SEBELAS

6.1K 446 32
                                    

Aku pulang dari rumah sakit, setelah menginap selama sehari semalam. Rasanya membosankan sekali keluar masuk rumah sakit. Pasti petugas administrasi sangat kerepotan karena namaku terlalu banyak di dalam buku pasien mereka.

Aku sudah membuat janji untuk bertemu dengan dokter Tsunade dan Tuan Yamada--seorang fisioterapis--untuk terapiku minggu depan.

Sekarang aku berada di sini. Di taman belakang rumah Uchiha dan melihat pemandangan yang tampak menenangkan itu dari teras belakang rumah dengan segala macam pemikiran yang saling beradu di dalam kepala meminta dipikirkan satu per satu.

Sebenarnya aku sangat sungkan kepada keluarga Sasuke-kun karena aku tidak bisa melakukan apapun untuk membantu mereka dan seringkali mereka kerepotan karena mengurusku.

Aku menjalani konseling dan fisioterapi di hari yang sama, sehingga tidak terlalu merepotksn semua orang yang ada di sini.

Pikiranku terfokus kembali ketika aku mendengar suara langkah kaki dari arah dapur dan celoteh anak kecil. Siapa lagi jika bukan Uchiha Ishihara?

"Sakura-chan...," Izumi-san menghampiriku bersama dengan Ishihara yang sudah berada di gandengan tangan keibuannya.

Aku menoleh dan menyunggingkan senyum padanya. Entah kenapa mengagumi istri Uchiha Itachi adalah kegiatanku akhir-akhir ini karena menurutku ia sangat mengagumkan mampu mengambil hati Uchiha Mikoto.

"Sedang apa di sini?" tanyanya seraya mendudukkan dirinya di sisiku.

"Hanya berpikir saja... Dan mengagumimu, Izumi-san." kulihat Izumi-san tersentak kecil, terkejut dengan pernyataan yang baru saja aku ungkapkan padanya.

"Kagum? Padaku?" tanyanya setengah tidak percaya kata-kataku. Aku hanya terkekeh kecil.

Ia kemudian menghadap ke arahku, melihat jelas bagaimana ekspresi wajahku saat ini. Sungguh dengan mode serius seperti ini, aura yang terpancar darinya terlihat seperti milik bibi Mikoto. Sangat tegas dan lembut di saat yang sama. Apa aku berlebihan?

"Kenapa?" tanyaku memecah konsentrasinya dalam menilaiku. "Aku tidak bohong. Sungguh, Izumi-san."

"Huft. Kau benar, aku tidak menemukan kebohongan mengenai kalimatmu itu." Ia menolehkan kembali pandangannya ke depan dan mendengus. "Tapi aku melihat sesuatu yang lain darimu." Izumi-san bergumam dengan samar.

Tapi aku bersikap acuh. Aku memang tipikal orang yang mudah penasaran, tapi aku bukan orang yang senang ikut campur urusan orang lain, kecuali mereka melibatkanku.

"Ngomong-ngomong, sebentar lagi Ishihara akan berulang tahun yang ketiga." Izumi berkata dengan rona bahagia yang lebih membuncah daripada sebelumnya.

"Sungguh? Selamat, selamat. Kurasa aku harus mencarikan hadiah untuk Uchiha kecil-mu, Izumi-san...," Aku tersenyum manis dan memandang Ishihara.

"Benarkah? Ishihara pasti senang mendapat hadiah darimu," Ucap Izumi-san penuh ketulusan.

***

"Bagaimana keputusanmu, Sasuke?" tanya Fugaku setelah selesai menyantap makan malamnya malam ini.

Malam ini adalah makan malam kedua Sakura di sini. Dan ia tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan para Uchiha di meja makan.

"Aku akan menemui Ayah nanti." Sasuke menjawab itu tanpa keraguan dan keyakinan yang jelas dari oniks kelam di kedua bola matanya.

Fugaku mengangguk samar, kemudian ia melirik Mikoto yang ada di sisi kanannya untuk mengikutinya dan Sasuke. Sedangkan Izumi-masih menyuapi Ishihara tidak mengikuti karena memang tidak ada perintah untuknya.

Sakura masih mengamati Izumi yang berada di depannya menyuapi Ishihara seorang diri--biasanya wanita itu akan di sana bersama dengan Itachi yang saat ini sedang bertugas di Singapura.

Ia menatap pasangan ibu dan anak itu dalam keheningan rumah Uchiha, dan hanya diisi dengan suara-suara celoteh dari Ishihara ysnh masih belajar berbicara.

