mandi untuk menyiram kepalanya berharap iangatan itu ikut hanyut bersama air.
Ia kembali dari kamar mandi dengan kepala yang basah dan handuk yang menggantung di tengkuknya. Ia tersentak kaget ketika ia melihat Sakura yang sudah duduk bersandar di ranjangnya di sana sambil memandang kosong jendela di sisi kanan ranjangnya.
"Kau bangun lagi? Ada apa?" tanya Sasuke seraya berjalan mendekat ke arah Sakura dan menggosok kepalanya. Sakura menoleh ke arahnya, tangannya terentang mengisyaratkan kepada Sasuke untuk segera mendekat ke arahnya.
Mereka sudah duduk bersisian dengan Sasuke yang berada di atas bangku dan Sakura yang berada di atas ranjangnya. Ia mengambil alih handuk itu dan segera mengusap kepala Sasuke dengan sesekali memberikan pijatan yang membuat pria itu rileks. "Kenapa bangun?" Tanya Sasuke lagi.
Sakura menggeleng sambil tersenyum tipis kepada Sasuke, "Aku hanya mengingat sesuatu...,"
"Kau tahu Sasuke-kun? Aku teringat putraku putra kita," Sakura melebarkan senyumnya, namun matanya mulai berkaca-kaca dan akhirnya air matanya meleleh.
Sasuke merasa tercubit hatinya, dia merasa bersalah, dia merasa gagal menjaga Sakura. "Pasti sekarang dia sudah merangkak, ya, Sasuke-kun?" Sakura kembali melanjutkan kata-katanya, seolah-olah ia memang belum cukup menyiksa batin Sasuke karena rasa bersalahnya.
'Sakura sudah cukup, sudah cukup, hentikan itu...' batin Sasuke menjerit memohon pengampunan pada Sakura, berharap wanitanya itu menghentikan perkataannya dan tidak melanjutkannya lagi.
'Apa dengan melihatmu seperti ini masih belum cukup menyakitiku?'
'Apa belum cukup penderitaanku karena kehilangan calon anak yang bahkan aku tidak tahu jika dia ada? Sakura?'
Sasuke menunduk sedih, mencoba menyembunyikan matanya yang memerah karena menahan air matanya. Sakura masih tidak tahu, ia masih melanjutkan kata-katanya tentang putra mereka, tentang pernikahan mereka dan tentang segalanya yang terasa semuanya terenggut karena keadaannya yang sangat memprihatinkan.
"Ah... Apa dia memanggil kita dengan sebutan 'mama dan papa'? Ataukah 'kaa-san dan tou-san'? Atau sebuah panggilan yang lebih imut, 'tou-chan dan kaa-chan'?" Sakura kembali bercerita dengan air mata yang berurai, ia tidak peduli dengan sekitarnya jika ia sudah bercerita tentang putranya, putra mereka.
"Sasuke-kun?" Sakura baru menyadari jika Sasuke sedari tadi menunduk, bahunya bergetar dengan sesekali terdengar suara isakan yang sangat memilukan. Oh, Sasuke... apa kau menangis?
Sasuke masih menunduk, tidak mampu mendongak menatap mata emerald yang memancar sedih itu. Ia masih berusaha meredam tangisannya dan mencoba untuk menghentikan air matanya yang terus mengalir tanpa diminta itu. Namun semuanya gagal karena hatinya masih sakit, dirinya masih butuh pelampiasan.
Sasuke terkejut ketika Sakura menunduk memeluknya lembut. "Sa--Sakura...,"
"Maafkan aku," gumam Sakura lembut sebelum ia jatuh tertidur memeluk Sasuke.
***
terimakasih atas respon baiknya atas fict ini... ^O^
Maafkan aku yang ngga bisa konsisten nyelesain ff yang udah publish duluan >///<
Karena aku tidak bisa menahan imajinasiku....
Selamat menikmati~~~
Song by: Taeyang - Eyes, Nose, Lips
KAMU SEDANG MEMBACA
LIE [COMPLETE]
Fanfiction[END] [17+] Ikatan benang merah diantara tangan kami masih terasa kuat di setiap ujungnya, aku masih mencintainya dan aku terus mencoba untuk menahannya. Namun kenapa di sisinya aku merasa ikatan ini terlalu mencekikku setiap detiknya? Ketidakberday...