"Bi...bi..." Ishihara menunjuk Sakura dengan jari mungilnya. Ia tersentak dan tersenyum tipis karena sempat membayangkan bagaimana anaknya tumbuh dan dia ada di sisinya untuk mendampinginya, seperti halnya yang dilakukan Izumi pada Ishihara saat ini.

*
"Dia mau, dan kami akan menikah setelah ia sembuh." Jelas Sasuke. Dia berdiri di hadapan kedua orang tuanya untuk membahas hubungannya dengan Sakura yang notabenenya pernah mengandung anak Sasuke.

"Mikoto, siapkan pernikahan mereka." Fugaku bertitah dan itu mutlak. Mereka semua paham akan hal itu.

Sasuke menunduk tidak berani menatap ibunya yang kini mendekat ke arahnya, wanita paruh baya itu menarik bahu putra bungsunya dengan lembut kemudian memeluknya penuh haru. Sasuke tersentak, mendapati Mikoto yang tengah memeluknya. Ini berarti ia sudah mendapatkan masf dari Ibunya 'kan?

Fugaku hanya menatap pemandangan itu dengan wajah yang lega, ia berdeham sejenak sebelum bangkit dari duduknya dan menghampiri kedua orang yang berarti di hidupnya itu.

"Kenapa kau bandel sekali?" Fugaku mengeluhkan sikap Sasuke, kemudian ikut memeluk putra bungsunya tersebut. Mikoto sudah menangis haru, dan Sasuke mulai menitikkan air matanya karena merasa salah satu beban di kedua bahunya berkurang.

Malam itu mereka menghabiskan waktu untuk membahas masa lalu Sasuke hingga Mikoto berkata akan kehilangan kembali sosok putra kecilnya karena gadis asing yang masuk di hidup anak-anaknya dan mengaku akan menjadi pendamping dan menghabiskan sisa hidup mereka bersama dengan putranya.

***

Sasuke tidak pernah merasa seringan ini ketika bangun pagi. Quality time bersama ayah dan ibunya semalam ternyata membawa dampak yang terduga sebelumnya.

Ia menoleh ke sisi lain ranjangnya, dan mengernyit karena tidak mendapati Sakura di sana. Kursi rodanya masih rapi berada di tempat terakhir ia melihatnya semalam.

'Kemana Sakura?' batinnya bertanya-tanya. Tidak mungkin jika Sakura menghilang begitu saja dan ia tidak menyadari karena terlalu lelap tidur. Namun atensinya teralih ketika ia mendengar debaman jatuh dari kamar mandinya. Sasuke bergegas turun dari ranjangnya dan masuk ke dalam kamar mandi--tempat asal suara itu bergema.

Ia terkejut melihat Sakura yang sudah bersimpuh di sana dengan tubuh yang basah dan wajah bahagia yang merona karena uap air panas yang mengalir dari shower di atas kepala merah muda wanita itu.

Pakaiannya masih lengkap, dan ia basah kuyup. Tersenyum lebar, senyum yang terasa berbeda di mata Sasuke. "Maafkan aku," ia meminta maaf, tapi nada suaranya sama sekali tidak menunjukkan rasa penyesalan apapun.

"Tadi suaramu?" tanya Sasuke sambil menghampiri Sakura yang masuh terduduk di bawah shower.

Sakura hanya tersenyum, meringis lebih tepatnya. "Aku berhasil Sasuke-kun! Aku berhasil!" Sakura memekik girang, ia terlalu terlarut dengan euphoria yang ada.

"Kau berhasil apa Sakura? Bisa kau jelaskan padaku?" Sasuke panik dan bingung, dan itu terlihat jelas dari wajahnya.

"Aku berhasil berjalan sampai di sini. Tapi aku jatuh saat aku akan membuka pakaianku, menyebalkan." gerutunya di akhir kalimat.

"Mau kulepaskan?" seringai jahil itu muncul kembali di wajah rupawan Sasuke dan itu membuat Sakura bergidik ngeri.

"Dalam mimpimu, Uchiha!" sungutnya dengan wajah yang padam.

"Bahkan dulu kau mele--"

"Hentikan kalimatmu, please!" Perkataan Sasuke terpotong dan digantikan dengan pekikan putus asa dari Sakura. Wajah wanita itu muram dan ia hampir menangis.

Seringai di wajah Sasuke hilang digantikan dengan senyum tipis penuh ketulusan, lalu menepuk kepala Sakura lembut. "Kau hebat, selamat. Aku mencintaimu." Sasuke mendekat kemudian mencium kening Sakura lamat.

***

LIE [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang